Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Strategi investasi seseorang sering dipengaruhi oleh pekerjaan. Direktur Head of Capital Market Retail Mandiri Sekuritas, Ridwan Pranata
merasakan hal itu.
Tugas dan tanggungjawabnya yang banyak bersentuhan dengan dunia pasar modal, menyebabkan Ridwan lebih suka berinvestasi di saham dan reksadana, ketimbang di instrumen sektor riil seperti properti.
Ridwan pertama kali membeli saham pada tahun 2004, atau sekitar lima tahun sejak dia mulai meniti karier di dunia pasar modal. Kala itu, Ridwan menyisihkan, 20% dari bonus yang ia peroleh untuk memulai investasi di pasar saham.
Pria yang gemar balap motor superbike ini lebih memilih membeli saham fundamental bagus, dengan prospek jangka panjang yang positif. "Sederhananya, saya mencari saham yang kira-kira tidak akan bangkrut dalam 50 tahun ke depan," terang Ridwan.
Sebelum memutuskan membeli saham tertentu, Ridwan biasa mencermati terlebih dahulu laporan keuangan emiten bersangkutan. Dia sangat menaruh perhatian pada tren pertumbuhan kinerja pendapatan dan laba emiten tersebut.
Prospek sektoral dari emiten tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan Ridwan dalam membeli saham. Setelah yakin dengan hasil analisisnya, Ridwan baru memutuskan untuk membeli saham tersebut untuk kebutuhan investasi jangka panjang.
Ridwan biasanya memegang saham minimal dalam enam bulan-setahun. "Kalau harga turun, ya, tunggu saja. Nanti juga setelah enam bulan atau setahun bakal naik lagi," ungkap pria yang menggemari fotografi ini.
Pernah cut loss
Berbekal keyakinan tersebut, Ridwan relatif jarang melakukan cut loss atas saham yang telah dibelinya. Kerugian terbesar yang pernah dideritanya hanya pada saat krisis finansial tahun 2008.
Waktu itu, Ridwan mengaku panik lantaran Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melorot tajam. Krisis yang bermula dari persoalan kredit macet perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat (AS) itu memang memukul pasar saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kepanikan itu mendorong Ridwan cut loss saham yang digenggamnya. "Saya cut loss ketika harganya sudah 40%, karena takut bakal turun lebih dalam lagi," jelas Ridwan. Selepas pengalaman buruk di 2008 itu, Ridwan mengaku belum pernah melakukan cut loss lagi. Dia bahkan mengklaim selalu meraih untung rata-rata 25%–30% per tahun dari investasi saham.
Sebagai orang yang mengerti pasar modal, Ridwan tentu tidak hanya memutar duit di saham. Pria yang bergabung dengan Mandiri Sekuritas sejak Oktober 2011 ini juga memilih reksadana instrumen investasi.
Ridwan banyak membeli reksadana saham dan pendapatan tetap. Dia bilang, jangka waktu investasi reksadana diarahkan lebih panjang dibandingkan saham.
Ridwan pertama kali membeli reksadana pada 2011. Hingga kini, Ridwan mengaku belum menarik (redeem) semua reksadana. "Saya baru akan redeem minimal setelah lima tahun," ungkap Ridwan.
Bagi dia, investasi reksadana seperti menabung, tapi dengan imbal hasil (return) yang lebih tinggi. Dia memperkirakan, return rata-rata dari investasi reksadana sekitar 15%–20% per tahun.
Namun Ridwan tidak memiliki investasi di properti. Dia hanya membeli untuk tempat tinggal. "Bayangkan, harga properti di Jakarta misalnya bisa 20% per tahun. Buat saya, itu tak masuk akal," terang dia. Dia tak menutup kemungkinan berinvestasi di properti.
Bagi dia, investasi properti itu cocok untuk usia 40 tahun. "Saya masih di bawah 40 tahun, jadi belum tertarik membeli properti lebih banyak," jelas Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News