Reporter: Yuwono Triatmodjo, Surtan PH Siahaan | Editor: Yuwono Triatmodjo
Sudah sejak pagi, Edi terlihat hilir mudik di lantai dasar gedung Bank Mandiri, Cabang Kebon Sirih, Jakarta Pusat, kemarin. Bersama beberapa orang, karyawan perusahaan swasta di Jakarta ini mengurus pemesanan saham perdana (IPO) PT Semen Baturaja yang mulai dipasarkan, Kamis (20/6) hingga Senin (24/6).
Dalam IPO ini, Semen Baturaja melepas 2,33 miliar saham, atau setara 23,76% dari total saham dicatatkan. Bertindak sebagai penjamin emisi adalah PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas dan PT Bahana Securities.
Tak sampai satu jam, urusan Edi selesai. "Saya yakin saham ini bagus, karena semen masih sangat dibutuhkan. Apalagi ini perusahaan BUMN," tutur pria yang mengaku baru pertama kali membeli saham, saat KONTAN menyapanya.
Meski telah memesan 9.000 saham (18 lot) saham, Edi tak yakin, jumlah yang akan diperolehnya bisa sesuai pesanan. Sebab, ia harus bersaing dengan banyak calon investor lainnya.
Leni, salah seorang investor yang juga ditemui KONTAN mengaku gandrung pada saham emiten BUMN. Meski hanya memesan 100 lot saham Baturaja, warga Jakarta Barat ini, sadar jika kelak jatah yang diperolehnya tak sesuai harapan.
Berdasarkan pengalamannya saat membeli saham IPO emiten BUMN seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR), jatah yang diperoleh kurang dari separuh jumlah pesanan. Leni bahkan bercerita, pada saat bookbulding saham Semen Baturaja, salah seorang kenalannya hanya memperoleh 1% dari jumlah yang dipesan.
Cerita Leni serupa dengan kisah Marlow Riza. Pria yang tinggal di Cimanggis, Depok ini, mengaku hanya mendapat jatah 20 lot dari 2.000 lot saham Semen Baturaja. Ia memesan saham itu dari PT Danareksa Sekuritas. "Jatah lucu-lucuan, saya dapat cuma 1%," sesal pria yang sudah sejak tahun 2006 berkecimpung di dunia pasar modal tersebut.
Kondisi ini tidak terjadi kali ini saja. Marlow memperhatikan, jika perusahaan BUMN menggelar IPO, penjatahan bagi investor ritel seperti dirinya, tak pernah lebih dari 2% dari pemesanan.
Kegundahan investor ritel seperti Edi, Marlow dan Leni tersebut, boleh jadi dialami investor ritel yang lain. Apalagi, kabar tak sedap sering mereka dengar tentang adanya 'permintaan jatah' dari pihak-pihak tertentu. Maklum, harga saham emiten BUMN yang kerap melonjak drastis di hari pertama perdagangan, sering digunakan pihak-pihak tertentu itu untuk mencari keuntungan sesaat.
Tapi, Direktur Bahana Sekuritas, Andi Sidharta, membantah kalau ada jatah bagi 'pihak' tertentu. Di IPO Baturaja, misalnya, pihaknya mengalokasikan 97% porsi saham Baturaja bagi investor korporat, dan 3% bagi ritel. "Yang saya dengar oversubscribed saham Baturaja lumayan gede. Jadi bukan karena sudah dikapling-kapling. Jangan bikin rumor kayak gitu dong," tuturnya tanpa menyebutkan besaran oversubscribe tersebut.
Direktur Utama Danareksa Sekuritas, Marciano Herman, mengakui, pihak penjamin emisi memang memiliki investor prioritas. Investor tersebut masuk kategori good quality karena profil risikonya lebih kecil.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo bilang, kontroversi penjatahan saham pada IPO BUMN sudah beberapa kali terjadi. Misal, saat IPO PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). "Jadi, memang rumor soal saham BUMN yang sudah dikapling-kapling ada. Tapi, investor yang keberatan juga tidak bisa berbuat apa-apa," kata Satrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News