Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Top line dan bottom line PT Timah Tbk (TINS) kompak merosot pada semester I-2023. Pendapatan dan laba TINS terjun terseret penurunan volume penjualan dan harga rata-rata logam timah.
Dalam laporan keuangan yang terbit di Bursa Efek Indonesia (BEI), TINS mengantongi pendapatan senilai Rp 4,57 triliun pada semester I-2023. Merosot 38,82% dibandingkan raihan Rp 7,47 triliun pada semester I-2022.
Secara bottom line, laba bersih TINS merosot lebih tajam dengan hanya mencapai Rp 16,26 miliar pada semester I-2023. Keuntungan TINS terjun 98,5% dibandingkan laba bersih yang diraih pada semester I-2022 senilai Rp 1,08 triliun.
Penurunan kinerja TINS menular terhadap pergerakan sahamnya. Sepanjang perdagangan Jumat (1/9), harga TINS turun 2,20% ke level Rp 890 per saham. Jika dihitung sejak awal tahun (year to date), harga saham TINS sudah melorot 23,93%.
Baca Juga: Bumi Serpong Damai (BSDE) Merambah ke Bisnis Air Minum, Cermati Rekomendasi Analis
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan memperkirakan langkah TINS masih cukup berat di sisa tahun ini. Felix belum melihat ada katalis positif yang signifikan terhadap outlook pasar dan harga timah global.
Apalagi, pasar dan harga logam dunia dibayangi sentimen negatif dari gagal bayarnya pengembang properti besar di China. Aktivitas manufaktur di Negeri Tirai Bambu itu juga masih di bawah zona ekspansif. Toh, penjualan logam timah TINS pun mengalami penurunan 16% (YoY) pada semester I-2023.
"Jadi tinggal menanti bagaimana performa produksi timah TINS yang dapat naik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jum'at (1/9).
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menimpali, prospek kinerja TINS bisa tertopang oleh potensi industri di dalam negeri. Meski dengan jangka waktu yang lebih panjang, permintaan timah di pasar domestik bisa ikut terdongkrak oleh geliat industri manufaktur, terutama untuk komponen otomotif dan kendaraan listrik.
Sebagai informasi, penjualan ekspor TINS merosot 43,98% secara tahunan (YoY) dari Rp 6,73 triliun menjadi Rp 3,77 triliun pada semester I-2023. Sedangkan penjualan lokal mengalami kenaikan 7,13% (YoY) dari Rp 741,13 miliar menjadi Rp 793,98 miliar.
Penjualan logam timah TINS hingga Juni 2023 mencapai Rp 3,34 triliun, turun 43,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan logam timah berkontribusi 73,08% terhadap total pendapatan TINS di semester I-2023.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS Fina Eliani membeberkan terjadi penurunan sebagian harga logam pada akhir semester I-2023. Hal ini terjadi di tengah permintaan global yang lemah dan peningkatan persediaan logam timah di gudang LME, sehingga mengakibatkan harga logam timah berfluktuasi cenderung menurun.
"Kondisi harga jual rerata logam timah dan cuaca yang belum mendukung sampai dengan semester I-2023 masih menjadi penyebab penurunan produksi timah yang menggerus laba bersih Perseroan," kata Fina dalam keterbukaan informasi di BEI, Kamis (31/8) malam.
Baca Juga: Pertamax Green 92 dan 95 Bakal Dipasarkan, Ini Rekomendasi Saham Emiten Etanol
Dalam laporan operasional hingga kuartal II-2023, TINS memproduksi bijih timah sebanyak 7.755 ton Sn. Terdiri dari produksi darat 2.653 ton Sn dan laut 5.102 ton Sn. Produksi bijih timah mengalami penurunan 22% dibandingkan periode yang sama tahun 2022 dengan volume 9.901 ton Sn.
Produksi logam timah TINS ikut turun 8% secara tahunan dari 8.805 metrik ton menjadi 8.100 metrik ton. Begitu juga dari sisi penjualan logam timah yang merosot 16% secara tahunan dari 9.942 metrik ton menjadi 8.307 metrik ton.
Pada saat yang sama, harga jual rata-rata logam timah anjlok 35% menjadi US$ 26.828 per metrik ton. Dibandingkan harga jual rata-rata semester I-2022 lalu senilai US$ 41.110 per metrik ton.
Dalam periode setengah tahun 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92% dengan enam besar negara tujuan ekspor, meliputi Jepang 17%; Korea Selatan 14%; Belanda 11%; Amerika Serikat 9%; Taiwan 9%; dan India 8%.