Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pada dasarnya, bermain di pasar modal, dalam hal ini reksadana harus cerdik dalam memanfaatkan momentum yang diambil dari fluktuasi pasar.
Oleh sebab itu, jika ingin masuk ke pasar reksadana haruslah jeli dan pintar. Jangan sampai terjebak hanya karena tergiur iming-iming return yang tinggi dan tetap (fixed) dalam kurun waktu tertentu.
Belum lama ini, ada cara baru yang muncul yang dilakukan manajer investasi (MI) demi menggaet investor lebih banyak. MI tersebut menawarkan produk reksadana berbalut saham repo.
Karena saham repo, maka yield tahunan yang ditawarkan terbilang menarik, fixed 12% dalam setahun. Sumber KONTAN di salah satu MI yang identitasnya tidak ingin disebutkan bilang, modus seperti itu terbilang baru. "Hanya konsep produknya saja yang lama," imbuhnya, (18/12).
Dia mengaku, sering dirayu untuk membeli saham sebuah perusahaan, sebutlah saham perusahaan A. Harga saham A ini di pasar ada di level Rp 360 per saham. Tapi dia ditawari untuk membeli saham tersebut pada level Rp 300 per saham.
Bukan hanya harga yang lebih murah yang ditawarkan, tapi perusahaan itu juga akan melakukan buyback atas saham yang sudah dibeli MI dalam kurun waktu tertentu, satu atau dua tahun misalnya.
"Kalau dia menjanjikan buyback, apalagi berani janji buyback dilakukan pada level di atas harga penjualan itu, kan, namanya perusahaan itu menggadaikan (repo) sahamnya ke saya," ujarnya.
Tidak perlu disebutkan saham emiten apa yang bisa dijadikan dasar produk reksadana berbalut saham. Yang jelas menurut analis, itu merupakan saham gorengan.
Karena saham gorengan maka harganya mudah bergerak jika dibubuhi sedikit 'cerita-cerita' yang menyenangkan. Saham itu dibuat seolah-olah bid dan offer -nya selalu ramai sehingga tampak likuid.
Nah, masalahnya sekarang tidak ada yang bisa memprediksi pergerakan pasar di masa depan. Sudah sedemikian rupa saham itu digerakkan, tapi tiba-tiba ada isu besar yang membuat pasar saham terjungkal.
Sekarang pertanyaannya, siapa yang menanggung kerugian jika skenario terburuk itu terjadi? Jawabannya adalah, investor yang terbujuk sehingga membeli produk reksa dana berbalut repo itu karena net asset value (NAV) selalu mengikuti pergerakan pasar.
"Tetapi, investor melihatnya itu merupakan bagian dari fluktuasi pasar sehingga kerugian itu dianggap wajar," tandas sumber tersebut.
Dimintai tanggapannya secara terpisah, Jemmy Paul, Fund Manager Sucorinvest Asset Management berpendapat, sebenarnya produk reksadana modus seperti itu tidak menyalahi aturan. Pasalnya, repo saham juga bukanlah tindakan ilegal dalam bursa saham.
Tapi, calon pembeli harus benar-benar tanggap. Sudah ada peraturan tegas yang menyatakan MI dilarang menjanjikan return tetap kepada calon pembeli reksadana. "Jika ada yang menjanjikan return tetap, itu sudah pasti enggak benar," tambahnya kepada KONTAN.
Lagi pula, sekarang zamannya sudah canggih. Jika ditawarkan sebuah produk reksadana bisa dicek di situs OJK, apakah produk itu sudah terdaftar. Calon pembeli juga bisa mengunduh fund fact sheet produk reksadana yang dijual dari situs MI yang bersangkutan.
Dari fund fact sheet itu bisa dilihat reksadana jenis apa yang ditawarkan. Calon pembeli juga bisa mengetahui alokasi portofolio nantinya diletakkan pada saham-saham apa saja, atau diletakkan pada instrumen mana saja.
Jika ingin berspekulasi, boleh saja membeli reksadana berbalut repo. Cermati dengan sungguh-sungguh portofolio reksadana didasari saham-saham dari emiten apa. Cermati apakah PER harga saham itu masih wajar jika dibandingkan PER industrinya.
"Jangan lupa juga simak risiko manajemen, dalam hal ini fundamental emitennya. Kalau fundamentalnya jelek lalu emiten itu gagal buyback pada tenggat waktu yang ditentukan (default) karena enggak punya duit bagaimana?" tutur Jemmy.
Sudah default, bid -nya pun menjadi sepi. Karena sepi maka para investor ingin menjadi yang pertama untuk menjual sehingga harga sahamnya semakin anjlok yang juga akan menggerus return reksadana. Jika sudah seperti ini, niat untung malah jadi buntung.
Hal lain yang perlu diingat, lanjut Jemmy, repo tidak hanya bisa dilakukan pada saham, tapi juga bisa dilakukan untuk obligasi. Dengan kata lain, adanya reksadana berbalut obligasi repo juga bisa saja muncul.
Kebetulan, obligasi yang dibungkus menjadi reksa dana pendapatan tetap (RDPT) juga bisa memberikan return tinggi dan cenderung tetap setiap tahunnya. Jika seperti ini, hal yang paling mudah adalah melihat yield rata-rata RDPT secara keseluruhan yang diterbitkan oleh semua MI.
Jemmy bilang, saat ini yield rata-rata RDPT sekitar 9% hingga 10%. "Jika yield-nya sedikit saja di atas, mungkin 12%-13%, itu berarti ada sesuatu yang salah," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News