Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kedatangan emiten baru yaitu PT Erajaya Swasembada. Perusahaan yang bergerak di bidang penjualan ritel telepon seluler ini akan melempar sekitar 1,35 miliar unit atau setara dengan 40% dari keseluruhan modal disetor, melalui initial public offering (IPO). Kabarnya, perusahaan ini mengincar dana US$ 200 juta dari IPO.
Danny Eugene, Kepala Riset Mega Capital Indonesia menilai, persentase saham IPO Erajaya sebenarnya cukup besar. Namun, belajar dari pengalaman perusahaan yang IPO tahun ini, investor strategis biasanya mengambil jatah saham sebagian besar. "Akibatnya, saham yang benar-benar floating terbilang kecil," kata dia kepada KONTAN, Selasa (15/11).
Kondisi tersebut jelas kurang menarik bagi para investor terutama investor institusi yang membutuhkan porsi saham besar. Rendahnya porsi saham floating juga biasanya menggerus daya tarik fundamental sebuah perusahaan.
Berdasarkan informasi yang diterima KONTAN, Erajaya memiliki fundamental yang terbilang kuat. Perusahaan ini mengklaim, memegang pangsa pasar terbesar untuk industri distribusi telekomunikasi yaitu sebesar 24% karena jumlah gerai distribusi dan brand yang dipasarkan.
Pendapatan Erajaya pada akhir 2010 mencapai Rp 6,14 triliun. Compound Annual Growth Rate (CAGR) Erajaya dari 2008-2010 juga besar, mencapai 17%.
Perusahaan ini juga akan menggunakan dana IPO untuk pengembangan bisnis. Sebesar 42% dana itu dialokasikan untuk pembayaran utang dalam bentuk promissory note senilai US$ 85 juta atau setara Rp 727 miliar. Dana utang itu untuk memenuhi kebutuhan dana akuisisi 99% saham PT Teletama Artha Mandiri.
Erajaya juga akan menggunakan 16% dana IPO untuk menambah gerai distribusi. Sisanya 42% akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja. "Saya tidak khawatir dari sisi fundamental, tapi lebih melihat porsi saham yang beredar nantinya," jelas Danny.
Menurut Danny, jika porsi saham yang floating ternyata kecil, saham Erajaya bisa terkena dampak negatif, yaitu diambil para investor ritel yang hanya mencari keuntungan sesaat. "Saham seperti ini gampang digoreng-goreng," tandas Danny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News