Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
Menurutnya, proses penjatahan ini dinilai tidak lazim dalam proses pembelian saham emiten melalui penawaran umum. Biasanya, pemesanan sejumlah saham IPO yang dilakukan oleh investor terhadap saham IPO yang wajar diperoleh sekitar 5%-10% dari jumlah permintaan.
"Tetapi yang terjadi pada kami sangat luar biasa karena pemesanan yang kami lakukan langsung dipenuhi 99,9%, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah hal ini wajar? Atau kami masuk dalam jebakan oleh emiten dan penjamin efek?" Katanya.
Oleh karena itu, sejumlah investor ritel ini kemudian meminta OJK untuk melakukan penyelidikan atau investigasi terhadap proses penjatahan penawaran tersebut.
Kemudian, mereka juga meminta agar menginvestigasi terkait pembayaran fixed allotment. "Apakah ini merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan pasar modal? Karena menurut pengamatan kami di dalam prospektus tidak dicantumkan bahwa fixed allotment akan dibayar setelah masa penawaran," paparnya.
Ia menambahkan, apa bila hal ini menyalahi aturan karena tidak mencantumkan di dalam peraturan, maka telah terjadi kondisi gagal bayar untuk alokasi fixed.
Sementara itu, dalam catatan Kontan,.co.id Hamdi Hassyarbaini, Komisaris Independen Nara Hotel menilai, kejanggalan justru ada pada pengaduan oleh sejumlah investor. Salah satu kejanggalan terjadi saat proses pemesanan saham. Investor sudah pesan saham dengan mengisi dan menandatangani formulir pemesanan pembelian saham (FPPS).
Ia bilang, investor juga sudah mencentang pernyataan sudah membaca prospektus dan siap menanggung risiko dalam FPPS tersebut. Saat pesanan dipenuhi, alih-alih menerima justru mereka menolak.
"Pesan 1.000 saham, pesanannya sudah dipenuhi, namun mereka menolak karena beralasan hanya ingin 100 saham ditambah pengembalian dana (refund)," katanya.
Menurut Hamdi, alasan penolakan tersebut karena investor heran bisa dapat banyak saham sedangkan yang selama ini terjadi adalah, investor ritel hanya mendapat porsi saham sisa penjatahan pasti atawa fixed allotment.
Baca Juga: Nara Hotel lakukan audiensi bersama OJK dan BEI
Padahal, menurut Hamdi, di pasar modal ada prinsip yang harus dipegang teguh, my word is my bond. Instruksi lisan saja tidak bisa dibatalkan, apalagi dalam FPPS tersebut yang merupakan instruksi tertulis.
"Soal perubahan sudah dimuat di prospektus. Tidak ada alasan tidak baca prospektus, mereka sudah menyatakan baca di FPPS," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News