kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,74   -6,61   -0.71%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laporan Keuangan Dirilis, Ini Pilihan Saham Blue Chip Jelang Window Dressing


Senin, 14 November 2022 / 08:08 WIB
Laporan Keuangan Dirilis, Ini Pilihan Saham Blue Chip Jelang Window Dressing
ILUSTRASI. Laporan Keuangan Dirilis, Ini Pilihan Saham Blue Chip Jelang Window Dressing


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan perusahaan dengan saham blue chip pada kuartal III 2022 sudah banyak yang dirilis. Lalu, saham blue chip apa yang memiliki prospek bagus sebagai portofolio investasi?

Saham blue chip adalah jenis saham dari perusahaan dengan kondisi keuangan prima, serta beroperasi selama bertahun lamanya. Di Indonesia, saham-saham yang masuk dalam kategori blue chip berada pada daftar indeks LQ45.

Saham jenis blue chip sangat cocok untuk Anda yang ingin berinvestasi jangka panjang. Pada saat pergerakan market tidak menentu, saham blue chip biasanya cenderung stabil.

Catatan Kontan.co.id, sebanyak 31 emiten di jajaran indeks LQ45 telah melaporkan kinerja keuangan kuartal III-2022. Mayoritas emiten dengan saham blue chip itu punya kinerja apik dengan meraih lonjakan laba bersih.

Sektor perbankan solid mencetak pertumbuhan laba di level double digit. Begitu pula dengan sektor energi berbasis batubara yang laba bersihnya meroket triple digit alias ratusan persen dalam periode sembilan bulan.

Baca Juga: Prediksi IHSG Senin (14/11) Naik, Analis Rekomendasi Cermati 8 Saham Pilihan Ini

Sektor teknologi juga bisa membukukan bottom line yang cemerlang akibat perolehan laba investasi. Tengok saja PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).

Laba bersih EMTK per kuartal III-2022 meroket 2.454% secara tahunan (YoY). Lonjakan signifikan itu didorong oleh laba atas investasi neto EMTK yang melesat 1.741,64% menjadi Rp 5,06 triliun.

Nasib serupa dialami BUKA, yang kinerjanya terdongkrak laba nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi. BUKA membukukan Rp 5,13 triliun, dari posisi nol per kuartal III-2021.

BUKA pun berhasil membalikkan kinerja dari posisi rugi Rp 1,12 triliun per kuartal III 2021 menjadi laba bersih Rp 3,62 triliun hingga September 2022.

Meski mayoritas laba LQ45 melonjak tajam, tapi dampaknya terhadap kenaikan harga saham setelah rilis kinerja tak begitu signifikan. Analis melihat sejumlah faktor yang melatari kondisi tersebut.

Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyoroti pergerakan LQ45 sejalan dengan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Laju LQ45 masih tertahan oleh MA60, meski pada perdagangan Jum'at (11/11) disertai dengan tekanan beli yang besar.

Di sisi lain, Herditya melihat pelaku pasar sudah terlebih dulu mengantisipasi pertumbuhan kinerja emiten LQ45 sebelum laporan kuartal III dirilis. Artinya, ekspektasi pelaku pasar sudah tercermin pada harga saham saat laporan terbit alias priced in.

"Melihat dari respons pasar atas rilis laporan keuangan, tampaknya sudah tercermin dari pergerakan sebelum rilis. Jadi cenderung priced in, karena pelaku pasar sudah dapat memperkirakan kinerjanya," jelas Herditya kepada Kontan.co.id, Minggu (13/11).

Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro turut memandang saham LQ45 sudah ter-price in. "Laporan keuangan hanya sentimen jangka pendek yang mengkonfirmasi kejadian selama tiga bulan sebelumnya. Jadi pasar akan lebih mencermati bagaimana prospek tiap saham ke depan," sebut Nico.

