kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

MEA apakah Indonesia hanya jadi penonton?


Senin, 05 Mei 2014 / 19:20 WIB
MEA apakah Indonesia hanya jadi penonton?
ILUSTRASI. Serial terbaru Netflix, The Recruit dibintangi Noah Centineo yang akan mulai tayang di Netflix pada minggu ini.


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Delapan bulan lagi, Masyarakat Ekoomi ASEAN (MEA) akan bergulir. Khususnya di sektor pasar modal, ada hal utama yang menjadi penghambat Indonesia belum bisa melaksanakan dengan sempurna. Lalu, apakah kita hanya akan jadi penonton dari integrasi negara-negara ASEAN ini?

Penghambat yang dimaksud adalah regulasi. Sinkronisasi regulasi belum bisa dilakukan menyusul revisi Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) belum bisa terlaksana. Revisi ini menjadi penentu terealisasinya pelaksanaan integrasi pasar modal ASEAN secara utuh.

Nurhaida, Kepala Eksekutif Bidang Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan, ada beberapa inisiatif dalam pelaksanaan MEA. Pertama, penawaran umum lintas negara (cross border offering).

Banyak hal yang membuat Indonesia tidak bisa mengimplementasikan kebijakan ini. Misalnya, dalam melakukan penawaran umum, ada beberapa profesi penunjang yang terlibat di dalamnya.

Seperti, auditor yang mengaudit laporan keuangan, penilai dan konsultan hukum, serta penjamin emisi. Di Indonesia, profesi penunjang yang boleh terlibat dalam aksi itu adalah mereka yang memiliki izin dari OJK.

Sementara, dalam hal cross border offering, emiten atau pihak yang melakukan penawaran umum diharapkan bisa bebas melakukan penawaran di negara-negara ASEAN. Jadi, tidak perlu melibatkan pelaku pasar di negara tujuan. Adanya keterbatasan regulasi ini tentu menjadi penghalang terselenggaranya kebijakan tersebut.

Adapun, penawaran umum ini tidak hanya terbatas pada emisi efek, melainkan juga pada produk reksadana. "Revisi UU Pasar Modal sudah ada di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), kami masih menunggu kelanjutan pembahasannya," ujar Nurhaida, Senin (5/5).

Saat ini, hanya ada tiga negara yang sudah mengimplementasikan cross border offering ini. Ketiga negara itu adalah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Inisiatif ke dua adalah terkait perdagangan di pasar sekunder. Integrasi pasar ASEAN diharapkan bisa membuat investor lebih leluasa untuk melakukan investasi pasar modal dimanapun dia mau.

Jadi, melalui satu broker, ia bisa berinvestasi di efek yang tercatat di bursa negara-negara ASEAN. Namun, kemudian muncul isu, jika kebijakan ini diterapkan, maka perusahaan sekuritas lokal yang minim modal akan kolaps karena tidak mampu menahan gempuran broker asing yang memiliki modal jumbo.

Poin ke tiga, kesepakatan terkait penyelesaian jika terjadi perselisihan (dispute resolution). "Hingga saat ini, belum ada dispute resolution mechanism yang dibuat," kata Nurhaida.

Jadi, MEA memang belum bisa dilaksanakan secara utuh. Terakhir, mengenai sinkronisasi tata kelola perusahaan (GCG). Menurut Nurhaida, selama Indonesia belum bisa mengimplementasikan hal tersebut, kerjasama bilateral menjadi salah satu jalan keluar yang mungkin bisa dilakukan.

Ada beberapa negara yang sudah melakukan penyesuaian. Jadi, pelaku pasar Indonesia bisa melakukan penawaran di negara tersebut. "Tetapi biasanya mereka kan menerapkan resiprokal, jadi agak sulit," tuturnya.  Jadi, sebenarnya, siapkah pasar modal Indonesia mengimplementasikan MEA tahun 2015 mendatang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×