Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga sejumlah komoditas energi menguat di tengah memanasnya konflik di kawasan Timur Tengah. Sentimen ini bisa menjadi katalis penggerak saham-saham sektor energi.
Sabtu (13/4) malam lalu, Iran meluncurkan serangan drone dan rudal pertamanya ke Israel. Permasalahan ini dikhawatirkan bakal meningkatkan eskalasi perang lebih besar, mengingat Amerika Serikat akan memberikan dukungan kepada sekutunya, Israel.
Melansir data Trading Economics, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sudah bertengger di US$ 85,66 per barel, Minggu (14/4).
Baca Juga: Meneropong Dampak Penyerangan Iran ke Israel Bagi Ekonomi dan Pasar Saham RI
Harga minyak WTI sudah mencapai level tertingginya sejak 20 Oktober 2023. Sedangkan harga minyak Brent berada di level US$ 90,45 per barel, naik 0,7% dari hari sebelumnya.
Pri Agung Rakhmanto, Founder dan Advisor ReforMiner Institute mengatakan, perang Iran-Israel akan memberikan dampak yang lebih besar ke harga minyak, dibandingkan perang Rusia-Ukraina, ataupun perang di Gaza.
"Hal ini karena melibatkan Iran sebagai salah satu produsen minyak dan gas (migas) utama di Timur Tengah, yang juga merupakan anggota OPEC," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (14/4). Jika konflik berlanjut, ada peluang harga minyak bisa kembali menembus US$ 100 per barel pada tahun ini.
Felix Darmawan, Equity Research Analyst Panin Sekuritas juga melihat dampak konflik ini memberi katalis positif jangka pendek ke harga minyak.
Baca Juga: Prospek Emiten Migas Terangkat Kenaikan Harga Minyak
"Namun patut dicermati bagaimana respons Israel dan juga Amerika Serikat terkait serangan balasan Iran," ujar Felix.
Selain minyak, harga batubara juga menghangat. Kemarin, harga batubara naik 0,38% ke US$ 132,5 per ton.
"Saya melihat yang menarik justru batubara, kalau betul situasi perang ini berlanjut, ini akan menjadi pemicu meningkatkan harga komoditas energi pada umumnya," imbuh Direktur Avere Investama Teguh Hidayat.
Teguh melihat, seperti yang terjadi pada perang Rusia-Ukraina tahun 2022, kenaikan harga batubara membuat pendapatan perusahaan tambang melesat. Alhasil, emiten batubara mampu memberikan dividen yang lebih besar.
Baca Juga: Harga Minyak Melemah dalam Sepekan di Tengah Ketegangan Timur Tengah
Di sisi lain, dampak kenaikan harga minyak dunia cenderung berefek lebih minimal ke emiten migas.
Ini terlihat pada kinerja emiten migas seperti PT Medco Energi International Tbk (MEDC), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), hingga PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang tak terlalu tumbuh signifikan saat harga minyak melejit pada 2022 silam.
Karena itu, Teguh lebih merekomendasikan investor untuk mencermati saham emiten batubara di tengah sentimen ini.
Dia menjagokan saham PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan peluang kenaikan ke Rp 30.000 per saham. Lalu, saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) punya target harga Rp 3.500 sampai Rp 4.000 per saham.
Baca Juga: Harga Minyak Reli, Brent Ditutup di atas US$ 90 untuk Pertama Kali sejak Oktober 2023
Sedangkan saham PT Indika Energi Tbk (INDY) berpeluang melaju ke Rp 3.000 seperti yang terjadi pada tahun 2022 lalu.
Sedangkan Felix tetap melihat sentimen ini bisa menjadi peluang untuk melirik saham sektor migas.
Felix merekomendasikan beli saham MEDC dengan target harga Rp 1.900 per saham. Pertimbangannya, harga migas masih akan solid pada tahun ini. Katalis positif MEDC lainnya adalah dampak akuisisi ladang migas di Oman, serta penjualan listrik yang meningkat.
Selanjutnya: Pemberontak Myanmar Gagalkan Upaya Junta Merebut Kembali Kota Perbatasan
Menarik Dibaca: Harga Emas Dunia Berjaya, Safe Haven Diburu Karena Konflik Memanas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News