Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina, Dessy Rosalina, Harris Hadinata | Editor: Imanuel Alexander
Dua emiten baru bakal meramaikan bursa saham Indonesia, awal Oktober. Pelayaran Nelly Dwi Putri dan Provident Agro siap menjajakan sahamnya awal bulan depan. Apakah saham perusahaan pelayaran dan perkebunan ini layak dikoleksi?
Awal Oktober nanti bakal ada setidaknya dua nama perusahaan baru yang mengisi daftar emiten di Bursa Efek Indonesia. Kedua perusahaan tersebut adalah PT Pelayaran Nelly Dwi Putri dan juga PT Provident Agro. Berdasarkan prospektus awal yang diumumkan masing-masing perusahaan, kedua perusahaan ini berencana bisa mulai memperdagangkan sahamnya pada 9 Oktober mendatang.
Pelayaran Nelly merupakan perusahaan pelayaran dengan fokus bisnis pada jasa penyewaan kapal. Sedangkan, Provident Agro, sesuai dengan namanya, merupakan perusahaan yang bergerak di industri perkebunan kelapa sawit. Saat ini, Provident memiliki 11 kebun kelapa sawit. Kebun-kebun perusahaan ini berlokasi di Sumatra dan Kalimantan.
Penawaran di Oktober
Pekan lalu, kedua calon emiten bursa saham tersebut sudah merampungkan proses penawaran awal (bookbuilding). Namun, sampai berita ini ditulis, Kamis lalu (20/9), kedua calon emiten tersebut masih belum mengumumkan harga pasti saham perdana masing-masing.
Yang pasti, pekan depan kedua perusahaan ini bakal mulai menjajakan sahamnya pada pelaku pasar. Provident menjadwalkan penawaran awal saham perdana pada 2 - 3 Oktober. Sementara, Nelly mematok masa penawaran pada 2 Oktober sampai 4 Oktober.
Penawaran saham perdana dari kedua perusahaan ini tentu bakal menambah pilihan saham untuk mengisi keranjang portofolio investor. Tapi, apakah saham kedua perusahaan ini memang layak dan menjanjikan untuk dimasukkan dalam keranjang investasi Anda? Simak ulasan para analis berikut ini.
Pelayaran Nelly Dwi Putri
Pelayaran Nelly berencana melepas 350 juta saham ke pasar. Jumlah tersebut setara 14,89% dari total modal disetor. Dengan harga penawaran sebesar Rp 160 - Rp 190 per saham, perusahaan pelayaran ini berpotensi meraup dana segar sebesar Rp 56 miliar - Rp 60 miliar dari hajatan penawaran saham perdana ini.
Lautandhana Securindo, sebagai penjamin emisi initial public offering Nelly, menilai, harga saham yang ditawarkan sangat menarik. Presiden Direktur Lautandhana Wientoro Prasetyo menuturkan, harga saham perdana Nelly mencerminkan price to earning ratio (PER) di kisaran 6 kali sampai 7,1 kali. “Harga IPO tersebut lebih murah dari PER sektor pelayaran yang sebesar 8,3 kali,” sebut Wientoro.
Direktur Utama PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tjahja Tjugiarto mengatakan, saat ini industri kayu dan kertas merupakan pengguna jasa kapalnya yang terbesar. Pendapatan dari industri tersebut menyumbang 85,17% dari total pendapatan.
Konsumen Pelayaran Nelly, antara lain PT Laju Dinamika Utama, yang merupakan anak usaha PT Riau Andalan Pulp & Paper Tbk, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, serta PT Panca Usaha Palopo Plywood. Selain mengangkut kayu dan kertas, Nelly melayani industri pertambangan, yang menyumbang sekitar 12% dari total pendapatannya.
Tjahja menyebut, pihaknya akan menggunakan sekitar 20% dana hasil IPO untuk tambahan modal kerja. Sementara, 80% akan digunakan untuk membeli 11 set kapal tunda dan kapal tongkang. Satu set kapal tunda dan kapal tongkang ditaksir memakan biaya Rp 25 miliar.
