Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Data manufaktur China memberi efek signifikan pada laju harga nikel. Analis memprediksi kenaikan manufaktur China dapat mengangkat nikel hingga sepekan ke depan.
Mengutip Bloomberg, Selasa (2/8) pukul 15.42 waktu Singapura, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 1% ke level US$ 10.840 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, nikel melambung 4,7%.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, penguatan harga nikel tidak lepas dari ancaman pasokan Filipina serta naiknya data manufaktur China bulan Juli ke level tertinggi sejak Februari 2015.
Pelaku pasar juga semakin percaya ekonomi global akan terus membaik seiring dengan kebijakan dari beberapa negara untuk menahan perlambatan. Seperti yang dilakukan Bank Sentral Australia (RBA) dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,5%.
Nikel akhirnya mampu menanjak meski beberapa sentimen negatif juga membayangi pergerakannya. Di antaranya rilis data manufaktur Amerika Serikat (AS) yang turun menjadi 52,6 dari sebelumnya 53,2 serta penurunan manufaktur Inggris ke level 48,2 dari sebelumnya 49,1.
Ibrahim menduga kenaikan harga nikel akan terus berlangsung hingga sepekan ke depan lantaran efek positif dari data manufaktur China cukup kuat. Di samping itu, masalah lingkungan di Filipina juga terus berlangsung.
Pelaku pasar masih menanti beberapa data penting seperti data tenaga kerja AS serta neraca perdagangan China. Jika tenaga kerja AS turun dan neraca perdagangan China positif, maka peluang nikel untuk menguat pun semakin besar.
"Bisa jadi nikel akan mencapai US$ 11.200 per metrik ton pekan ini. Level tersebut kemungkinan yang tertinggi sepanjang tahun ini," ujar Ibrahim.
Sementara pada akhir tahun, nikel justru berpotensi tertekan jika The Fed menaikkan tingkat suku bunga dan berefek pada penguatan nilai tukar dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News