Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemitraan PT Medikaloka Hermina (HEAL) dengan Astra International (ASII) dan Grup Djarum, serta ekspansi organik perseroan, berpotensi mengerek kinerja HEAL ke depan.
Dalam paparan kinerja kuartal II-2025, manajemen mengatakan HEAL kini tengah menjajaki kerja sama untuk menggaet karyawan Grup Djarum. Ini terjadi pasca Grup Djarum, melalui PT Dwimuria Investama Andalan Tbk, mengakuisisi sebanyak 559,18 juta saham treasury HEAL senilai Rp 1 triliun pada akhir kuartal II-2025.
Analis CGS International Sekuritas, Jason Chandra menyebut, HEAL menjalin kerja sama dengan sekitar 312.000 karyawan Grup Djarum untuk berbagai layanan, seperti medical check-up (MCU) tahunan, asuransi, dan sebagainya.
Baca Juga: Grup Astra Tambah Lagi Kepemilikan di HEAL, Simak Keunggulan Dibanding Emiten RS Lain
“Kemitraan dengan Grup Djarum dapat menambah volume pasien di rumah sakit Hermina,” ujarnya dalam riset 5 Agustus 2025.
Lebih lanjut, manajemen juga menyoroti progres kemitraan dengan ASII. Kini, HEAL hadir di klinik-klinik Astra, termasuk di fasilitas pabrik.
Jason mencermati, ASII berkontribusi sekitar 4% terhadap pendapatan HEAL sepanjang semester I-2025. “Kontribusi ini berpotensi meningkat setelah detail kerja sama selesai difinalisasi,” paparnya.
Lebih lanjut, Analis Panin Sekuritas, Sarkia Adelia melihat, penetrasi di jaringan ASII dilakukan perseroan dengan membangun klinik di pabrik Isuzu Karawang.
“Pembangunan klinik ini sebagai strategi awal yang membuka peluang kontrak korporasi untuk MCU dan layanan rawat jalan,” terangnya dalam riset 9 September 2025.
Pengetatan rujukan BPJS
Di lain sisi, Jason melihat rujukan BPJS tetap ketat pada kuartal II-2025. Diketahui, BPJS berkontribusi 75% terhadap pendapatan perseroan di separuh pertama 2025.
Hal ini, menurutnya, merupakan isu struktural yang dapat memperlambat pertumbuhan laba per saham (EPS).
“Pasien lebih banyak ditangani di fasilitas kesehatan primer, alih-alih dirujuk ke RS Hermina,” ujar Jason.
Baca Juga: Cermati Prospek dan Rekomendasi Saham Hermina (HEAL) Usai ASII Tambah Kepemilikan
Senada, analis BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri Suweleh mengatakan, pasar BPJS masih menghadapi tantangan di semester I-2025.
“Lemahnya pasar BPJS akibat verifikasi klaim yang lebih ketat, basis tinggi di semester I-2024, serta hari kerja yang lebih sedikit,” ujarnya dalam riset 5 Agustus 2025.
Adapun, Ismail melanjutkan, pertemuan manajemen dengan BPJS mengonfirmasi bahwa likuiditas pembayaran masih aman hingga semester I-2026, tanpa ada tagihan yang belum dibayar. Walaupun, proses memang lebih ketat.
“Namun, ini berdampak pada naiknya hari piutang di semester I-2025 menjadi 63 hari, dibanding sebelumnya 57 hari sepanjang 2024,” imbuh Ismail.
Sarkia menambahkan, saat ini pasar juga menunggu implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang berpotensi menaikkan pasien hingga 9,5%.
Kendati demikian, ia mencermati, jika iuran BPJS dinaikkan ke Rp 100.000, pemerintah harus menambah anggaran Rp 52 triliun di luar alokasi RAPBN 2026.
Menurut Sarkia, ke depan, implementasi Coordination of Benefit (CoB) dengan skema managed care juga akan mendorong pertumbuhan struktural, khususnya perbaikan margin.