Selain menggunakan dana IPO, perseroan ini juga akan mencari pinjaman dana untuk menutupi sisa kebutuhan dana pembelian kapal. Catatan saja, saat ini Pelayaran Nelly sudah memiliki 31 kapal tunda dan 38 kapal tongkang.
Per September ini, Pelayaran Nelly telah membeli tiga set kapal tunda dan dua set kapal tongkang. Untuk membeli kapal-kapal tersebut, Pelayaran Nelly menggunakan dana sekitar Rp 27 miliar untuk tiga set kapal tunda dan US$ 3,58 juta untuk dua set kapal tongkang. Dana tersebut diambil dari belanja modal perseroan ini.
Tjahja juga bilang, saat ini Pelayaran Nelly sudah mendapatkan persetujuan kredit dari bank DBS sebesar US$ 1,28 juta. Duit tersebut nanti akan digunakan untuk membayar dua set kapal tunda.
Pelayaran Nelly memang gencar melakukan pembelian kapal baru demi mengejar target pendapatan di akhir 2012 sebesar Rp 215 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi sekitar 15,6% dari pendapatan di 2011 yang sebesar Rp 186 miliar. Perusahaan ini juga menargetkan laba bersih di 2012 bisa naik 7,93% menjadi Rp 62,6 miliar.
Manajemen Pelayaran Nelly menargetkan, penambahan 11 set kapal dari dana hasil IPO akan tercermin di kinerja 2013. Tahun depan, perseroan ini menargetkan mampu membukukan pendapatan Rp 265 miliar dan laba bersih Rp 79,3 miliar. “Untuk meningkatkan pendapatan, kami juga akan menggarap pangsa pasar pertambangan dan CPO yang mulai terlihat membaik,” ujar dia.
Analis Erdikha Elit Sekuritas Alex Muhairuddin menilai, saham Pelayaran Nelly menarik dikoleksi untuk jangka panjang. Menurut dia, salah satu keunggulan Pelayaran Nelly adalah menjadi penguasa pasar di segmen industri kayu dan kertas. “Segmen ini kecil tapi pemainnya sedikit dan Pelayaran Nelly telah menjadi spesialis segmen ini,” tandasnya.
Faktor positif lainnya adalah penggunaan dana hasil IPO hampir seluruhnya untuk ekspansi. Hal ini akan mendukung pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Dari segi harga, Alex juga menilai harga IPO Pelayaran Nelly tergolong murah. Karena itu, ia merekomendasikan beli untuk saham ini.
Tapi, meski menarik secara fundamental, Alex mengingatkan agar investor juga mempertimbangkan faktor likuiditas. Bisa jadi, saham Pelayaran Nelly bakal mengikuti nasib perusahaan pelayaran lain yang sudah terdaftar di bursa. “Hampir semua saham pelayaran tidak likuid. Makanya, strateginya harus investasi jangka panjang,” imbuh Alex.
Investor juga bisa berharap mendapat dividen dari Nelly. Perseroan ini menjanjikan rasio pembayaran dividen sebesar-besarnya 30% pada pemegang saham perusahaan. Pembayaran dividen akan dimulai pada 2013 nanti, untuk laba bersih yang diperoleh di 2012.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menilai, Pelayaran Nelly juga mendapat sentimen positif dari berlakunya asas cabotage. Maklumlah, segmen konsumen perseroan ini sebagian besar adalah industri kayu dan kertas, yang merupakan jalur konsumsi domestik. Artinya, Pelayaran Nelly tidak akan bersaing dengan perusahaan perkapalan asing.
Tapi, ada beberapa sentimen negatif yang juga membayangi perseroan ini. Secara fundamental, Reza menganalisa Pelayaran Nelly dibayangi potensi beban biaya melonjak lantaran kenaikan bahan bakar minyak. Hal ini bisa terjadi jika harga minyak terus melaju, sehingga laba bersih emiten kapal ini bisa tergerus.
Reza juga menyoroti kapitalisasi pasar Pelayaran Nelly yang minim, yakni maksimal Rp 66,5 miliar. Dengan kapitalisasi pasar minim, saham Pelayaran Nelly rentan dijadikan saham gorengan. Ia merekomendasikan beli saham Pelayaran Nelly dengan strategi jangka pendek, atau hanya memanfaatkan kenaikan harga setelah listing. “Jika di kuartal tiga kinerjanya bagus, boleh koleksi jangka panjang,” imbuhnya.
