Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah penurunan pasar saham Indonesia, lima penghuni LQ45 tercatat mengalami penurunan paling tipis. Lima saham tersebut antara lain PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Pada penutupan perdagangan Selasa (31/3), harga saham ICBP turun 8,3% year to date (ytd) ke level Rp 10.225, saham ACES turun 13,04% ytd ke level Rp 1.300, saham BBCA turun 17,35% ytd ke level Rp 27.625, saham INDF turun 19,87% ytd ke level Rp 6.350 dan saham TLKM turun 20,4% ytd ke level Rp 3.160.
Baca Juga: Lima saham di LQ45 ini penurunannya paling tipis, apa rekomendasi analis?
Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia mengatakan kelimanya memang masuk dalam kategori sektor saham defensif. Dia menjelaskan di tengah situasi ekonomi saat ini permintaan kebutuhan primer akan terus ada sehingga sektor perbankan, telekomunikasi dan konsumer cukup defensif.
"Permintaan bahan pokok seperti mie instan, gula dan beras akan menjadi buruan masyarakat. Ini dapat dilihat dari panic buying terjadi di banyak supermarket dan pembelian secara online," jelas Liza kepada Kontan.co.id, Selasa (31/3).
Selain itu, kebijakan belajar dan bekerja dari rumah serta social-distancing mendorong orang-orang melakukan pertemuan secara online. Pertemuan online tersebut meningkatkan penggunaan internet secara drastis, yang sudah dimulai dari sekarang hingga beberapa bulan ke depan.
Telkomsel mengalami peningkatan traffic layanan konvensional yaitu voice call meningkat sebesar 5%-10% dan data traffic meningkat sebesar 15%-20%. Adapun aplikasi yang berkontribusi dalam peningkatan data traffic ini adalah WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Mobile Legend. Smartfren mengakui pula terdapat kenaikan traffic sekitar 10%-15% dari bulan Februari ke Maret.
Liza juga menilai kelima saham tersebut memiliki fundamental yang sangat baik. "Hal ini dapat dilihat dari kemampuan kelima saham tersebut dalam menghasilkan laba," imbuh dia.
BBCA selama empat tahun terakhir mencatatkan pertumbuhan laba double digit dengan CAGR sebesar 12,19%. ICBP juga mencatatkan pertumbuhan laba yang cukup tinggi selama empat tahun terakhir, di mana CAGR-nya mencapai 16,37%, selain itu ICBP mencatat pertumbuhan laba sebesar 15,05% di tahun 2019.
INDF juga mencatatkan pertumbuhan laba double digit di tahun 2019 yaitu tumbuh 18,96%. Sedangkan TLKM dan ACES hingga kuartal-III 2019 mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 15,67% dan 4,27%. Secara CAGR periode 2014-2018, ACES mencatatkan pertumbuhan laba di kisaran 17,45% sedangkan TLKM di kisaran 13,7%.
Selain itu apabila dilihat dari price book value (PBV) BBCA yang saat ini hanya sebesar 3,93 kali dan berada di bawah rata-rata PBV selama lima tahun terakhir dapat dikatakan bahwa saham BBCA saat ini cukup murah.
Hal yang sama juga terjadi keempat saham lainnya di mana price earning ratio (PER) keempat saham tersebut saat ini berada di bawah rata-rata PER selama lima tahun terakhir. Sehingga dapat disimpulkan kelima saham tersebut cukup murah saat ini.
Adapun PER lima tahun terakhir ACES 24,42 kali sementara per hari ini PER ACES 22,7 kali. Rata-rata PER ICBP dalam lima tahun 27,26 kali sedangkan saat ini 24,59 kali. Rata-rata PER INDF dalam lima tahun 16,51 kali, saat ini 11,58 kali. Dan terakhir, rata-rata PER TLKM dalam lima tahun 20,06 kali sedangkan saat ini 15,6 kali.
Dari kelima saham tersebut yang banyak dilepas oleh asing (net foreign sell) di seluruh pasar adalah BBCA mencapai Rp 4,02 triliun. Sementara yang paling sedikit dilepas asing adalah INDF yaitu Rp 122,47 miliar.
Baca Juga: IHSG menguat 2,82% ke 4.838 pada akhir perdagangan hari ini
Liza merinci BBCA banyak dilepas asing lantaran Non-Performing Loan (NPL) terancam membengkak, adanya pemangkasan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) oleh beberapa emiten perbankan dan aksi profit taking. NPL terancam membengkak mengingat pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji relaksasi pengembalian kredit perbankan bagi UMKM.
Selain itu, banyak perusahaan yang terganggu dari sisi supply chain serta penurunan pendapatan yang signifikan. Kemudian aksi profit taking juga dialami oleh BBCA lantaran sudah mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu 28,56% sepanjang 2019.
Sementara itu INDF paling sedikit dilego lantaran investor menilai INDF dapat lebih stabil dan tahan terhadap tekanan virus corona saat ini. Apalagi, di tengah ketidakpastian ini masyarakat justru membeli lebih banyak kebutuhan primer, seperti produk mie instan.
Permintaan yang tinggi akan produk INDF akan meningkatkan revenue perusahaan. Oleh karena itu, asing masih punya kepercayaan untuk saham-saham defensif seperti INDF yang permintaan produknya semakin meningkat di pasar, bahkan apabila penyebaran virus corona semakin memburuk ataupun terjadi lockdown.
"Adanya sentimen seperti virus corona saat ini menjadikan saham-saham defensif ini sangat cocok untuk dibeli. Panic selling di bursa yang terjadi bisa jadi momentum untuk membeli saham-saham defensif ini yang cenderung murah," ujarnya.
Liza menyarankan buy on break Rp 1.320 saham ACES dengan target harga Rp 1.440 - Rp 1.460. Kemudian buy on weakness sekitar Rp 10.000 untuk saham ICBP dengan target harga Rp 10.700 hingga target berikutnya Rp 11.300. Untuk INDF juga disarankan buy on weakness di kisaran Rp 6.350 - Rp 6.000 dengan target harga terdekat Rp 6.800 dan target selanjutnya Rp 7.000 - Rp 7.150.
Liza juga menyarankan buy on break saham TLKM apabila mampu ditutup di atas Rp 3.230. Adapun target harga terdekat Rp 3.500 dan target berikutnya Rp 3.700 - Rp 3.800. Sementara untuk BBCA disarankan untuk speculative buy di level Rp 27.600 dengan target harga Rp 28.500 - Rp 29.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News