Reporter: Nadya Zahira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik yang kembali memanas di Timur Tengah membuat harga komoditas energi kompak menguat. Harga minyak dunia, batubara hingga gas alam harganya terpantau naik seiring meningkatnya kekhawatiran perang antara Eropa Timur dengan Timur Tengah.
Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono, menilai wajar adanya kenaikan harga minyak saat ini hingga diatas level US$ 80 per barel. Bahkan jika konflik geopolitik Timur Tebgah semakin memanas, harga minyak mentah dunia berpeluang menembus level US$ 100–US$ 140 per barel.
Wahyu menuturkan, faktor konflik geopolitik masih mendukung prospek harga minyak. Di samping itu, harapan adanya penurunan sikap bunga The Fed bakal memperlemah dolar AS yang akhirnya bisa memicu permintaan global untuk minyak dunia.
Selain itu, Wahyu mengatakan sentimen lainnya datang dari International Energy Agency (IEA) yang melihat permintaan minyak global akan meningkat pada tahun 2024. Dikatakan bahwa konsumsi minyak dunia bakal meningkat sebesar 1,1 mbpd pada tahun ini, serta mencatat produksi dari produsen non-OPEC juga akan menyumbang 1,2 mbpd untuk pasokan global.
Baca Juga: Harga Tembaga Melonjak Meski Persediaan Meningkat pada Rabu (19/6)
Ditambah, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Badan Energi Internasional, dan Badan Informasi Energi AS yakin, bahwa permintaan minyak mentah juga akan meningkat pada paruh kedua tahun ini dan membantu penurunan persediaan.
Kepastian dari OPEC bahwa rencana untuk meningkatkan pasokan mulai kuartal keempat tahun ini dapat dihentikan sementara, atau dibatalkan berdasarkan kondisi pasar juga membantu penguatan harga.
“Rencana tersebut, yang diungkapkan setelah pertemuan kelompok tersebut pada tanggal 2 Juni 2024, telah menyebabkan aksi jual tajam pada harga,” kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (19/6).
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa data ekonomi dari Tiongkok juga mendukung harapan akan menguatnya permintaan minyak dari importir utama tersebut. Investasi manufaktur di Tiongkok dalam lima bulan pertama tahun ini, menunjukkan pertumbuhan yang kuat sebesar 9,6%.
Tentunya, Wahyu menambahkan, kenaikan harga komoditas energi berkat lonjakan harga minyak bakal mengerek gas alam hingga batubara. Komoditas lainnya pun bisa terdampak oleh faktor USD, dimana impor komoditas jadi mahal.
Sementara untuk batubara, Wahyu bilang, China memang menjadi faktor utama. China adalah konsumen dan produsen batubara teratas di dunia yang menghasilkan rekor 4,5 miliar metrik ton di tahun 2023.
China akan membangun sistem produksi batubara cadangan pada 2027 untuk menstabilkan harga dan mengamankan pasokan batubara. Meskipun, mereka bertujuan untuk mulai mengurangi penggunaan batubara pada paruh kedua dekade ini.
Impor Tiongkok untuk semua jenis batu bara dari pasar lintas laut mencapai 97,43 juta metrik ton pada kuartal pertama tahun 2024, naik 16,9% dari 83,36 juta ton pada periode yang sama tahun 2023, menurut Kpler.
Data resmi bea cukai mengungkapkan bahwa pada dua bulan pertama tahun 2024 menunjukkan total impor batubara sebesar 74,52 juta ton, naik 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Industri batubara Tiongkok mengatakan mereka tidak memperkirakan impor akan meningkat tahun ini, namun bukti dari kuartal pertama menunjukkan bahwa kebutuhan pembeli terbesar di dunia ini masih sangat besar,” kata dia.
Sementara, Wahyu memandang bahwa apabila harga minyak mentah terus bullish, maka hanya masalah waktu saja bagi gas alam untuk berbalik menguat (rebound). Harga yang sangat rendah saat ini wajar memicu rebound, dengan ataupun tanpa faktor geopolitik.
Baca Juga: Harga Minyak Stabil di Tengah Kenaikan Stok AS Rabu (19/6), WTI ke US$81,14
Meskipun, harga gas alam berada di level rendah di Amerika Serikat, produsen dalam negeri terus optimistis tentang prospek jangka panjang gas sebagai bahan bakar, baik di Amerika maupun di luar negeri.
“Produsen dan operator pipa gas alam AS mengakui ada kelebihan pasokan yang menggantung di pasar, tetapi mereka percaya bahwa gas akan terus diminati di dalam dan internasional selama beberapa dekade mendatang,” kata Wahyu.
Secara fundamental, dia mengatakan bahwa selama tiga minggu terakhir, harga gas alam AS telah melonjak 30% menjadi di atas US$ 2,50 per juta unit termal Inggris (mm/BTU). Hal ini didorong oleh penurunan produksi dan meningkatnya permintaan gas pakan untuk ekspor gas alam cair (LNG).
Selain itu, pemotongan supply oleh produsen baru-baru ini, kegiatan pemeliharaan, dan normalisasi permintaan gas Freeport LNG pasca-outage telah berkontribusi pada peningkatan ini.
“Pengumuman Cheniere tentang tidak ada pemeliharaan yang berat untuk kereta liquefaction tahun ini juga mendukung harga menguat,” imbuhnya.
Wahyu melihat, harga gas alam pada akhir kuartal ini akan berada dalam rentang US$ 1,58–US$ 2,70 per MMBtu. Pada kuartal IV-2024, harga diperkirakan bisa di kisaran US$ 4,00–US$ 6,00 per MMbtu.
Sedangkan, harga batubara diperkirakan berada dalam rentang US$ 120 per ton – US$ 150 per ton pada kuartal kedua tahun ini. Kemudian harga diperkirakan bakal berada dalam rentang US$ 90 per ton – US$ 200 per ton di akhir tahun 2024.
Adapun untuk harga minyak mentah, dia memprediksi akan berada pada level US$ 77,50 per barel pada akhir kuartal kedua, dan diproyeksi akan berada di level US$ 80,00 per barel pada akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News