Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Kemarin (1/10), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi September 2009 sebesar 1,05%. Adapun inflasi sejak Januari-September 2009 (year to date) sebesar 3,46%. Dan inflasi tahunan (year on year) sudah menyentuh 4,86%. Ini lebih tinggi ketimbang target Bank Indonesia (BI), sebesar 4,5%.
Meski inflasi lebih tinggi ketimbang perkiraan BI, peluang penurunan suku bunga patokan (BI Rate) dari 6,5% masih terbuka. Toh, BI Rate masih 1,64% di atas inflasi. Sayang, sejauh ini BI gelagatnya tak akan mengutak-atik BI Rate.
Michael Handisurya, Analis Valbury Asia Securities, berpendapat, bagi sebagian besar bank, penurunan BI Rate akan menjadi momok. Namun tidak bagi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Sebab, BBRI tidak terlalu banyak menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Per Juni 2009, dana BBRI yang parkir di SBI hanya Rp 14,79 triliun. "Lebih kecil ketimbang BCA sebesar Rp 48,6 triliun," ujarnya, Kamis (1/10). Jadi, jika seandainya bank sentral memangkas BI Rate menjadi 6,25%, kinerja BBRI tak begitu terganggu.
Michael berpendapat, justru BBRI bisa memanfaatkan momen bunga rendah untuk menaikkan kinerjanya. Maklum, bank beraset kedua terbesar ini banyak menyasar sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain memberikan margin bunga lebih tinggi, pembayaran cicilan kredit UMKM relatif lebih lancar ketimbang kredit korporasi.
Saat ini, porsi kredit UMKM di BBRI mencapai 80% total penyaluran kredit. Per semester pertama 2009, BBRI menyalurkan kredit senilai total Rp 84,6 triliun.
Michael menilai, dominasi kredit UMKM ini memudahkan BBRI menjaga tingkat kredit macet atau non-performing loan (NPL) kotor di kisaran 3% pada tahun ini. "UMKM lebih tahan krisis daripada sektor korporasi," ucapnya, kemarin.
Teguh Hartanto, Analis Bahana Securities, memperkirakan, tahun ini BBRI akan mengucurkan kredit senilai total Rp 190 triliun, naik 24,8% daripada tahun lalu. Sebagai perbandingan, manajemen BBRI memperkirakan, tahun ini kucuran kredit naik 15%-20% ketimbang kredit tahun 2008.
Teguh memprediksi, tahun ini dana pihak ketiga (DPK) BBRI naik 17,8% jadi Rp 241,5 triliun. Dia memperkirakan, sebanyak 84,4% dari perkiraan DPK tersebut akan disalurkan sebagai kredit. Jika perkiraan ini akurat, maka rasio simpanan terhadap kredit atau loan to deposit ratio (LDR) BRI akan lebih tinggi ketimbang tahun lalu yang hanya 77%.
Teguh juga memprediksi pendapatan bunga bersih BBRI akan naik 9,69% dari Rp 19,6 triliun tahun lalu menjadi Rp 21,5 triliun pada tahun ini. Laba bersihnya pun bisa naik 21,5% dari Rp 5,95 triliun menjadi Rp 7,23 triliun.
Michael lebih optimistis. Dia menaksir, kredit BBRI tahun ini naik 30% dan pendapatan bunga bersih BBRI akan melesat 17% menjadi Rp 23 triliun. Cuma, laba bersih BBRI hanya akan naik 18,6% menjadi Rp 7 triliun karena beberapa kredit hanya mengambil margin tipis.
Teguh dan Michael sama-sama merekomendasikan beli saham BBRI. Bedanya, Teguh mematok target harga
Rp 8.800 per saham. Sementara target harga versi Michael hanya Rp 8.000 per saham.
Pada penutupan bursa kemarin (1/10), harga saham BBRI naik Rp 150 menjadi Rp 7.650 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News