kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.169   31,00   0,19%
  • IDX 7.055   71,46   1,02%
  • KOMPAS100 1.056   15,44   1,48%
  • LQ45 830   13,30   1,63%
  • ISSI 213   1,17   0,55%
  • IDX30 424   7,51   1,80%
  • IDXHIDIV20 510   8,12   1,62%
  • IDX80 120   1,73   1,46%
  • IDXV30 125   0,86   0,70%
  • IDXQ30 141   2,17   1,56%

Menakar laju emiten jalan tol dengan kebijakan integrasi tarif


Senin, 25 Juni 2018 / 08:47 WIB
Menakar laju emiten jalan tol dengan kebijakan integrasi tarif
ILUSTRASI. Gerbang Tol Bogor


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengintegrasikan tarif tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Kebijakan tersebut berpotensi mempengaruhi prospek bisnis emiten operator jalan tol, terutama PT Jasa Marga Tbk (JSMR).

Rencana ini memang masih memunculkan kontroversi di tengah masyarakat. Belakangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunda pemberlakuan integrasi tarif tol hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Sebelumnya, pemerintah menjadwalkan menerapkan tarif integrasi, pada Rabu (20/6) lalu. Bagi emiten pengelola jalan tol, kenaikan tarif tol tersebut berpotensi mendongkrak prospek dan kinerja keuangannya.

Apabila tarif integrasi jalan tol benar-benar diterapkan, para pengguna ruas jalan tol JORR hanya akan membayar satu kali. Adapun tarif yang dibayar senilai Rp 15.000 saat masuk dan tanpa memperhitungkan berapa jarak yang sudah dilewati.

Dengan pemberlakuan skenario tarif integrasi tersebut, tak semua pengguna jalan bebas hambatan JORR merasakan kenaikan tarif. Bagi pengguna jarak jauh, ada keuntungan yang cukup besar, karena justru membayar jauh lebih sedikit daripada seharusnya.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar mengemukakan, integrasi tarif tol berpotensi menambah pendapatan emiten pengelola jalan tol. "Dari tarif terendah sebesar Rp 3.500 naik menjadi Rp 15.000. Hal tersebut cukup signifikan, apalagi jalur tersebut padat kendaraan. Jadi, kenaikan tarif pada dasarnya menjadi sentimen positif," kata William Siregar, Jumat (22/6) pekan lalu.

Namun, di lain sisi terjadi pengurangan tarif bagi pengguna jarak jauh dari sebelumnya yang paling tinggi sebesar Rp 27.500 menjadi Rp 15.000. "Pertumbuhan pendapatan ada, namun tidak signifikan karena ada kenaikan dan pengurangan tarif," ungkap William Siregar.

Dalam jangka panjang, Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengemukakan, prospek kinerja emiten pengelola jalan tol akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan dan penyesuaian tarif jalan tol setiap dua tahun sekali, sesuai ketetapan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 38/2004 tentang Jalan.

Hanya saja, untuk menggenjot kinerja keuangan, tentu saja emiten sektor pengelola jalan tol tidak bisa hanya berpangku tangan terhadap dua katalis positif tersebut. William Surya mengatakan tantangan lain emiten pengelola jalan tol adalah meningkatkan pertumbuhan ketersediaan jalan tol.

Menurut dia, komposisi antara pembangunan jaringan jalan tol dan kenaikan tarif tol saling berimbang dalam mendongkrak kinerja keuangan pengelola jalan tol. "Tentunya dalam mengejar infrastruktur ruas jalan diperlukan biaya yang tinggi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi emiten pengelola jalan tol," ungkap William Surya.

Pengelolaan dan manajemen pendanaan juga menjadi kunci agar emiten di sektor jalan tol sukses menjalankan bisnis dan ekspansi. Di jangka panjang, emiten jalan tol bisa melakukan efisiensi, termasuk mengurangi jumlah karyawan. Sebab, transaksi di jalan tol perlahan akan digantikan dengan sistem pembayaran elektronik atau e-toll.

Saham pilihan

William Surya menjagokan Jasa Marga (JSMR). Alasannya, JSMR memiliki likuiditas saham yang lebih tinggi dibandingkan Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dan Nusantara Infrastructure (META). "Kalau bicara investasi, yang dilihat tentu likuiditas sahamnya. Kalaupun CMNP menarik tetapi jika tidak ada likuiditas maka sama saja," kata William Surya.

Selain tiga emiten itu, Waskita Karya (WSKT) juga menggarap jalan tol melalui anak usahanya Waskita Toll Road.

William Surya menjagokan JSMR karena pesaingnya belum bisa yang mengejar kinerja emiten ini. "JSMR mumpuni di bidangnya," kata William Surya yang merekomendasikan buy JSMR dengan target harga Rp 5.200 per saham.

Katalis positif lain yang membuat William Surya merekomendasikan buy karena JSMR memiliki pertumbuhan jalan tol baru yang cukup gencar dan dilakukan di kawasan luar Jabodetabek.

Sementara, William Siregar merekomendasikan hold untuk JSMR dengan target harga Rp 4.200 per saham. Dia menilai, valuasi saham JSMR masih cukup tinggi sementara potensi kenaikannya kecil.

William Siregar berpendapat kenaikan sektor bisnis jalan tol masih tipis. Ke depan, sektor tersebut bisa tumbuh apabila didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang juga konsisten. Dengan bertumbuhnya perekonomian Indonesia, aktivitas bisnis logistik juga diharapkan meningkat sehingga berpotensi mempengaruhi bisnis emiten jalan bebas hambatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×