Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) agresif menggenjot kredit. Hingga kuartal III-2013, kredit BJBR tumbuh pesat yakni sebesar 34,4% menjadi Rp 44,1 triliun.
Meski kredit melejit, laba bersih BJBR hanya naik 15,9% menjadi Rp 1,1 triliun. Sementara, net interest margin (NIM) BJBR tercatat 8%.
"Kinerja penyaluran kredit BJBR tertinggi dari 20 bank lain,” ujar analis MNC Securities, Zabrina Raissa. Menurut dia, rata-rata pertumbuhan kredit perbankan hanya sekitar 20%.
Namun, lonjakan kredit juga diikuti kenaikan rasio kredit bermasalah. Di kuartal III 2013, non-performing loan (NPL) gross BJBR meningkat menjadi 2,5%.
Analis Sucorinvest Central Gani, Isfhan Helmy mengatakan, pesatnya penyaluran kredit terutama ke segmen mikro menjadi penyebab NPL BJBR meningkat. Sejak tahun lalu, BJBR memang gencar ekspansi kredit segmen mikro melalui Waroeng BJB. Apalagi, menurut Isfhan, sistem manajemen risiko BJBR belum kuat.
Dia bilang, BJBR sudah menghentikan penyaluran kredit mikro di kuartal III 2013. Tapi, di kuartal II 2013, penyaluran kredit mikro BJBR naik tinggi. Akibatnya, kenaikan NPL tidak terhindarkan. “Di kuartal III, BJBR stop penyaluran kredit mikro untuk fokus membenahi risk management tersebut,” ujar dia.
Zabrina mencatat, porsi kredit mikro BJBR memang masih kecil yaitu 12,5% dari total kredot. Paling tinggi masih kredit konsumsi sebesar 63,5% dan sisanya kredit komersial.
Menurut Zabrina, BJBR harus mengalihkan fokus pemberian kredit mikro ke kredit konsumsi. Tujuannya adalah untuk menjaga tingkat NPL bank ini.
Hal lain yang masih harus dihadapi BJBR adalah tingkat net interest margin (NIM) BJBR yang menurun. Analis Credit Suisse, Teddy Oetomo menilai, net interest margin BJBR terlihat turun secara per kuartal. Dalam risetnya, 24 Oktober 2013, ia menghitung, NIM BJBR turun 70 basis poin di kuartal III. Ini karena kenaikan cost of fund. "Kami melihat adanya risiko tekanan NIM lebih lanjut pada kuartal mendatang,” tulis dia.
Menurut Isfhan, kenaikan cost of fund juga membuat laba bersih BJBR hanya mencapai 73% dari proyeksi dia setahun sebesar Rp 1,35 triliun. Apalagi, ada kenaikan beban operasional BJBR akibat perubahan beberapa pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap. “Tapi kalau menurut saya, net interest margin BJBR masih kuat," ujar dia.
Tahun ini, Isfhan menilai, kenaikan biaya operasional akan memotong proyeksi laba bersih BJBR sebanyak 6% menjadi Rp 1,35 triliun. Zabrina juga memproyeksikan laba bersih BJBR tahun ini akan mencapai Rp 1,35 triliun.
Teddy merekomendasikan, neutral saham BJBR dengan target harga Rp 975 per saham. Sedangkan, Isfhan menyarankan hold saham BJBR dengan target harga Rp 950 per saham.
Isfhan mengatakan, harga saham BJBR saat ini diperdagangkan dengan price to book rasio (PBV) sebesar 1,3 kali. Angka ini masih di bawah rata-rata PBV perbankan yang di atas 2 kali.
Adapun, Zabrina merekomendasikan hold saham BJBR dengan target harga Rp 1.040 per saham. Kemarin, harga saham BJBR turun 1,06% ke Rp 930 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News