Reporter: Namira Daufina | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Posisi rupiah kembali meringkuk lemah sepanjang sepekan terakhir. Analisis terbesar mengarah pada tekanan eksternal yang terlampau tinggi.
Di pasar spot, Jumat (4/12) valuasi rupiah merangkak naik 0,07% ke level Rp 13.834 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Meski demikian nilai tukar ini sudah merosot 0,23% dalam sepekan terakhir. Sejalan, di kurs tengah Bank Indonesia posisi rupiah di akhir pekan terangkat 0,08% di level Rp 13.833 per dollar AS namun sepekan tersungkur 0,62%.
Reny Eka Putri, Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk menuturkan sepanjang pekan ini rupiah memang tertekan oleh keperkasaan USD. Sebabnya di awal pekan, pelaku pasar mengantisipasi langkah European Central Bank (ECB) yang menyebabkan posisi USD terdongkrak.
“Padahal dari data ekonomi Amerika Serikat sendiri sebenarnya tergolong negatif namun koreksi USD tak kunjung memberi ruang bagi rupiah untuk unggul,” jabar Reny. Memang sepanjang pekan ini rentetan data AS memberikan hasil kurang memuaskan seperti pending home sales, ISM manufacturing PMI, serta ISM non manufacturing PMI.
Sedangkan rupiah sendiri sebenarnya cukup mendapat daya tahan dari positifnya data inflasi di awal Desember 2015. "Namun nyatanya itu tidak bisa bertahan lama," ujar Reny. Apalagi ketika index USD menyentuh level 100.
Minimnya data domestik jadi penyebab tekanan koreksi rupiah kian membengkak. Ditengah ketidakpastian pelaku pasar yang membuncah, pelaku pasar cenderung beralih ke aset aman seperti USD.
"Karena pasar hold USD, mata uang lawannya termasuk rupiah pun kehilangan pamor dan tersungkur," kata Reny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
