Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Permintaan semen melambat mempengaruhi kinerja emiten semen sepanjang tahun lalu. Kenaikan tarif dasar listrik memperburuk industri ini.
Tantangan sektor semen tak berhenti sampai di situ. Tahun ini, emiten sektor semen masih menghadapi tantangan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan produsen semen BUMN menurunkan harga Rp 3.000 per sak. Meski himbauan hanya ke produsen semen BUMN, mau tak mau, produsen semen swasta menurunkan harga jual untuk mempertahankan pangsa pasar.
Tahun lalu, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mencatat pendapatan Rp 26,99 triliun, tumbuh 10,16% dibanding tahun sebelumnya. Namun, produsen semen pelat merah ini hanya mampu meraup laba bersih Rp 5,65 triliun atau tumbuh 3,72% dari 2013.
Sementara PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) membukukan pendapatan Rp 19,99 triliun, 7% lebih tinggi dari tahun 2013. INTP mampu meningkatkan laba bersih 5,4% menjadi Rp 5,27 triliun.
Pertumbuhan kinerja rupanya tak dirasakan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB). Meski pendapatan tumbuh 8% menjadi Rp 10,5 triliun, laba bersih produsen semen asal Swiss ini justru anjlok 29,8% di Rp 668,35 miliar.
Kondisi PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) sami mawon. Pendapatan SMBR naik 3,4% menjadi Rp 1,17 triliun. Sedangkan laba bersih tumbuh 5,2% jadi Rp 328,34 miliar.
Secara keseluruhan, laba bersih emiten semen di 2014 Rp 11,9 triliun hanya tumbuh 2,5% dari tahun 2013, sebesar Rp 11,6 triliun. Turunnya laba bersih SMCB menyeret kinerja sektor semen di tahun lalu.
Marwan Halim, Analis UOB Kay Hian dalam riset 20 Maret 2015 menyebutkan, kinerja INTP sejalan dengan proyeksi. INTP mampu mengimbangi kenaikan biaya dengan kenaikan pendapatan bunga 44%. INTP berhasil mempertahankan net margin di 26%-27%.
Sementara kinerja SMGR di bawah perkiraan Marwan. Net margin SMGR turun menjadi 21% karena keuntungan nilai tukar turun. Demikian juga kinerja SMCB di bawah perkiraan. Margin laba bersih SMCB turun menjadi 6% di tahun 2014 dibanding 2013 sebesar 10%. Hal ini lantaran penurunan beban keuangan tidak bisa mengimbangi kenaikan biaya.
William Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya Securities, menambahkan, emiten semen makin diuntungkan jika rupiah kembali menguat. Sebab, rupiah melemah bisa menambah beban emiten semen. Apalagi, emiten semen masih harus menghadapi kenaikan tarif dasar listrik yang bisa menjadi beban sektor semen. Belum lagi ada kenaikan upah minimum regional.
Tahun ini Marwan berharap, total penjualan semen naik 7% menjadi 64 juta ton, dari 2014 60 juta ton. Dia merekomendasikan overweight saham semen dan memilih INTP sebagai top pick. William merekomendasikan SMGR, INTP, SMCB, dan SMBR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News