kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Larangan penggunaan antibiotik unggas dongkrak harga ayam emiten poultry


Minggu, 05 Agustus 2018 / 21:16 WIB
Larangan penggunaan antibiotik unggas dongkrak harga ayam emiten poultry
ILUSTRASI. Peternakan Ayam


Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten-emiten sektor perunggasan atau poultry tergolong ciamik di semester pertama lalu berkat kenaikan harga ayam Broiler dan Day Old Chicken (DOC). Sejumlah analis pun membeberkan penyebab kenaikan harga tersebut bisa terjadi.

Dalam riset 3 Agustus, Analis BCA Sekuritas, Johanes Prasetya menyatakan, kenaikan harga ayam broiler dan DOC disebabkan oleh jumlah suplai yang berkurang. Hal ini disinyalir sebagai dampak dari larangan penggunaan Antibiothic Growth Promoters (AGP) kepada para peternak unggas oleh pemerintah sejak Januari 2018.

AGP merupakan antibiotik yang digunakan sebagai pakan ternak untuk mencegah penyakit sekaligus mempercepat pertumbuhan. Akibat larangan tersebut, risiko kematian unggas menjadi lebih tinggi. Pasalnya, belum semua peternak siap untuk memenuhi kebijakan tersebut, terutama peternak yang tidak memiliki fasilitas memadai.

“Dengan kondisi demikian, harga ayam broiler dan DOC dapat bertahan selama sisa tahun ini, dan dapat naik sekitar 5%-10% pada 2019 mendatang,” papar Johanes.

Adeline Solaiman, Analis Danareksa Sekuritas menambahkan, setelah larangan penggunaan AGP diberlakukan, rata-rata pertumbuhan ayam yang diternak hanya mencapai 1,4 kilogram per bulan. Padahal, dahulu rata-rata pertumbuhannya bisa mencapai 2 kilogram per bulan. Perlambatan inilah yang membuat suplai ayam broiler dan DOC di pasar berkurang sehingga harganya melambung.

Sebenarnya, pertumbuhan ayam masih bisa dipercepat dengan menggunakan suplemen khusus. Namun, untuk membeli suplemen tersebut dibutuhkan biaya yang cukup besar. Alhasil, kemungkinan hanya perusahaan-perusahaan kelas kakap saja yang bisa membelinya.

“Kalau pemain seperti JPFA, CPIN, MAIN masih bisa karena dananya banyak. Lain cerita kalau pemain kecil di sektor poultry,” imbuh Adeline, Jumat (3/8).

Adeline sendiri menjagokan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) sebagai emiten poultry yang berpeluang memperoleh kinerja kinclong hingga akhir tahun nanti. Ia memberi rekomendasi beli untuk emiten tersebut dengan target Rp 2.600 per saham.

Adapun Johanes menyukai JPFA dan CPIN berkat diversifikasi usahanya yang bisa berguna untuk meminimalisir risiko bisnis di kemudian hari. Keduanya sama-sama direkomendasikan beli dengan target Rp 3.300 per saham untuk JPFA dan Rp 6.000 per saham untuk CPIN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×