Provident Agro
Bulan depan, Provident Agro bakal mulai menawarkan 1,42 miliar sahamnya ke publik. Jumlah tersebut setara dengan 25% saham perseroan ini. Harga penawaran saham perusahaan perkebunan ini Rp 420 sampai Rp 460 per saham.
Kisaran harga tersebut ditetapkan berdasarkan earned value (EV) perseroan ini. Earned value merupakan salah satu metode mengukur performa suatu perusahaan. “Nilai EV berkisar US$ 10.500 - US$ 11.500 per hektare tanaman,” kata Moleonoto, Managing Director Indo Premier Securities. Bersama DBS Vickers Securities Indonesia, Indo Premier menjadipenjamin emisi IPO Provident.
Dengan harga saham IPO tersebut, Provident bisa meraup dana sebesar Rp 597,64 miliar hingga Rp 654,55 miliar. Direktur Provident Devin Antonio Ridwan mengatakan, 85% dana hasil IPO akan dipakai untuk membiayai belanja modal anak perusahaan.
Belanja modal itu akan digunakan untuk pembebasan lahan dalam rangka perluasan area perkebunan, kegiatan penanaman perkebunan kelapa sawit dan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS). Kelak, Provident akan memberikan dana hasil IPO tersebut dalam bentuk penyertaan modal atau pinjaman bagi anak usaha.
Selain itu, Provident akan menggunakan sebanyak 15% dana IPO untuk membiayai modal kerja anak perusahaan. Modal kerja ini, antara lain digunakan untuk membeli tandan buah segar (TBS) dan pengadaan bahan baku.
Salah satu kelebihan Provident adalah sebagian besar tanaman sawitnya masih berusia muda. Pada Mei dan Juni 2012, perusahaan ini melakukan akuisisi lahan. Alhasil, total lahan tertanam bertambah dari 24.960 ha per Maret 2012 menjadi 42.759 ha. Dari situ, sekitar 27,1% masuk kelompok tanaman usia muda (4-7 tahun), 12,8% masuk kelompok usia utama (8-17 tahun), dan 8,6% masuk usia tua. Adapun, 51,5% berusia 0-3 tahun alias belum menghasilkan.
Banyaknya tanaman usia muda membuat Provident memiliki peluang meningkatkan produksinya di masa mendatang. “Rata-rata usia tanaman sawit mereka 5,5 tahun,” sebut Andy Wibowo Gunawan, analis AAA Securities.
Selain itu, katalis positif lainnya adalah nama besar pemegang saham mayoritas Provident. Asal tahu saja, salah satu pemegang saham perseroan ini adalah Saratoga Sentra Business, yang secara tidak langsung dimiliki Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga S. Uno.
Hanya saja, investor harus berpikir matang sebelum memutuskan membeli saham ini. Dalam hitungan Andy, harga penawaran Provident mencerminkan PER di kisaran 13,8 kali sampai 15,1 kali. Ini lebih tinggi ketimbang PER sektor perkebunan yang sekitar 13,6 kali. “Harga penawaran Provident mahal,” tegas Andy. Bisa jadi, potensi kenaikan harga saham tersebut akan terbatas.
Selain itu, pada kuartal satu lalu, Provident justru membukukan rugi bersih Rp 77,09 miliar. Kerugian ini terjadi karena beban Provident melonjak. Provident memang masih bisa mencatat laba komprehensif tahun berjalan Rp 69,48 miliar. “Ini karena mereka melakukan revaluasi aset,” ujar Andy. Dengan kerugian tersebut, investor tidak bisa berharap bisa mendapat dividen. Provident sendiri menegaskan tidak akan membagikan dividen hingga 2013.
Andy menuturkan, investor jangka panjang yang ingin membeli saham Provident bisa berharap pada katalis positif grup Saratoga sebagai pemegang saham. Tapi, itu tadi, si investor harus rela membeli di harga yang mahal.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 51 XVI 2012 Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News