Di lain sisi, menurut Jason, perlu diingat bahwa solusi seperti KRIS dan CoB sebagian besar masih tertunda. Jadi, ia menilai HEAL hanya bisa bersandar pada rencana ekspansi untuk mendorong pertumbuhan EPS.
Memang, capital expenditure perseroan sebesar Rp 1,3 triliun–Rp 1,5 triliun untuk ekspansi organik, meliputi: pembangunan dua rumah sakit (RS) baru di Salatiga dan Bali, penambahan lebih dari 200 tempat tidur, penambahan CT Scan, pengembangan UGD premium, serta penguatan layanan onkologi unit radioterapi.
Baca Juga: Saham Medikaloka Hermina (HEAL) Diborong ASII, Begini Prospek dan Rekomendasinya
“Namun, sebagian besar tambahan tempat tidur diperkirakan baru beroperasi pada kuartal IV-2025, jadi pemulihan EPS yang signifikan baru terlihat di tahun 2026,” jelas Jason.
Lebih lanjut, Ismail menambahkan, penurunan pasien rawat inap membuat margin gagal terjaga. Pasalnya, kontribusi pasien rawat inap privat HEAL turun dari 49% di kuartal I-2025, menjadi hanya 46% di semester 2025. Ini membuat intensitas layanan melemah.
Penurunan volume pasien juga tercermin dari EBITDA yang tercatat turun 8,7% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 844 miliar pada semester I-2025.
Namun, terdapat target proporsi pasien privat naik dari 30% menjadi 40%, seiring rencana pengembangan UGD yang menargetkan pasien eksekutif.
Bisnis non-rumah sakit
Sarkia menyoroti potensi pertumbuhan dari bisnis non-rumah sakit. Melalui PT Medika Loka Manajemen (MLM), HEAL mengelola bisnis operatorship berbasis B2B, yakni konsultasi, pengadaan, dan manajemen RS.
Perseroan menerapkan skema kontrak baru dengan durasi 10 tahun, lebih panjang dibandingkan sebelumnya yang hanya 5 tahun. Dalam kontrak tersebut, perusahaan akan menerima management fee sebesar 3% dari pendapatan serta profit sharing sebesar 4% dari laba kotor.
“Skema ini mampu memberikan pendapatan berulang (recurring income) dengan tingkat risiko yang relatif rendah,” jelas Sarkia.
Saat ini skema tersebut telah diterapkan di RS Ubaya, dengan sejumlah proyek lain masih dalam tahap pengembangan.
Meski kontribusinya terhadap pendapatan perusahaan baru sekitar 3%, Sarkia melihat, segmen ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat dengan rata-rata pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) mencapai 74% sejak 2018.
“Ini berpotensi menjadi katalis pertumbuhan jangka panjang sekaligus membuka peluang bagi akuisisi strategis di masa depan,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, Sarkia mencermati HEAL masih prospektif dengan ditopang kenaikan pendapatan per pasien dengan KRIS, serta ekspansi organik.
Di lain sisi, Jason memandang terdapat risiko yang bisa dicermati investor, seperti biaya pra-operasi RS baru lebih tinggi dari ekspektasi, serta permintaan pasien lebih rendah dari perkiraan.
Sementara itu, Ismail juga mencermati risiko capex dan biaya ekspansi berlebih dan ketatnya klaim BPJS yang berlanjut.
Dus, Sarkia dan Ismail sama-sama merekomendasikan buy HEAL dengan bidikan harga Rp 1.850 per saham. Jason merekomendasikan hold HEAL di target harga Rp 1.330 per saham.
Selanjutnya: RUU Ketenagakerjaan Mulai Dibahas, Kadin Minta Kemudahan Usaha Jadi Prioritas
Menarik Dibaca: Apa itu Quiet Covering dalam Dunia Kerja? Sering Dilakukan Gen Z
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News