Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyoroti beberapa tantangan dari Bursa Crude Palm Oil (Bursa CPO). Salah satunya adalah pengembangan Bursa CPO untuk mendorong transaksi berorientasi ekspor.
Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita mengatakan bahwa dinamika perdagangan CPO di pasar nasional dan global tidak pernah berhenti. Berbagai hambatan dan tantangan yang terkait dengan CPO harus hadapi bersama, baik petani dan pelaku usaha, asosiasi, KADIN maupun pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan.
Olvy menuturkan, tantangan terberat dalam Bursa CPO Indonesia adalah Bursa dapat dipercaya (trusted) dan kredibel, serta independen bagi seluruh pelaku usaha CPO di tingkat nasional dan global. Selain itu, tantangan bursa CPO tanah air adalah bagaimana perdagangan pasar fisik CPO melalui Bursa dapat dikembangkan untuk pasar ekspor.
“Hal lain yang juga menjadi tantangan ke depan adalah belum banyak pelaku usaha CPO yang berperan aktif di Bursa CPO. Oleh karena itu, ke depan akan diperkuat literasi kolaborasi Bursa, pemerintah, KADIN, dan Asosiasi di kantong-kantong produsen CPO di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Olvy kepada Kontan.co.id, Senin (15/1).
Baca Juga: Bappebti Targetkan Transaksi Bursa CPO Capai 1 Juta Metrik Ton di 2024
Olvy menambahkan, upaya yang telah dilakukan Bappebti adalah penguatan sosialisasi ataupun pelatihan teknis kepada pelaku usaha dengan kolaborasi antara Bursa, Bappebti, KADIN, dan Asosiasi. Selanjutnya, Bursa CPO yang telah dibentuk didorong untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal, independen, adil, dan berintegritas.
Adapun penguatan kolaborasi antara Bappebti dengan Unit dan Kementerian terkait dan Asosiasi untuk mendorong pemberian insentif. Sedangkan upaya yang lainnya akan didorong untuk transaksi CPO orientasi ekspor.
Sementara itu, masalah pengiriman CPO khususnya antar daerah di Indonesia kini sudah menemukan solusi. Pasalnya, transaksi cukup terbatasi oleh jarak penjual dan pembeli CPO yang mempertimbangkan ongkos kirim dan efisiensi.
Bappebti telah memperluas pelabuhan serah terima CPO fisik menjadi 19 pelabuhan melalui Peraturan Tata Tertib (PTT) Bursa. Pelabuhan tersebut adalah Dumai, Belawan, Meulaboh, Teluk Bayur, Pulau Baai, Panjang, Talang Duku, Boom Baru, Kijing, Bumiharjo, Bagendang, Trisaksi, Semayang, Maloy, Mamuju, Manokwari, Bintuni, Jayapura, dan Merauke.
“Dengan adanya 19 pelabuhan serah fisik CPO yang tersebar di wilayah Indonesia dari barat sampai timur, maka akan mempermudah proses pengiriman CPO dan membuat biaya kirim lebih efisien,” imbuh Olvy.
Olvy berujar, pembentukan Bursa CPO Indonesia sejatinya adalah untuk pasar lokal dan bersifat voluntary (sukarela). Tujuannya membentuk harga acuan CPO yang transparan, kredibel, dan real-time, sehingga Indonesia memiliki harga acuan sendiri dan tidak bergantung pada Bursa Malaysia ataupun Rotterdam.
Baca Juga: Bappebti Tangani Aduan Nasabah Pialang Berjangka Secara Berjenjang & Sesuai Prosedur
Dengan demikian, harga acuan CPO dapat digunakan untuk mendorong penentuan Harga Patokan Ekspor (HPE) dan peningkatan penerimaan negara dari pajak. Selain itu, harga acuan CPO berkontribusi pada perbaikan harga TBS yang diatur Kementerian Pertanian dan harga acuan biodiesel oleh Kementerian ESDM menjadi lebih akurat.
Sejak terbentuk pada 13 Oktober 2023 lalu, keanggotan bursa CPO sejauh ini sudah bertambah menjadi 35 perusahaan. Sementara, kontrak perdagangan CPO Futures (CPOTR) nilai transaksinya telah mencapai 1.930 lot atau setara 9.650 metrik ton dan saat ini terdapat 133 jenis kontrak CPO lokal yang diperdagangkan.
Olvy mengungkapkan, target transaksi Bursa CPO di tahun 2024 ini diharapkan dapat mencapai 1 juta metrik ton. Pada Triwulan I-2024, transaksi CPO di Bursa CPO Indonesia diupayakan mencapai minimal 15%-20% dari target tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News