kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kontrak diperpanjang, INCO tambah smelter


Selasa, 03 Februari 2015 / 11:32 WIB
Kontrak diperpanjang, INCO tambah smelter
ILUSTRASI. Periksa Harga Motor Bekas dari Rp 6 Jutaan, Ada Varian Lawas Supra, BeAT, hingga Mio. tribun timur/muhammad abdiwan


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Tahun ini PT Vale Indonesia Tbk (INCO) merancang  sejumlah ekspansi. Produsen nikel itu berniat membangun dua fasilitas pengolahan tambang (smelter) dan mengembangkan satu smelter di tiga lokasi berbeda. 

Untuk merealisasikan rencana itu, INCO menggelontorkan dana US$ 4 miliar. Dana sebesar itu untuk ekspansi jangka panjang hingga lima tahun ke depan. Investasi tersebut merupakan komitmen perusahaan ini setelah memperoleh perpanjangan kontrak karya dari pemerintah hingga tahun 2045. 

INCO akan memakai US$ 2 miliar untuk membangun smelter di Bahadopi, Sulawesi Tenggara dan pengembangan smelter di Sorowako, Sulawesi Selatan. Adapun US$ 2 miliar lagi untuk proyek smelter greenfield di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.

Hasan, analis Ciptadana Securities, menilai, langkah INCO membangun smelter cukup positif bagi kinerja perusahaan itu. Ekspansi ini dapat menambah kapasitas produksi INCO
Sejak pemerintah melarang mengekspor bijih nikel, para produsen bersiap membangun smelter. Hasan bilang, INCO merupakan perusahaan yang cukup siap dibandingkan produsen lain seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Soal pembiayaan, INCO tengah mencari opsi terbaik, termasuk pendanaan eksternal. Harga nikel yang belum stabil turut mempengaruhi besaran investasi dan kebutuhan dana INCO

Febriany, Direktur Keuangan INCO, sebelumnya bilang, manajemen masih memiliki ruang mencari pendanaan eksternal. Per September 2014, debt equity ratio (DER) INCO masih terbilang kecil, yakni 0,28 kali. 

Tahun ini INCO memprediksi,  menyerap dana belanja modal lebih dari US$ 100 juta. Perseroan juga siap menggenjot efisiensi demi menekan beban operasional. 

Saat ini INCO melakukan efisiensi, dengan mengubah batubara sebagai pengganti minyak untuk bahan bakar operasional di salah satu kilang. Saat ini INCO memiliki dua kilang, yang salah satu kilang sudah berubah menggunakan batubara. "Hal itu agar margin INCO tetap terjaga," kata Hasan. 

Analis Danareksa Sekuritas, Stefanus Darmagiri dalam riset pada 28 Januari 2015 menulis, penurunan harga nikel bisa memukul laba INCO di kuartal IV 2014. "Kami masih mengharapkan ada penguatan harga nikel sehingga laba bersih INCO bisa solid," kata dia. 

Meski begitu, koreksi harga minyak di saat yang sama bisa berefek positif bagi INCO. Hal itu dapat menurunkan biaya produksi perusahaan dan membantu mengerek margin. 
Stefanus menebak, permintaan nikel tahun ini meningkat 8,3% year on year (yoy). Sehingga INCO dapat mengantongi margin kotor 32% di 2015, lebih tinggi ketimbang perkiraan tahun lalu 29%.

Analis Trimegah Securities, Willinoy Sitorus memperkirakan, pendapatan INCO tahun ini sekitar US$ 1,12 miliar, tumbuh dibandingkan proyeksi tahun lalu di angka US$ 1,04 miliar. Laba bersih diprediksi US$ 176 juta, naik 41% daripada estimasi tahun lalu yang senilai US$ 125 juta. 

Hasan dan Stefanus merekomendasikan buy INCO dengan harga wajar masing-masing Rp 4.270 dan Rp 4.700 per saham. Adapun Willinoy merekomendasikan sell di harga Rp 3.260. Harga saham INCO kemarin turun 1,45% menjadi Rp 3.400 per saham.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×