kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.906.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.430   57,00   0,35%
  • IDX 7.618   3,14   0,04%
  • KOMPAS100 1.065   5,05   0,48%
  • LQ45 805   1,84   0,23%
  • ISSI 256   1,72   0,68%
  • IDX30 416   0,88   0,21%
  • IDXHIDIV20 476   -0,82   -0,17%
  • IDX80 120   0,62   0,51%
  • IDXV30 123   0,46   0,37%
  • IDXQ30 133   0,19   0,15%

Melihat Prospek Kinerja KOMPAS100 di Sisa Tahun 2025 Usai Rebalancing


Senin, 28 Juli 2025 / 19:54 WIB
Melihat Prospek Kinerja KOMPAS100 di Sisa Tahun 2025 Usai Rebalancing
ILUSTRASI. IHSG Menguat Susana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (24/7). BEI baru saja melakukan kocok ulang konstituen indeks KOMPAS 100 untuk periode 1 Agustus 2025 hingga 30 Januari 2026.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) baru saja melakukan kocok ulang konstituen indeks KOMPAS 100 untuk periode 1 Agustus 2025 hingga 30 Januari 2026.

Dalam rebalancing kali ini, saham PT Berdikari pondasi Perkasa Tbk (BDKR), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET), PT. Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT Sarana Mitra Luas Tbk (SMIL), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Maja Agung Latexindo Tbk (SURI), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), PT Ulima Nitra Tbk (UNIQ), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) terlempar dari KOMPAS100. 

Gantinya, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Bank Panin Tbk (PNBN), PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), dan PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) bergabung ke dalam indeks.

Kinerja indeks KOMPAS100 tercatat hanya naik 0,20% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Ini jauh di bawah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah naik 7,55% YTD. 

Baca Juga: Saham Konglomerasi Imbangi Blue Chips, Cermati Pospek Indeks Kompas100

Rully Arya Wisnubroto, Kepala Riset dan Kepala Ekonom Mirae Asset Sekuritas memandang, kinerja KOMPAS100 jauh di bawah IHSG, karena pendorong utama kenaikan IHSG adalah saham-saham yang sebelumnya bukan konstituen KOMPAS100, seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan DSSA.

“Sementara, beberapa saham yang lagging turut memberi kontribusi penurunan terhadap KOMPAS100, seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI),” ujarnya kepada Kontan, Senin (28/7).

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat, saham konstituen KOMPAS100 bergerak cenderung terkoreksi sejak awal tahun 2025. 

“Mulai dari BBRI, BBCA, BMRI, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO),” ungkapnya kepada Kontan, Senin (28/7).

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengatakan, konstituen yang memberatkan kinerja KOMPAS100 berasal dari sektor teknologi dan media.

Baca Juga: Menangkap Peluang dari Rotasi Anggota Indeks Kompas100

Saham BMTR, INET, hingga WIFI memang selama ini masih kurang likuid dan tidak terlalu mendukung kinerja indeks.

“Jadi keluarnya mereka dalam rebalancing ini justru bisa memberi ruang perbaikan untuk indeks secara keseluruhan,” katanya kepada Kontan, Senin (28/7).

Prospek dan Rekomendasi 

Rully melihat, indeks KOMPAS100 justru lebih mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Sedangkan, IHSG kenaikannya lebih didorong oleh growth stock yang cenderung masih spekulatif.

Ke depan, kata Rully, agak sulit untuk memperkirakan akan seperti apa kinerja indeks KOMPAS100. “Ini lantaran saham-saham penggerak IHSG, seperti DCII dan DSSA, sudah naik terlalu tajam,” paparnya. 

Felix melihat, dengan masuknya saham-saham seperti BUKA, BUMI, CLEO, DSSA, dan SMDR, prospek KOMPAS100 bisa mulai membaik. Apalagi, beberapa dari mereka sedang mengalami momentum pertumbuhan kinerja. 

Namun, tetap harus dicermati bahwa indeks ini masih rentan terhadap aksi profit taking karena banyak saham sektor consumer cyclical dan komoditas di dalamnya.

