Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lelang surat berharga syariah negara (SBSN) alias sukuk negara pada Selasa (10/1) berpeluang membukukan penawaran dua kali lipat dari target pemerintah. Minat investor bakal tinggi, mengingat data ekonomi domestik tengah membaik. Pemerintah mematok target indikatif perolehan dana Rp 6 triliun dalam lelang ini.
Namun Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar memprediksi, lelang sukuk pemerintah pekan depan berpeluang mengoleksi kelebihan permintaan (oversubscribed) 1,5 kali–2 kali dari target indikatif, atau Rp 9 triliun hingga Rp 12 triliun.
Maklum, fundamental ekonomi dalam negeri masih berkilap. Badan Pusat Statistik mengumumkan inflasi Indonesia sepanjang 2016 hanya mencapai 3,02%. Ini sesuai target bawah pemerintah yang awalnya dipatok 3%–5%.
"Tinggal melihat pergerakan rupiah saja. Kalau kurs rupiah stabil, investor akan masuk (ke lelang)," papar Anil.
Di pasar spot pada Jumat (6/1), kurs rupiah melemah 0,03% dibandingkan hari sebelumnya ke level Rp 13.371 per dollar Amerika Serikat (AS).
Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan merilis, ada lima seri sukuk negara yang bakal dijajakan kepada para peserta lelang pekan depan. Pemerintah melelang Surat Perbendaharaan Negara Syariah seri SPN-S 11072017 dengan imbalan diskonto.
Instrumen beraset dasar barang milik negara (BMN) ini akan jatuh tempo 11 Juli 2017. Lalu ada empat seri Project Based Sukuk dengan underlying asset proyek atau kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017 dan BMN.
Di antaranya, PBS013 dengan imbalan 6,25% yang akan jatuh tempo pada 15 Mei 2019. Kemudian PBS014 dengan imbalan 6,5% yang akan kedaluwarsa pada 15 Mei 2021. Ada pula PBS011 dengan imbalan 8,75% yang bakal jatuh tempo pada 15 Agustus 2023. Serta PBS012 dengan imbalan 8,87% yang tenggat waktunya 15 November 2031.
Anil memprediksi peserta lelang akan lebih memburu obligasi negara bertenor pendek. Di kala pasar volatil, tekanan yang dialami obligasi bertenor pendek lebih kecil dibandingkan surat utang bertempo lama.
Maklum, pelaku pasar cenderung wait and see menantikan pelantikan Donald Trump sebagai Presiden ke 45 AS pada 20 Januari nanti. Mereka mencermati susunan kabinet dan realisasi kebijakan yang akan diambil Trump. "Satu dunia masih menunggu agenda itu," imbuh Anil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News