Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah berada dalam bayang-bayang keputusan lanjutan suku bunga Federal Reserve di sepanjang pekan ini. Akibatnya, rupiah bergerak cenderung melemah.
Mengutip Bloomberg, rupiah spot ditutup pada level Rp 14.940 per dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan hari ini, Jumat (16/6). Nilai tukar rupiah melemah 0,67% dalam sepekan, tetapi menguat tipis 0,09% secara harian.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengamati, mayoritas mata uang global bergerak bervariasi terhadap dolar AS karena merespons hasil FOMC meeting Juni 23 yang dilangsungkan pada pekan ini. Sesuai ekspektasi pasar, Fed Funds Rate (FFR) tetap dipertahankan di kisaran level 5%-5,25% pada Juni 2023.
Namun The Fed mengindikasikan potensi kenaikan suku bunga acuannya dua kali lagi, sebelum menutup tahun ini. Target The Fed tersebut suku bunga acuan pada akhir tahun 2023 akan meningkat menjadi 5,75% dari 5,25%.
“Kondisi ini kembali menekan pergerakan mata uang global terhadap USD,” kata Reny kepada Kontan.co.id, Jumat (16/6).
Baca Juga: Utang Luar Negeri BUMN Turun, Ini Penyebabnya
Reny melihat posisi indeks dolar berada di atas level 100 yang masih mengindikasikan penguatan lanjutan dolar AS terhadap mata uang utama dunia. Sementara, dari domestik, surplus neraca perdagangan yang lebih rendah pada Mei 2023 dan aliran dana asing yang keluar (capital outflow) yang masih berlanjut, turut menekan rupiah.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mencermati penurunan nilai tukar rupiah karena kinerja katalis dalam negeri yang kurang baik dari Neraca Perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan barang Indonesia pada Mei 2023 alami surplus, tetapi merupakan surplus terendah sejak April 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca perdagangan barang Indonesia pada Mei 2023 surplus US$ 0,44 miliar. Angka tersebut susut dibandingkan dengan keuntungan neraca perdagangan barang April 2023 yang sebesar US$ 3,94 miliar.
Selain itu, Surat Berharga Negara (SBN) kini mulai diobral, sehingga membuat imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 6,299% dari sebelumnya 6,279%. Kondisi ini menandakan harga SBN yang semakin murah karena investor menjual SBN terutama investor asing.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah Tipis 0,01% ke Rp 14.945 Per Dolar AS Pada Jumat (16/6)
Nanang menjelaskan, pelemahan rupiah dan meningkatnya imbal hasil (yield) tak bisa dilepaskan dari keputusan The Fed. Dengan masih adanya potensi kenaikan suku bunga AS, maka peluang penguatan dolar AS serta imbal hasil surat utang pemerintah AS sangat terbuka.
“Akibatnya, investor asing pun memilih memborong dolar,” ungkap Nanang saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (16/6).
Menurut Nanang, geliat ekonomi dalam negeri yang mulai kondusif dari pencabutan masa pandemi Covid-19 telah memberikan angin segar. Hal ini yang dinilai menahan rupiah sehingga masih bertahan di bawah level Rp 15.000 per dolar AS.
Sementara di pekan depan minim katalis bagi rupiah. Nanang berujar, investor bakal fokus kepada keputusan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada 5,75%. Keputusan BI selaras dengan penurunan laju inflasi di kisaran 4,0%.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat 0,09% ke Rp 14.940 Per Dolar AS Pada Jumat (16/6)
Namun perlu diperhatikan juga pidato Ketua Fed Jerome Powell dalam pertemuan tahunan di Washington DC. Investor akan melihat pandangan atau arah kebijakan Fed di semester kedua 2023, pasca melakukan penahanan suku bunga pada pertemuan Juni.
Nanang memproyeksikan rupiah di pekan depan akan bergerak dalam rentang harga Rp 14.840 per dolar AS–Rp 15.030 per dolar AS. Kendati masih bertahan di bawah level 15.000, rupiah masih rawan terjadi penembusan jangka pendeknya.
Sedangkan, Reny memperkirakan USD/IDR akan bergerak pada kisaran Rp 14.880 per dolar AS–Rp 15.100 per dolar AS di pekan depan. Pada perdagangan minggu depan, pelaku pasar akan menantikan hasil rilis Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News