Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah hingga menembus Rp 15.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Selasa (27/9), mata uang rupiah ditutup di level Rp 15.124 per dolar AS.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengungkapkan, pelemahan rupiah memberikan dampak negatif bagi emiten yang memiliki utang valas jumbo.
"Beberapa emiten yang terdampak paling signifikan tentunya yang memiliki hutang besar dalam mata uang dolar dan pendapatannya rupiah," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Selasa (27/9).
Baca Juga: Likuiditas Valas Perbankan Kian Seret, Begini Kata Perbanas
Dia mencontohkan, emiten PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang memiliki utang lebih dari 50% dalam dolar AS tentu mendapat dampak negatif dari penguatan dolar AS. Sedangkan sebagian besar penjualan GJTL dalam bentuk rupiah, sehingga eksposur dari nilai kurs dapat berpengaruh signifikan pada kinerja emiten produsen ban ini.
Jika dilihat secara historis selama beberapa tahun terakhir, GJTL memang beberapa kali membukukan bottom line negatif. Salah satu penyebabnya adalah kerugian kurs.
Menurut Pandhu, emiten lain yang memiliki dampak signifikan dari melemahnya rupiah ini di antaranya PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Modernland Realty Tbk (MDLN), dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).
Baca Juga: Pemerintah Tarik Utang Rp 696,3 Triliun Tahun Depan, Ini Kata Kemenkeu
"Kecilnya likuiditas dapat memaksa ketiga emiten tersebut mencari pendanaan eksternal untuk membayar utang jatuh temponya. profit yang diperoleh pun terancam tergerus kembali jika pelemahan rupiah berlanjut," papar dia.
Guna meminimalisir kenaikan beban akibat dari pelemahan rupiah, emiten-emiten tersebut perlu melakukan hedging. Pandhu menambahkan, dengan outlook kenaikan suku bunga di AS yang agresif akibat tingginya inflasi, seharusnya para emiten sudah mempersiapkan sejak jauh hari.
Kebijakan moneter The Fed pun hingga saat ini masih belum ada tanda-tanda melunak. Sehingga, kata Pandhu, jika para emiten masih terpukul dengan pelemahan rupiah maka perlu dipertanyakan manajemen risiko masing-masing.
Baca Juga: Banyak Negara Dihantui Krisis Utang, Ini Saran Ekonom untuk Indonesia
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, pihaknya masih terus memantau sejauh mana dampak penguatan dolar AS terhadap kinerja GIAA. "Kami masih monitor terus untuk hal ini," kata dia kepada Kontan.co.id.
Dari beberapa emiten yang memiliki utang valas jumbo, Pandhu belum melihat yang benar-benar menarik untuk dikoleksi pada harga saat ini, mengingat risikonya yang cukup besar. Meskipun, secara valuasi sebenarnya cukup murah seperti saham GJTL, ASRI, MDLN, dan APLN yang diperdagangkan dengan price to book value (PBV) masih di bawah 0,4 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News