Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Pasokan obligasi global korporasi dari Indonesia terus mengalir. Hingga awal Mei ini, pasokan obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) telah mencapai US$ 2,8 miliar.
Kini, ada tiga obligasi global korporasi lagi yang tengah dalam proses, yaitu obligasi global milik PT Bhakti Investama Tbk (BHIT), PT Modernland Realty Tbk (MDLN), dan PT Pertamina. Paling besar, PT Pertamina, yang akan berniat merilis global medium term notes US$ 5 miliar.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Ali Mudakir membenarkan rencana ini. "Kami sedang mempersiapkan. Besaran kupon belum dapat kami sampaikan," ujar Ali kepada KONTAN, Selasa (7/5).
Head of Debt Capital Markets BCA Securities, Herdi Ranuwibowo bilang, penurunan outlook utang Indonesia dari positif ke stabil oleh Standard & Poor's (S&P) akan mempengaruhi penerbitan surat utang itu.
Penurunan outlook meningkatkan premi risiko, sehingga penerbit global bond harus membayar kupon lebih tinggi. "Kemungkinan premi risiko meningkat 20 basis poin hingga 30 basis poin," ujar Herdi.
Tapi, Herdi menduga, surat utang global korporasi termasuk Pertamina bakal terserap. Sebab, likuiditas di pasar global melimpah. Sambutan investor juga diyakini tetap positif mengingat Indonesia masih memberikan imbal hasil menarik.
Fixed Income Analyst PT Mandiri Sekuritas, Dini Agmivia Anggraeni bilang, minat investor tidak akan surut. Hanya saja, investor akan lebih memilah perusahaan penerbit surat utang global. Ia menduga, kenaikan imbal hasil obligasi global antara 25 basis poin sampai 50 basis poin.
Global bond milik perusahaan berbasis minyak dan gas, konsumer, dan telekomunikasi masih dianggap menarik. Sebab, pertumbuhan industri ini sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, investor juga memperhatikan rekam jejak utang perusahaan penerbit obligasi global.
Analis Bond Research Institute, Ida Ayu Agung Faradynawati menimpali, investor internasional juga akan mencermati data ekonomi Indonesia, seperti melambatnya ekonomi di kuartal I 2013 yang hanya sebesar 6,02%. Investor menganggap, risiko surat utang akan naik bila pertumbuhan ekonomi melambat.
Selain itu, penerbit juga harus bersiap membayar kupon lebih mahal saat rupiah melemah terhadap dollar AS, seperti sekarang. Beban akan kian bertambah kalau pendapatan perusahaan tidak dalam dollar AS.
Penerbitan Obligasi Global 2013 | |||
Perusahaan | Nilai (US$ juta) | Tenor | Kupon |
Trikomsel Oke | S$ 155 juta | 3 | 5,25% |
Gajah Tunggal | 500 | 5 | 7,75% |
Bank Rakyat Indonesia | 500 | 5 | 2,95% |
Tower Bersama Infrastructure | 300 | 5 | 4,63% |
Japfa Comfeed Indonesia | 225 | 5 | 6,00% |
Star Energy | 350 | 7 | 6,13% |
Alam Sutera Realty | 235 | 7 | 6,95% |
Lippo Karawaci | 130 | 8 | 5,24% |
Indika Energy | 500 | 10 | 6,38% |
Dalam proses | US$ juta |
Pertamina | 5.000 |
Bhakti Investama | 200 |
Modernland Realty | 300 |
Dalam rencana | US$ juta |
Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) | 750 |
Indonesia Eximbank | 500 |
sumber: Riset KONTAN |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News