Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencetak kinerja yang solid pada kuartal pertama tahun ini. Dari segi pendapatan, emiten ini membukukan pendapatan senilai US$ 235,09 juta atau tumbuh 13,81% dari periode sama tahun lalu US$ 206,56 juta.
Peningkatan kinerja tersebut didorong kenaikan harga jual rata-rata nikel sebesar 25,30% yoy menjadi US$ 17.432 per metrik ton. Padahal dari segi volume turun 9,17% pada kuartal pertama tahun ini.
Laba bersih juga melesat 100,77% menjadi US$ 67,65 juta pada kuartal pertama tahun ini, ketimbang laba bersih pada periode sama tahun lalu sebesar US$ 33,69 juta.
Melihat realisasi kinerja kuartal pertama tahun ini, analis MNC Sekuritas Aqil Triyadi memprediksi laba bersih INCO mampu tumbuh 66% pada tahun ini. Sebagian besar didorong kenaikan harga jual yang tinggi serta kemuampuan emiten untuk mengelola biaya.
Baca Juga: Tahun 2025, Vale Indonesia (INCO) Incar Kenaikan Produksi Hingga Tiga Kali Lipat
Per 16 Juni 2022, harga nikel ditutup naik 2,37% menjadi US$ 25.857 per mt. Sementara secara tahunan, harga nikel sudah naik signifikan 45,7% yoy dan naik 25,57% secara ytd sejalan dengan adanya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang mengganggu rantai pasokan.
Permintaan nikel secara global untuk baterai lithium-io diperkirakan meningkat 20% tahun ini karena solidnya permintaan kendaraan listrik (EV) menjadi hampir 410.000 ton di tahun 2022, ketimbang 330.000 ton di tahun lalu.
Indonesia mencatat total ekspor nikel di pada tahun lalu mencapai 166.300 ton atau naik 78,85% yoy, dengan tujuan ekspor terbesar ke Jepang dengan 83.160 ton. Diikuti China dengan volume 82.400 ton.
"Kami yakin, harga nikel akan tetap tinggi di tahun 2022, karena ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, diikuti dengan meningkatnya permintaan dan terbatasnya cadangan nikel mengikuti kebijakan larangan ekspor bahan mentah dari Indonesia," tulis Aqil dalam riset.
Ia memperkirakan, harga nikel akan tetap tinggi pada USS 20.000 per mt di 2022.
Aqil menambahkan, rencana pembangunan smelter INCO juga akan meningkatkan target produksi, sesuai dengan perkembangan EV serta permintaan baterai. Menurut Bloomberg, 51% dari bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai tersebut adalah lithium dan logam baterai lainnya, termasuk nikel.
Lebih lanjut, Aqil memperkirakan, volume produksi INCO akan ada pada level 62.000 - 64.000 ton di tahun ini, mengingat keterlambatan dalam penyelesaian proyek pembangunan ulang furnance 4 hingga 22 Mei.
Aqil mempertahankan rekomendasi buy saham INCO dengan target harga lebih tinggi yakni di Rp 7.800 per saham.
Baca Juga: Menilik Prospek Saham-saham Emiten Logam Industri di Paruh Kedua 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News