Reporter: Tedy Gumilar, Aceng Nursalim | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Sektor tekstil di bursa saham Indonesia bakal kian semarak. Sritex hendak melangsungkan initial public offering (IPO). Rencana melepaskan sebagian saham masyarakat ini ditempuh Sritex untuk menjala dana publik demi memuluskan rencana ekspansi bisnis mereka.
Direktur Keuangan Sritex Allan M. Severino mengungkapkan, Sritex menganggarkan belanja modal Rp 2,4 triliun untuk kurun waktu 2013–2014. Sebagian dana berasal dari pinjaman perbankan. Kini Sritex dalam tahap pembicaraan dengan beberapa bank calon kreditur.
Nah, untuk menutup sebagian kebutuhan dana yang lain, Sritex hendak menjaring dana publik melalui penjualan 5,6 miliar saham (30,12%). Dengan harga penawaran berkisar Rp 230–Rp 385 per saham, Sritex bisa mendulang Rp 1,288 triliun hingga Rp 2,156 triliun.
Setelah IPO, struktur kepemilikan saham Sritex pun bakal berubah. PT Huddleston Indonesia tinggal mengempit 56,07%, Estrada Trading Ltd 13,76%, H.M. Lukminto 0,05%, dan publik sebanyak 30,12%.
Baru menuai hasil ekspansi pada 2015
Sritex akan memakai sekitar 87% dana IPO untuk ekspansi pabrik pemintalan. Saat ini kapasitas produksi dua pabrik pemintalan Sritex mencapai 353.000 bal per tahun. Setelah ekspansi nanti, kapasitas produksi pemintalan Sritex diharapkan bisa naik menjadi lebih dua kali lipat atau mencapai 700.000 bal per tahun.
Sisa dana dari IPO (13%) akan digunakan Sritex untuk ekspansi pabrik garmen yang saat ini memiliki kapasitas produksi hingga 8,2 juta pakaian per tahun. Melalui ekspansi nanti, perusahaan tekstil ini berharap bisa mendongkrak kapasitas produksi garmen hingga sekitar dua kali lipat, yakni menjadi sekitar 16 juta potong pakaian per tahun.
Jika tak ada aral melintang, kedua program ekspansi ini akan berlangsung tahun ini dan baru selesai pada 2015.
Itu berarti, hasil pemanfaatan dana IPO Sritex belum akan berdampak pada kinerja Sritex tahun ini. Jadi, investor yang berminat membeli saham perdana Sritex tak usah berharap terlalu muluk terhadap pertumbuhan kinerja Sritex hingga dua tahun ke depan.
Unggul ketimbang kompetitor
Namun, apabila dibandingkan dengan perusahaan tekstil yang sudah beredar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Sritex boleh jadi bakal menjadi the rising star. Sekadar catatan, emiten tekstil yang kini tercatat di BEI antara lain PT Eratex Djaja Tbk (ERTX), PT Unitex Tbk (UNTX), dan PT Apac Citra Centertex Tbk (MYTX). Kebanyakan emiten tekstil tersebut tidak menunjukkan kinerja fundamental yang cemerlang. Sahamnya pun tidak likuid.
Lantas, apa bekal Sritex untuk menjadi the rising star industri tekstil? “Sritex merupakan perusahaan tekstil yang terintegrasi dengan kapasitas produksi yang jauh lebih besar ketimbang kompetitornya,” ujar Wilson Sofan, analis Reliance Securities.
Saat ini Sritex memiliki 9 unit fasilitas produksi pemintalan yang dapat memproduksi 353.000 bal per tahun. Lalu, ada tiga unit penenunan dan tiga unit fi nishing yang masing-masing berkapasitas produksi 120 juta meter kain mentah dan 120 juta yard per tahun. Perusahaan milik keluarga Lukminto ini juga mempunyai 7 unit fasilitas produksi garmen yang bisa menghasilkan 8,2 juta potong pakaian per tahun.
Sebagai perbandingan, dalam catatan Wilson, kapasitas produksi pemintalan MYTX cuma 281,895 bal per tahun. Sementara itu kapasitas produksi penenunan dan finishing masingmasing 25 juta meter per tahun dan 17 juta yard per tahun.
Adapun kapasitas dua emiten lain, ERTX dan UNTX, malah lebih kecil lagi. UNTX hanya memiliki fasilitas produksi tenun dengan volume produksi 14 juta meter per tahun. Sementara, volume produksi konveksi ERTX hanya 9 juta potong per tahun.
Dari sisi kinerja keuangan pun, Sritex lebih unggul dibandingkan kompetitornya. Lihat saja, profi tabilitas Sritex. Margin laba bersih atau net profit margin Sritex pada 2012 mencapai lebih dari 8%. Pasalnya, pendapatan Sritex per akhir 2012 mencapai Rp 2,85 triliun.
Sementara, laba bersihnya mencapai Rp 229,31 miliar. Bandingkan dengan margin laba bersih UNTX dan MYTX yang justru minus 8% dan ERTX yang cuma 1%.
Tahun ini, manajemen Sritex memasang target penjualan 27,4% lebih tinggi dari tahun lalu, menjadi Rp 5,13 triliun. Target perolehan laba bersih juga didongkrak 41% lebih gede menjadi Rp 325 miliar. Asal tahu saja, sejak 2010 hingga 2012, pertumbuhan pendapatan Sritex mencapai rata-rata 12,8% per tahun. Dalam kurun waktu yang sama, laba bersih tumbuh rata-rata 27% per tahun. “Melihat dalam tiga tahun terakhir laba bersih tumbuh 27%, tahun ini bisa jadi net income Sritex sekitar Rp 291 miliar,” proyeksi Gifar Indra Sakti, analis Sucorinvest Central Gani.
Meski begitu, Gifar memilih bersikap netral terhadap saham perdana Sritex. Alasannya, tidak ada emiten di BEI yang bisa dikomparasi secara apple to apple dengan Sritex. Dus, tak gampang membandingkan valuasi harga saham IPO Sritex. Yang jelas, kisaran harga penawaran Sritex mencerminkan PER 2013 di level 14,7 kali hingga 24,6 kali.
Menurut Wilson, berdasarkan pada kinerja 2012 dan asumsi harga IPO Rp 310, price to earning ratio (PER) atau rasio harga terhadap laba bersih per saham Sritex mencapai 25 kali. Rasio ini jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata PER perusahaan tekstil lainnya yang di posisi 7,5 kali. Meski lebih mahal ketimbang kompetitor, Wilson menilai rasio tersebut wajar, dengan alasan kompetitor lain tak memiliki bisnis terintegrasi penuh dan kapasitas produksi setara Sritex.
Lagi pula, jika ekspansi berhasil dilakukan, kinerja keuangan Sritex bakal terdongkrak, sehingga kelak valuasi harganya menjadi lebih rendah. “Rekomendasi beli dengan orientasi investasi jangka panjang,” saran Wilson. Tertarik?
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 35 - XVII, 2013 Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News