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Konstituen Kompas100 di Semester II-2025

Sepanjang semester II 2025, sektor energi (BUMI, DSSA, dan TOBA), logistik (SMDR dan TCPI), dan konsumer (CLEO, AADI, dan MIDI) diperkirakan akan jadi motor utama penggerak KOMPAS100.

“Tapi ada juga sektor properti (ASRI) dan bank menengah (PNBN) yang masih harus dibuktikan ketahanannya terhadap tekanan suku bunga tinggi,” ungkapnya.

Secara individual, CLEO dan SMDR menunjukkan pertumbuhan operasional yang solid. CLEO konsisten mencetak pertumbuhan penjualan dobel digit dan ekspansi pabrik baru, sedangkan SMDR diuntungkan dari lonjakan volume ekspor dan kenaikan tarif logistik. 

DSSA juga menarik karena posisinya sebagai emiten energi terintegrasi berbasis batubara yang juga masuk ke pembangkit listrik dan energi terbarukan. 

“Sementara itu, pergerakan saham BUKA dan BUMI masih volatile, dipengaruhi sentimen jangka pendek pasar dan kinerja yang belum sepenuhnya stabil,” tuturnya.

Baca Juga: Saham Emiten Kompas100 Masih Bisa Maknyus

Nico menuturkan, saham-saham konstituen baru KOMPAS100, seperti AADI, ASRI, BUKA, BUMI, CLEO, DSSA, PNBN, SMDR, STAA, TAPG, dan TCPI, berpotensi untuk mengalami kenaikkan. 

Namun, kenaikannya tergantung seberapa besar kapitalisasi pasar yang mereka miliki. Misalnya, saham perbankan, memiliki market cap besar, tetapi harganya sulit untuk naik.

Hal ini akan sulit untuk mendorong indeks KOMPAS100 untuk bisa bangkit. “Saat ini kalau diperhatikan berdasarkan market cap, sektor perbankan masih menjadi pemberat,” tuturnya.

Di semester II 2025, ada empat sentimen positif penggerak kinerja indeks KOMPAS100.

Pertama, kesepakatan yang semoga tercapai antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia.

Kedua, potensi penurunan tingkat suku bunga The Fed.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Emiten Konstituen di Indeks Kompas100 pada Kuartal II 2025

Ketiga, pemangkasan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI).

Keempat, sejumlah program pemerintah mulai berjalan, seperti Koperasi Merah Putih dan program Makan bergizi Gratis (MBG) diharapkan maksimal pada bulan Agustus 2025.

Sementara, sentimen negatif berasal dari tensi geopolitik tambahan antara Thailand dengan Kamboja, kesepakatan tarif yang masih bisa berubah, dan kebijakan Trump yang selalu berubah.

Baca Juga: Menilik Prospek Kinerja Konstituen Emiten di Indeks Kompas100 di Kuartal II 2025

Nico pun melihat investor bisa memerhatikan sejumlah saham konstituen KOMPAS100, seperti BBCA, BBRI, BMRI, TLKM, PANI, ASII, BBNI, BRIS, ICBP, AMRT, CPIN, INDF, PGEO, BRMS, MBMA, MYOR, ADMR, EXCL, JPFA, RAJA, AUTO, dan ERAA.

Praktisi pasar modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto merekomendasikan beli untuk CLEO dengan target harga Rp 615 - Rp 700 per saham. Rekomendasi buy on weakness disematkan untuk TAPG dengan target harga Rp 1.390 - Rp 1.450 per saham.

Analis Teknikal Phillip Sekuritas Indonesia Joshua Marcius menyebut, pergerakan saham CLEO masih tertahan pada neckline pola double top pada area resistance Rp 680 per saham.

“Kemudian, pergerakannya tertahan di bawah garis EMA20, sehingga berpotensi melanjutkan penurunan ke level support Rp 550 per saham,” ujarnya kepada Kontan, Senin (28/7). Joshua merekomendasikan wait and see untuk CLEO.

Selanjutnya: Begini Rencana Bernardus Irmanto Sebagai Bos Baru Vale Indonesia (INCO)

Menarik Dibaca: Telkom Hadirkan Layanan Digital untuk Efisiensi Koperasi Desa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×