kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.597.000   -12.000   -0,75%
  • USD/IDR 16.175   0,00   0,00%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

Mata Uang Asia Diproyeksi Tetap Kuat di Tengah Sikap Lunak Donald Trump


Senin, 27 Januari 2025 / 17:28 WIB
Mata Uang Asia Diproyeksi Tetap Kuat di Tengah Sikap Lunak Donald Trump
ILUSTRASI. Mata uang Asia diproyeksi tetap kuat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini. Sikap lunak Donald Trump terhadap tarif impor dan suku bunga menjadi katalis positif bagi pasar nilai tukar.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mata uang Asia diproyeksi tetap kuat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini. Sikap lunak Donald Trump terhadap tarif impor dan suku bunga menjadi katalis positif bagi pasar nilai tukar.

Berdasarkan data Bloomberg, mayoritas mata uang Asia kompak menguat terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah sendiri ditutup menguat 0,69% secara harian ke level Rp 16.172 per dolar AS.

Secara keseluruhan, per Jumat (24/1) hingga pukul 15.00 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia sebesar 1,15%. Selanjutnya, baht Thailand melesat 0,79% dan peso Filipina ditutup menanjak 0,62%.

Yuan China dan dolar Singapura terpantau sama-sama terkerek naik 0,49%. Berikutnya, yen Jepang terangkat 0,41%. Disusul, won Korea Selatan yang terapresiasi 0,38% dan dolar Taiwan yang sudah ditutup terangkat 0,29%. Kemudian, rupee India naik 0,23% dan dolar Hongkong menguat tipis 0,03% terhadap dolar AS.

Baca Juga: Mata Uang Asia Melemah Karena Kekhawatiran Tarif Trump, Kebijakan Fed Menjadi Fokus

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mencermati, mata uang Asia pada umumnya menguat terhadap dolar berkat sikap Trump yang lebih lunak pada China. Presiden AS ke-47 tersebut lebih menginginkan terjadinya kesepakatan daripada penerapan tarif impor.

Dalam pidato pelantikannya, Senin (20/1), Trump tidak memberlakukan tarif impor pada hari pertama ia menjabat seperti yang ditegaskan sebelumnya. Trump akan menerapkan tarif impor pada Kanada dan Meksiko sebesar 25% mulai 1 Februari 2025.

Spesifik ke China, Trump memberlakukan tarif impor hanya sebesar 10%. Besaran tarif impor tersebut jauh lebih rendah daripada ancaman sebelumnya sebesar 60%.

Pelemahan signifikan dolar AS turut dipengaruhi oleh pernyataan Trump yang menginginkan suku bunga Amerika diturunkan. Hal itu disampaikan Trump dalam Forum Ekonomi Dunia di Swiss pada hari Kamis (23/1).

‘’Pelemahan dolar AS disebabkan oleh sikap Trump terhadap suku bunga diperkirakan tidak akan berlanjut terlalu lama,’’ kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (27/1).

Lukman menambahkan, investor juga menyadari apabila kebijakan Trump lainnya yang pro-growth justru berseberangan dengan keinginannya. Namun, tentunya the Fed sebagai badan independen tidak bisa didikte dalam kebijakan mereka.

Sementara itu, keputusan Bank of Japan (BoJ) mengerek suku bunga 25 bps ke 0,5% hanya sedikit berimbas pada pergerakan mata uang regional Asia. Keputusan tersebut pun sudah jauh hari diantisipasi investor.

Menurut Lukman, sentimen risk-on di pasar Asia lebih disebabkan oleh langkah-langkah pemerintah China yang mendukung pasar saham mereka. Namun data PMI Manufaktur China terbaru yang lebih lemah dari harapan telah membebani mata uang asia hari ini.

‘’Investor masiih berharap dan mengantisipasi langkah-langkah lunak terhadap China, dan itu masih akan mendukung mata uang Asia,’’ imbuh Lukman.

Data ekonomi Amerika bakal menjadi perhatian saat ini yakni dari PDB AS kuartal IV-2024 dan inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS yang akan diliris pekan ini. Di samping itu, investor menantikan keputusan suku bunga Fed pada FOMC the Fed 28-29 Januari 2025.

Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuabi mengamati, pelemahan indeks dolar dipengaruhi oleh Trump yang akan menuntut OPEC+ untuk turunkan biaya minyak mentah, serta mendesak bank sentral global untuk memangkas suku bunga. Trump juga meminta Riyadh untuk meningkatkan paket investasi AS menjadi US$1 triliun, naik dari US$600 miliar.

Baca Juga: Ini Penyebab Rupiah Menguat 1,3% Terhadap Dolar AS Sepekan Terakhir

Di samping itu, Bank of Japan telah mengerek suku bunga 25 bps seperti harapan pasar, tetapi memperkirakan inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di tahun-tahun mendatang. Bank Sentral Jepang turut memberikan sinyal adanya kenaikan lebih lanjut.

‘’BoJ memperingatkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga lebih lanjut jika perkiraan ekonominya terpenuhi, menawarkan salah satu sinyal paling jelas tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut,’’ ungkap Ibrahim dalam risetnya, Jumat (24/1).

Kendati demikian, perlu diwaspadai dolar AS berpotensi kembali digdaya dengan adanya kemungkinan pembatasan perdagangan baru. Pasar tetap bersikap hati-hati walau adanya penundaan tarif impor yang dilancarkan Donald Trump.

Terkhusus rupiah, Ibrahim meyakini tren positif kemungkinan masih berlanjut di perdagangan pekan ini. Di perdagangan Kamis, (30/1), rupiah mungkin ditutup menguat di rentang Rp 16.110 – Rp 16.180 per dolar AS.

Lukman memproyeksikan, rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.000 – Rp 16.300 di perdagangan pekan ini. Sentimen khusus bagi rupiah yakni revisi PP Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100% untuk periode 1 tahun yang diharapkan bisa meningkatkan cadangan devisa secara drastis.

Selanjutnya: EMERGING MARKETS-FX Lower as Markets Evaluate Trump's Tariff Talk

Menarik Dibaca: Bali Mayoritas Hujan, Waspadai Hujan Petir di 3 Wilayah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×