kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Larangan ekspor bijih nikel dipercepat, begini tanggapan produsen nikel


Selasa, 29 Oktober 2019 / 18:13 WIB
Larangan ekspor bijih nikel dipercepat, begini tanggapan produsen nikel
ILUSTRASI. Sejumlah articulated dump truck mengangkut material di pertambangan nikel PT. Vale di Soroako, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019). BKPM memastikan Indonesia bakal menyetop ekspor nikel ore per 29 Oktober 2019


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan Indonesia bakal menyetop ekspor nikel ore per 29 Oktober 2019. Kesepakatan tersebut lahir dari diskusi yang dilakukan oleh asosiasi nikel, pengusaha, dan pemerintah.

Apabila mengacu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya mineral (Permen ESDM), larangan ekspor komoditas bijih nikel ini akan berlaku per 1 Januari 2020.

Percepatan penghentian ekspor ini bertujuan untuk mendukung upaya hilirisasi. Salah satu produsen nikel PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) akan mematuhi semua ketentuan yang dikeluarkan pemerintah.

Johanes Supriadi, Corporate Secretary Central Omega Resources mengungkapkan, pihaknya belum dapat banyak komentar perihal percepatan larangan ekspor bijih nikel yang disampaikan BKPM.

Baca Juga: Larangan ekspor bijih nikel berlaku, volume transaksi saham INCO dan ANTM terbesar

"Kami belum bisa komentar banyak sebab baru kemarin diumumkan dan secara aturan sebenarnya tidak ada yang berubah dari ketentuan terakhir. Pada prinsipnya tentu kami akan selalu mematuhi semua ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (29/10).

Meski demikian, ia mengaku hal ini tentu akan berdampak terhadap kinerja perusahaan. Johanes menambahkan, percepatan ekspor bakal mengurangi pencapaian dari penjualan bijih nikel. "Hanya saya belum bisa memastian berapa jumlahnya," tambahnya.

Sebagai informasi, emiten ini mulai terjun di bidang pertambangan bijih nikel pada 2008 dan mulai mengekspor bijih nikel sejak 2011. Tambang nikel DKFT tersebar di Pulau Sulawesi tepatnya di Morowali, Sulawesi Tengah dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Nah sebagai strategi ke depannya, DKFT akan menggenjot kinerja dengan mengoptimalkan produksi dari smelter yang sudah beroperasi. "Kami akan mengoptimalkan kinerja smelter yang sudah beroperasi," terangnya.

DKFT membangun smelter tahap I pada 2017 silam dengan kapasitas 100.000 metrik ton feronikel per tahun menggunakan blast furnance technology. Saat ini DKTF tengah meneruskan pengembangan smelter feronikel tahap II berkapasitas 200.000 metrik ton feronikel per tahun yang targetnya akan mulai dibangun tahun depan dan bakal rampung pada pertengahan 2022.

Baca Juga: Larangan ekspor bijih nikel berlaku per 29 Oktober 2019, begini kata Kementerian ESDM

Jika melihat laporan keuangan semester I 2019, DKFT meraup penjualan sebesar Rp 380,83 miliar atau melonjak 159,15% dari periode sama tahun lalu Rp 146,95 miliar. DKFT juga sudah memperoleh laba bersih sebesar Rp 38,96 miliar, padahal pada semester 1 2018 DKTF masih menanggung rugi Rp 31,40 miliar.

Sementara Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO, anggota indeks Kompas100) Nico Kanter menganggap langkah ini sebagai hal yang positif untuk perusahaan ataupun Pemerintah.

"Vale selalu mendukung hilirisasi mineral di Indonesia, bahkan sejak awal memang kami telah memiliki smelter dan tidak pernah mengekspor ore," tuturnya kepada Kontan.co.id, Selasa (29/10).

Nico mengatakan, penyetopan ekspor bijih nikel akan mendukung rencana pemerintah untuk mengembangkan industri kendaraan listrik, dimana nikel dengan kadar di bawah 1.7% merupakan salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik yang dapat diproses dengan teknologi yang ada saat ini.

Baca Juga: Ekspor nikel ore dihentikan, BKPM: Selama ini rugi terus

Analis Panin Sekuritas William Hartanto melihat, percepatan larangan ekspor nikel bisa meningkatkan penyerapan produk dalam negeri dan membuat harga nikel menguat. Ia bilang, saham-saham produsen nikel saat ini masih menarik dengan adanya sentimen positif kenaikan harga nikel.

"Selagi pemerintah ingin menggarap mobil listrik ini bisa menjadi sentimen tambahan untuk saham-saham tersebut," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (29/10).

Ia merekomendasikan buy saham INCO dengan target harga Rp 4.500 per saham sampai akhir tahun. William juga menyarankan buy saham DKFT dengan target harga Rp 250 per saham.

William pun memberikan rekomendasi investor buy saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM, anggota indeks Kompas100) dengan target harga Rp 1.200 per saham dan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA) sebesar Rp 100 per saham.

Baca Juga: Larangan ekspor bijih nikel dipercepat, APNI tagih aturan tata niaga domestik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×