Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi dunia saat ini tengah berada dalam ancaman resesi akibat pandemi virus corona. Tak terkecuali Indonesia yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020. Indonesia sendiri tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,3%.
Di tengah memburuknya perekonomian dan ancaman resesi, Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Toufan Yamin menilai, prospek investasi saat ini masih tetap menarik, terlebih untuk jangka panjang. Pasalnya, dengan dilonggarkannya kembali aktivitas sosial, terlihat aktivitas ekonomi mulai meningkat kembali, terlihat pada bulan Juli lalu. Sehingga ia yakin prospek investasi masih menarik selama ekonomi menunjukkan pemulihan sepanjang semester kedua tahun ini.
Toufan masih optimistis terhadap kinerja pasar saham maupun obligasi. Ia menilai, IHSG saat ini tergolong undervalued dan pasar pun sudah memperkirakan kinerja emiten di kuartal kedua pada bulan Maret-April lalu.
Baca Juga: Investasi berbasis obligasi bisa jadi pilihan investasi di masa resesi
Hasil kinerja emiten pada kuartal II- 2020 pun tercatat tidak separah ekspektasi awal tahun, terutama pada sektor perbankan. Sementara pasar obligasi pun sudah lebih stabil dan diharapkan yieldnya akan mulai turun secara kontinu.
“Walaupun pada kuartal ketiga ini volatilitas masih tinggi karena masih ada kekhawatiran jumlah kasus virus corona yang terus bertambah, perkembangan ekonomi dan tensi politik global masih akan mewarnai pergerakan bursa. Namun dengan pemulihan aktivitas ekonomi terutama pada regional Asia, kami optimistis IHSG dapat kembali menyentuh level 5.200-5.500 di akhir tahun,” ujar Toufan kepada Kontan.co.id, Jumat (7/8).
Dengan kondisi tersebut, Toufan menilai, pasar saham jadi instrumen investasi jangka panjang yang menarik. Toufan menyebut, Sucorinvest melalui reksadana Sucorinvest Equity Fund (SEF) memiliki strategi overweight terhadap sektor perbankan. Alasannya, likuiditas dan margin yang masih cukup terjaga di tengah penurunan suku bunga dan relatif singkatnya masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Sektor infrastruktur juga jadi pilihan menarik karena dengan pulihnya aktivitas manufaktur akan mendorong kembali volume permintaan gas industri dan harga gas yang cukup rendah akan menopang marjin dari sektor pembangkit. Seiring meningkatnya kembali aktivitas industri di China, permintaan komoditi terkait energi dan metal juga akan menjadi sentimen positif bagi sektor pertambangan,” tambah Toufan.
Namun, untuk investasi jangka pendek, Toufan masih menilai, pasar obligasi jadi pilihan yang paling optimal untuk saat ini. Oleh karena itu, ia merekomendasikan kepada investor berprofil moderat dengan jangka investasi lebih dari 1 tahun dapat memperbesar aset obligasinya.
“Bisa mengalokasikan investasi pada 60% reksadana pendapatan tetap atau dikombinasikan dengan SUN dengan tenor kurang lebih 5 tahun. Lalu 30% pada reksadana pasar uang atau deposito, sementara 10% sisanya pada reksadana saham,” imbuh Toufan.
Baca Juga: Resesi ekonomi mengancam Indonesia, ini saham-saham rekomendasi analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News