kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Masih Berburu Dividen, Cermati Sektor-Sektor yang Potensial Ini


Jumat, 25 Maret 2022 / 00:05 WIB
Masih Berburu Dividen, Cermati Sektor-Sektor yang Potensial Ini
ILUSTRASI. Kenaikan harga komoditas berpotensi turut mengerek dividen sektor ini.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dividen menjadi pemanis yang dinantikan investor setiap tahunnya. Dividen emiten sektor pertambangan diperkirakan bakal lebih baik pada tahun ini.

Asal tahu, terdapat empat emiten berkaitan dengan batubara yang rutin membagikan dividen dan masuk dalam Indeks High Dividen 20, yakni PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT United Tractors Tbk (UNTR). Keempat emiten ini kompak mencetak kenaikan laba bersih sepanjang tahun lalu.

Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menilai, kondisi ini pun diperkirakan bakal berlanjut hingga tahun buku 2022, dimana pembagian deviden akan tetap sangat baik. Sebab, dalam tiga bulan pertama 2022 saja harga batubara masih sangat tinggi, dengan harga rata-rata di kisaran US$ 220 per ton. “Ekspektasi laba bersih juga akan melonjak lagi tahun ini,” terang Timothy kepada Kontan.co.id, Kamis (24/3).

Baca Juga: Pendapatan Sejumlah Emiten Melonjak di 2021, Begini Rekomendasi Sahamnya

Di sisi lain, terdapat sejumlah emiten yang pembagian dividennya dinilai bakal berkurang.  Investment Specialist Mirae Asset Sekuritas Rifqi Ramadhan menilai, kemungkinan pembagian dividen oleh emiten sektor barang konsumsi akan sedikit berkurang, baik dari segi yield maupun pembayarannya. Mengingat sektor ini masih dipenuhi sentimen negatif yang bisa mempengaruhi kinerja.

“Namun secara payout ratio nilainya pasti tidak akan jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Mengingat hal ini akan diambil manajemen sebagai strategi untuk menjaga kepercayaan investor di tengah story yang kurang baik bagi emiten-emiten consumer staples,” terang Rifqi.

Secara garis besar, Rifqi menilai kinerja emiten barang konsumsi masih mengalami gejolak yang cukup berat. Secara fase bisnis, mereka sudah memasuki fase mature business dengan pertumbuhan  yang relatif stagnan bahkan menurun. Ditambah, terdapat beberapa faktor eksternal yang jadi pengganjal, mulai dari kebijakan fiskal yang menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11%, kenaikan cukai rokok, serta kenaikan beberapa komoditas tani yang menjadi bahan baku.

Baca Juga: LQ45 Naik Lebih Tinggi Ketimbang IHSG, Berikut Sektor-Sektor yang Masih Jadi Pemberat

Kenaikan bahan baku ini merupakan imbas perang antara Rusia dan Ukraina selaku eksportir utama gandum dengan pasar lebih dari 29% ekspor gandum global. Faktor-faktor ini tentunya akan menjadi penggerus performa emiten-emiten seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), seiring adanya kendala pasokan bahan baku disertai dengan kenaikan harga jual rata-rata untuk gandum yang sudah naik lebih dari 40% secara tahunan.

Ditambah, pelaku pasar memang masih belum mencermati saham-saham berbasis konsumer. Ini karena memang secara sektoral preferensi pasar masih tertarik pada saham-saham komoditas yang tumbuh lebih dari 27% secara year-to-date (ytd) sebagai imbas dari kenaikan beberapa jenis komoditas.

Financial Expert Ajaib Sekuritas Yazid Muamar memberi tips dalam berinvestasi di saham yang akan memberikan dividen. Pertama, investor harus melihat dari sisi risiko agar tidak terkena dividend trap, seperti tingkat fluktuasi, likuiditas, dan berapa persentase potensi penurunan saat ex date.

Yazid mengatakan kriteria besaran yield dari dividen sebaiknya minimal dua kali dari suku bunga BI 7 day repo rate, sekaligus menghindari potensi auto rejection bawah (ARB).

Baca Juga: LQ45 Lebih Tinggi Ketimbang IHSG, Ini Sektor Saham yang Masih Jadi Pemberat

“Investor perlu melihat kecukupan likuiditas pada sebuah saham emiten, supaya ada alternative exit jika transaksi dilakukan dalam jangka pendek demi dividen agar tidak terkena dividend trap,” terang Yazid. Sebab, terdapat emiten yang sebenarnya tidak berfundamental baik dan tidak likuid yang menjadikan dividen untuk menarik perhatian investor.

Sejumlah emiten pun berencana membagikan dividen dalam waktu dekat. Misal, dividen oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 120 dengan yield 1,51%, dan dividen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) Rp 52,11 per saham dengan yield 6,4%

Secara yield, dividen dari BBCA menurut Yazid tergolong kecil. Meski demikian saham BBCA masih menarik dilihat dari pertumbuhan harga sahamnya. Sedangkan saham BJTM bisa dipertimbangkan karena menawarkan dividen yield lebih dari 6%.

Dia menilai, saham-saham tekait batubara dan alat berat sebagai pendukungnya selalu menarik untuk diperhatikan karena dividennya termasuk paling besar di bursa. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan membeli saham yang akan membagikan dividen karena akan cenderung diburu pelaku pasar sehingga harganya juga akan naik.”Terlebih jika yield-nya besar,” sambung Yazid.

Senada, Timothy menilai pembagian dividen secara rutin yang dilakukan oleh emiten tambang batubara bisa menjadi daya tarik untuk mengoleksi saham-saham di sektor ini. “Seperti UNTR, ITMG sudah menjadi langganan bagi dividend hunter, karena terkenal dengan pembagian laba yang lebih dermawan dibandingkan peers,” pungkas dia. 

Baca Juga: IHSG Diramal Masih Menguat, Cermati Pergerakan Saham PTPP, ERAA dan CTRA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×