Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah saat ini tengah tertekan. Pada Rabu (4/10), rupiah Jisdor berada di level Rp 15.636 per dolar Amerika Serikat (AS), melemah 0,23% dibanding hari sebelumnya yang berada di level Rp 15.600 per dolar AS.
Posisi ini menjadi yang terburuk sejak 29 Desember 2022. Saat itu, rupiah Jisdor berada di level Rp 15.731 per dolar AS.
Kurs rupiah di pasar spot juga ikut tertekan dan ditutup di level terburuk sepanjang di tahun 2023. Rabu (4/10), rupiah spot ditutup di level Rp 15.634 per dolar AS.
Ini membuat rupiah melemah 0,34% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp 15.580 per dolar AS. Alhasil, rupiah pun menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Baca Juga: Kurs Rupiah Melemah, Begini Dampaknya Terhadap Pasar Saham
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, pelemahan mata uang saat ini tengah terjadi di semua negara, terutama negara pasar berkembang seperti Indonesia.
Hal ini terjadi karena ekspektasi pasar The Fed akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) untuk waktu yang lebih lama untuk mengatasi masalah inflasi di Amerika Serikat (AS).
Selain itu, ada juga kemungkinan juga The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga sekali lagi sebelum akhir tahun 2023.
“Akibatnya, dolar AS akan menguat terhadap mata uang negara lain dan yield obligasi AS naik,” kata Arjun kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10).
Baca Juga: Sinyal The Fed Hawkish Lagi, Rupiah Ditutup Melemah di Perdagangan Rabu (4/10)
Penguatan dolar AS terhadap rupiah kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun 2023. “Sebab, ada beberapa risiko di pasar global, seperti masalah utang AS yang semakin besar dan risiko dari China yang mengalami krisis properti,” ungkapnya.
Arjun melihat, sektor perbankan dan konsumer masih akan berkinerja bagus di tengah ketidakpastian global saat ini. Untuk sektor perbankan, fundamental emitennya masih kuat, terutama emiten perbankan besar.
Sebab, non performing loan (NPL) emiten perbankan besar masih di level rendah, yaitu di bawah 5%, liquidity coverage ratio (LCR) dan net interest margin (NIM) yang cukup tinggi, hingga pertumbuhan laba yang konsisten. Sayangnya, sentimen ini tak berlaku bagi emiten perbankan digital.
“Walaupun harga saham big four perbankan tinggi, tetapi valuasinya masih menarik, jadi ada potensi kenaikan harga lebih lanjut,” tutur Arjun.
Baca Juga: Simak Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Kamis (5/10) Berikut Ini
Untuk sektor konsumer, kinerjanya masih baik karena dinilai sebagai sektor defensif yang resilient di tengah krisis global. Selain itu, tingkat konsumsi domestik Indonesia juga masih sangat baik di tahun ini.
Sementara, sektor yang sebaiknya dihindari adalah sektor teknologi. Sebab, banyak emiten teknologi big caps yang masih bermasalah. Misalnya, GOTO yang hingga saat ini masih mencatat kerugian.
“Secara umum, sektor teknologi juga menjadi sektor yang dipengaruhi negatif dari suku bunga yang tinggi,” papar dia.
Arjun pun merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, dan BBNI dari sektor perbankan dengan target harga masing-masing Rp 5.750, Rp 6.300, dan Rp 10.500 per saham.
Dari sektor konsumer, Arjun merekomendasikan beli untuk INDF dengan target harga Rp 7.325 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News