Reporter: Ruisa Khoiriyah, Aceng Nursalim | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Hubungan dua negara satu rumpun, Indonesia dan Malaysia, mungkin cocok disebut “benci tapi rindu”. Seringkali dua negara ini bersitegang, mulai dari masalah klaim warisan budaya, kasus penganiayaan tenaga kerja Indonesia (TKI), sengketa daerah perbatasan, sampai dengan urusan kompetisi olahraga.
Namun, kendati kerap panas dingin, kalau sudah menyangkut soal peluang bisnis, sentimen-sentimen seperti itu tak lagi dipandang. Setidaknya itu yang terlihat di bisnis properti.
Pengembang Malaysia tak mau kalah menjemput peluang bisnis dari memuncaknya kegandrungan pemodal Indonesia terhadap investasi properti saat ini. Beberapa pengembang semakin serius menjajakan produk properti mereka langsung ke Indonesia.
Riset iProperty tahun lalu menyebut, Malaysia adalah tujuan investasi properti ketiga orang Indonesia setelah Singapura dan Australia. “Malaysia cukup favorit karena makin banyak orang Indonesia yang datang ke sana untuk berobat maupun sekolah,” ujar Hasan Pamudji, Associate Director Consultancy & Research Knight Frank Indonesia.
Data National Healthcare Group International Research Development Singapura pernah mencatat, orang Indonesia yang datang berobat ke Malaysia mencapai rata-rata 12.000 orang per tahun. Belum lagi orang-orang yang menempuh studi maupun sekadar jalan-jalan di negeri jiran itu.
Dengan profil demikian, tidak terlalu meleset jika diasumsikan terjadi peningkatan pula atas kebutuhan kepemilikan properti di Malaysia. Itulah yang dilihat oleh para pengembang properti Malaysia.
Tengok saja langkah UEM Land Holdings Berhad. Pengembang properti Malaysia ini menggelar pameran khusus untuk menggaet investor properti, awal April lalu di Jakarta.
Siti Mariam Mohd Desa, Chief Marketing Officer UEM Land, tak memungkiri, semakin mahalnya harga properti di Singapura, yang sudah kondang sebagai surga properti orang kaya Indonesia sejak dulu, menjadi momentum penting untuk mengerek pamor properti Malaysia di mata orang Indonesia.
UEM Land menggandeng broker PT Pasifik Properti Citra atau Ray White Indonesia sebagai agen penjual properti mereka di Indonesia. Tak main-main. UEM Land menawarkan proyek kota terpadu bertajuk Nusajaya di atas lahan seluas 9.600 ha, di daerah Iskandar, Malaysia. UEM Land menawarkan tujuh proyek mulai dari apartemen hingga residensial seharga US$ 100.000 hingga US$ 1,5 juta.
Harga rumah di Nusa Idaman yang menyasar kelas menengah, misalnya, berkisar Rp 1,6 miliar–Rp 1,9 miliar, untuk rumah seluas 110 m²−150 m². Sedang East Ledang mengincar kelas atas dengan tawaran landed house mulai Rp 10 miliar, dengan luas lahan mulai 500 m². UEM Land juga menawarkan central business district Puteri Harbour seluas 4,03 ha yang berisi apartemen, kondominium, perkantoran, dan ruko.
Seberapa menarik?
Erwin Karya, Associate Director Ray White Indonesia, berpromosi, pertumbuhan return investasi properti di Malaysia cukup ranum. Cuan dari penyewaan apartemen atau kondominium, misalnya, bisa naik 8%−10% per tahun. “Harga masih murah, apartemen ukuran 120 m² di sini masih Rp 3 miliar. Bandingkan dengan di Singapura yang harganya Rp 12 miliar,” kata dia.
Namun, sebelum Anda terburu-buru naksir, simak tip dari para analis yang dihimpun KONTAN, berikut ini:
Pertama, tengok prospek kenaikan harga. Salah satu pengungkit harga properti tercepat adalah lokasi strategis, apalagi jika mudah dijangkau dengan transportasi publik. Malaysia telah menandatangani kerjasama pembangunan jaringan kereta berkecepatan tinggi (MRT) dengan Singapura. MRT itu akan menghubungkan kota di Singapura dengan kota di Malaysia. Dilihat dari sini, nilai proyek UEM Land berpeluang tumbuh pesat.
Riset Knight Frank yang dirilis bulan ini mencatat, pertumbuhan harga properti residensial di Malaysia 12 bulan terakhir stagnan. “Kemungkinan besar akibat sikap investor yang memilih wait and see menjelang pelaksanaan Pemilu,” ujar Nicholas Holt, Kepala Riset Knight Frank Asia Pasifik.
Dewan Pembina Real Estat Indonesia Alwi Bagir Mulachela menilai, potensi imbal hasil properti Malaysia kalah dengan Indonesia, yaitu hanya 10%−11%. Sedang return sewa sekitar 6%.
Kedua, pilih segmen dengan potensi gain terbesar. Konsultan properti menyarankan memilih apartemen saja sebagai pilihan. Jika tidak ditinggali, apartemen bisa disewakan. Menyewakan apartemen lebih mudah ketimbang rumah.
Ketiga, cermati aturan. Investor asing di Malaysia hanya diizinkan membeli properti seharga minimal RM 500.000, kecuali di daerah Sabah dan Serawak yang dibolehkan minimal RM 300.000. Sedang di Penang, pembelian kondominium minimal RM 1.000.000 dan RM 2.000.000 untuk perumahan.
Namun, jika Anda tertarik mengikuti program Malaysia My Second Home (MM2H), batas minimal harga properti yang dibeli orang asing masih RM 500.000. Tapi, kepemilikan dibatasi cuma dua unit dan baru boleh dijual setelah tiga tahun.
Pajak properti (property gain tax) di Malaysia mencapai 15% untuk tahun pertama dan kedua. Tiga tahun hingga lima tahun dipatok 10% dan bebas pajak di atas lima tahun.
Bagaimana pajak lain? Untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP) dipatok 2%−3%. Sedangkan pajak pertambahan nilai dan pajak barang mewah tidak ada. Di Indonesia, dua poin terakhir masih dibebani sebesar 10% dan 20%.
Nah, setelah menimbang banyak faktor, keputusan akhir tentu di tangan Anda!
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 31 - XVII, 2013 Properti
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News