Sedangkan dari sisi kinerja keuangan per kuartal III-2022, rata-rata pertumbuhan net income terbesar dicatatkan oleh sektor teknologi, energi, industri, dan keuangan. Dengan catatan, lonjakan laba bersih sektor teknologi dipicu oleh peningkatan laba investasi.

Lebih lanjut, Nico menyoroti  momentum sektoral masing-masing emiten. Dia mencontohkan saham-saham batubara yang secara kinerja masih kompak menunjukkan hasil yang cemerlang dalam periode sembilan bulan.

Namun, dengan sentimen yang ada saat ini ditambah volatilitas harga komoditasnya, saham-saham batubara cenderung meredup. Sebaliknya, pelaku pasar masih merespons positif terhadap prospek perbankan dan semen.

Contohnya pada saham emiten perbankan berkapitalisasi jumbo (big caps) seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Dalam sebulan terakhir, harga saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) juga masih menguat. Sementara itu, EMTK juga punya momentumnya tersendiri.

Tak hanya dari lonjakan laba bersih, tren naik EMTK ikut didorong ekspektasi pelaku pasar terhadap prospek bisnisnya. Terutama dengan dominasi hak siar olahraga dan gelaran Piala Dunia 2022 yang segera bergulir.

Rekomendasi saham blue chip

Walau dengan kinerja sektoral yang bervariasi, tapi Nico menilai saham-saham blue chip di indeks LQ45 menarik dilirik menjelang akhir tahun. Terlebih untuk menangkap potensi window dressing yang akan mendongkrak kinerja sejumlah saham unggulan. "Khususnya big caps, karena mayoritas sahamnya memiliki porsi yang besar dalam dana kelolaan manajer investasi," kata Nico.

Saham-saham blue chip batubara bisa dicermati dengan Price to Earning Ratio (PER) yang masih tergolong murah seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Hanya saja, Nico punya catatan. "Untuk saham sektor energi perlu juga melihat pergerakan harga komoditas global yang berpengaruh besar terhadap gerak harga sahamnya," imbuh Nico.

Kemudian, saham perbankan bisa menjadi rujukan. Nico menyarankan saham BMRI dengan rasio price to book value (PBV) yang masih 2,08.

Lalu saham BBNI dengan PBV 1,28, dan BBRI dengan PBV 2,44. Ketiganya masih lebih murah dibandingkan rata-rata industri perbankan yang sebesar 3,51.

Baca Juga: BI Berpotensi Kembali Menaikkan Suku Bunga Acuan, Saham Sektor Ini Bisa Dilirik

Financial Expert Ajaib Sekuritas, M. Julian Fadli juga merekomendasikan saham-saham perbankan. Secara teknikal, Fadli menyarankan pelaku pasar mengoleksi saham BBCA pada area Rp 8.750 - Rp 8.850, dengan target harga Rp 9.350.

Berikutnya, beli saham BMRI pada Rp 10.250 - Rp 10.400 dengan target harga pada resistance terdekat di Rp 10.850. Selain perbankan, Fadli juga menyarankan untuk melirik saham infrastruktur telekomunikasi.

Rekomendasi Fadli, buy on weakness saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) pada harga Rp 4.070 - Rp 4.120, untuk target pada resistance Rp 4.340. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan cutloss jika menembus support Rp 4.020.

Kemudian, emiten menara PT Tower Bersama Infrastructrure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) bisa dipertimbangkan untuk jangka panjang. Sejalan dengan penetrasi internet dan digitalisasi yang terus dipacu setiap tahun.

Sedangkan Herditya menjagokan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 2.200 - Rp 2.300, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan target harga Rp 7.800 - Rp 8.250.

Selanjutnya, saham PT Astra International Tbk (ASII) dengan target Rp 6.750 - Rp 6.850 dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) dengan target harga Rp 1.600 - Rp 1.650.

Itulah rekomendasi saham blue chip untuk dipertimbangkan sebagai portofolio investasi Anda. Ingat disclaimer on, segala risiko investasi atas rekomendasi saham di atas menjadi tanggung jawab Anda sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×