Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Hasil ini diikuti oleh pertumbuhan pendapatan, yang mana MAPI meraih kenaikan pendapatan 5,82% yoy menjadi Rp 9,3 triliun sementara MAPA meraih kenaikan pendapatan 16,95% yoy menjadi Rp 4,31 triliun.
Emiten ritel barang konsumen primer, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) turut meraih pendapatan 11,75% yoy menjadi Rp 32,77 triliun dan laba bersih tumbuh 9,52% yoy menjadi Rp 975,11 miliar pada kuartal I-2025.
Lebih lanjut, emiten di sektor telekomunikasi mencatatkan kinerja yang relatif negatif. Misalnya, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang mengalami pelemahan pendapatan 2,11% yoy menjadi Rp 36,63 triliun dan koreksi laba bersih 4,01% yoy menjadi Rp 5,81 triliun pada akhir kuartal I-2025.
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, kinerja emiten yang terdaftar dalam indeks LQ45 memang masih menunjukkan pelemahan, namun masih sesuai dengan ekspektasi pasar.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Gencar Divestasi Anak Usaha, Cek Rekomendasi Analis
Pelemahan kinerja terjadi di beberapa sektor, khususnya yang bersinggungan langsung dengan komoditas energi dan pertambangan.
“Pendapatan yang turun akibat harga komoditas yang lesu, serta biaya-biaya yang cukup tinggi lantaran kurs yang lemah, telah menekan margin emiten di sektor tersebut, kecuali untuk emiten komoditas emas,” ungkap dia, Jumat (2/5).
Secara umum, emiten-emiten LQ45 jelas terdampak oleh kondisi ekonomi global yang tak menentu akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Belum lagi, kondisi ekonomi domestik juga cukup menantang seiring pelemahan daya beli masyarakat, suku bunga acuan yang masih di level tinggi, serta pelemahan kurs rupiah.
Senada, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyampaikan, kinerja emiten-emiten LQ45 dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bahan Kimia Kurang Menggembirakan, Cek Rekomendasi Analis
Mulai dari depresiasi rupiah yang membuat beban impor membengkak, suku bunga acuan yang tinggi sehingga membebani cost of credit, pelemahan harga komoditas minerba, hingga permintaan global yang melemah sehingga berdampak pada penurunan ekspor.
Dia juga menilai, hasil kinerja keuangan biasanya berkorelasi dengan pergerakan harga saham emiten yang bersangkutan di pasar. Sebagai gambaran, kekhawatiran beban pembiayaan kredit yang meningkat berdampak negatif bagi emiten perbankan, di mana hal ini diikuti oleh respons pelaku pasar yang cenderung negatif.
“Capital outflow terbesar saat ini terjadi emiten perbankan dan berdampak pada pergerakan indeks LQ45 karena memiliki bobot terbesar,” ujar Audi, Jumat (2/5).