kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Menakar prospek saham emiten perbankan


Selasa, 17 Maret 2015 / 22:17 WIB
Menakar prospek saham emiten perbankan
ILUSTRASI. Sampai dengan 30 September 2023, jumlah setoran PPN PMSE ke kas negara mencapai Rp 15,15 triliun. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Saham-saham emiten perbankan tetap memiliki prospek menarik di tahun ini. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih melambat perlu menjadi perhatian khusus lantaran bisa mencederai kinerja emiten perbankan.

Kinerja sektor perbankan kelas kakap dinilai sudah sesuai ekspektasi analis. Namun, tahun ini, kinerja emiten perbankan tidak akan terlalu tinggi. Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Akhmad Nurcahyadi mengatakan, laba bersih emiten perbankan sangat berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Dari studi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi akan menjadi indikator utama pertumbuhan kredit perbankan di dua kuartal tahun ini. Kementerian Keuangan juga  memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal I 2015 hanya di bawah 5%. "Sehingga prediksi konsensus untuk pertumbuhan sektor bank menjadi terlalu tinggi," ujar Akhmad dalam risetnya, Selasa (17/3).

Namun, meskipun perlambatan ekonomi sudah terjadi sejak semester II 2014 lalu, empat perbankan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil membukukan kinerja tahun 2014 yang sesuai estimasi. Meski demikian, kinerja operasi yang kuat ini bisa tertekan dari faktor eksternal seperti penguatan dollar Amerika Serikat (AS) yang bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Salah satu faktor yang akan menjadi katalis pertumbuhan industri perbankan tahun ini adalah jika ekonomi bisa tumbuh di atas 5,2%. Akhmad mengatakan, jika pertumbuhan ekonomi tumbuh, maka hal ini bisa diikuti oleh pertumbuhan likuiditas dan penurunan Non Performing Loan (NPL).

Akhmad juga mengatakan, ada beberapa katalis lainnya yang masih bisa mendorong pertumbuhan bank, yakni benchmark interest rate yang lebih rendah, kenaikan laba bersih perusahaan, dan ekspektasi adanya kenaikan dana murah dalam simpanan (current account saving account/CASA).

Namun, melihat perlambatan ekonomi Indonesia karena pengaruh global, Akhmad memangkas rekomendasi sektor perbankan. "Sembari menunggu kinerja Kuartal I 2015, dan data ekonomi makro, kami menurunkan rekomendasi sektor perbankan dari Overweight menjadi Neutral," ujarnya.

Dia bilang, alasan penurunan rating ini karena target pertumbuhan kredit sebelumnya dirasa terlalu optimistis. Ia mencontohkan, pada tahun lalu, pertumbuhan kredit industri perbankan hanya mencapai 11,6%, jauh lebih rendah dari tahun 2013 yang sebesar 22,1%. Tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% dan pertumbuhan kredit 17%.

Namun menurut Akhmad, dengan capaian pertumbuhan ekonomi Kuartal I 2015 yang di bawah 5%, nampaknya sulit bagi emiten perbankan untuk meraih targetnya. "Kami akan lebih optmisitis sektor bank akan outperform jika harga komoditas juga bisa kembali pulih di masa yang akan datang," ujarnya.

Analis Buana Capital Marisa Wijayanto mengatakan, rekomendasi buy masih diberikan untuk saham-saham perbankan berkapitalisasi besar, seperti BBRI, BBNI, BBCA, dan BMRI. Menurutnya, meski ekonomi Indonesia mengalami perlambatan, Bank Indonesia akan menahan BI Rate di level 7,5% sampai akhir tahun. Bahkan rencana kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan membuat suku bunga BI kembali naik.

Dengan suku bunga yang terjaga, Marisa lebih optimistis kalau likuiditas emiten perbankan bisa membaik. Dus, emiten bank masih bisa mempertahankan pertumbuhan kreditnya di kisaran 12%-15% pada tahun ini. Menurutnya, sejauh ini kinerja empat bank besar cukup bagus, meski ada kekhawatiran NPL BMRI yang terlihat tinggi.

"Memang di Kuartal I, pertumbuhan ekonomi masih agak melambat, namun, di kuartal selanjutnya akan lebih positif," ujarnya. Menurut Marisa perlambatan ekonomi lebih disebabkan sentimen pelemahan rupiah.

Di sisi lain, pelemahan rupiah dianggap tidak berdampak langsung terhadap kinerja bank. "Suku bunga sudah naik di tahun lalu sehingga banyak bank yang sudah menaikkan loan yield," imbuhnya.

Ia juga memperkirakan cost of fund perbankan akan lebih rendah dengan permintaan kredit masih akan besar. Makanya, ia masih memberi rating overweight untuk sektor perbankan. 

Namun Reza Priyambada, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia mengatakan, belum ada perbaikan dari sisi ekonomi makro Indonesia, sehingga, ia tidak merekomendasikan saham-saham bank lapis dua.

Untuk lebih aman, Reza  menyarankan investor untuk memperhatikan saham-saham bank dengan kapitalisasi pasar besar. Menurutnya, pertumbuhan sektor kredit hanya akan berkisar 8% di tahun ini.

Akhmad memberi rekomendasi buy untuk BBRI, BBNI, dan BMRI dengan target harga masing-masing Rp 14.500, Rp 7.880, dan Rp 12.800 per saham. Sementara BBCA direkomendasikan Hold dengan target harga Rp 14.450 per saham. Lalu, Marisa merekomendasikan Buy untuk keempat saham itu dengan target harga BBRI Rp 14.200, BBNI Rp 7.150, BBCA Rp 15.800. "Namun, saham BMRI masih under review," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×