kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kocok portofolio, simak saham second liner pilihan


Kamis, 19 April 2018 / 22:24 WIB
Kocok portofolio, simak saham second liner pilihan
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mencermati saham-saham second liner bisa menjadi strategi investasi yang menarik. Rata-rata, saham second liner bisa menjanjikan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham kapitalisasi besar pada umumnya.

Salah acuannya, bisa mencermati indeks IDX Small-Mid Cap (SMC). Sejak awal tahun hingga saat ini, IDX SMC Composite tumbuh 6,36% dan IDX SMC Liquid tumbuh 4,51%. Sementara saham blue chips yang masuk indeks LQ45 sejak awal tahun masih minus 3,61%.

Kiswoyo Adi, Analis Narada Asset Management menyatakan untuk meraih gain yang tinggi, bisa mencermati saham yang telah turun dalam namun masih punya fundamental kuat. Dia mencermati saham-saham perkebunan yang memproduksi crude palm oil (CPO) menarik untuk dikoleksi. “Diprediksi 2-3 tahun mendatang akan mulai bangkit,” kata Kiswoyo di Bursa Efek Indonesia, Kamis (19/4).

Dia mencontohkan emiten seperti PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dan PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) saat ini usia perkebunan sedang masuk masa emas pada usia 6-7 tahun. Menurutnya, dengan kondisi ini bisa memberikan nilai produksi yang lebih baik. Saham-saham perkebunan cocok untuk investasi jangka panjang. Dalam jangka waktu 3-5 tahun mendatang, target harga untuk BWPT bisa mencapai 1.000-2.000 dan GZCO bisa mencapai 200-300. “Bahkan mungkin juga GZCO mencapai 500,” ujarnya.

Saat sentimen kenaikan Fed Fund Rate (FFR) beberapa waktu sebelumnya, IHSG terseret ke zona merah. Penurunan indeks menyambut informasi kenaikan suku bunga The Fed tersebut, juga menyeret saham-saham berkapitalisasi besar. Meski kenaikan sudah terkonfirmasi, sentimen perang dagang masih mempengaruhi arah gerak indeks.

“Saat ini sentimen lebih banyak karena perang dagang,” kata Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas kepada Kontan.co.id di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (17/4)

Isu kenaikan FFR dikemudian hari juga masih membayangi arah gerak indeks. Bahkan prediksinya, The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali lagi. Peluang indeks mengalami tekanan masih membayangi, pun demikian halnya pada emiten big caps. Masuk pada saham-saham secondliner bisa menjadi salah satu strategi investasi untuk menghindari tekanan lebih lanjut.

Secara sektoral, Frederik masih melihat emiten komoditas masih cukup cemerlang pada tahun ini. Pasalnya, beberapa harga komoditas sejak awal tahun masih naik, kecuali crude palm oil (CPO) yang masih tertekan. Saham turunan komoditas juga menarik untuk dicermati. Diantaranya seperti perkapalan. “Kami mencermati Wintermar (WINS) utilitasnya juga naik 70%. Kalau tahun lalu kan belum banyak,” kata Frederik.

Dia menyarankan, investor sebaiknya selalu mencermati pergerakan harga komoditas. Pasalnya, perang dagang Amerika Serikat dan Thiongkok bisa berpotensi mempengaruhi harga komoditas. Selain bisa mencermati saham secondliner, Frederik juga menambahkan, sebaiknya investor juga bisa mencermati saham big caps yang sudah undervalued dan banyak dibuang. “Walau untuk hold pun sebenarnya masih bisa kebagian dividen. Kalau untuk trader jangka pendek, saya lihat cukup susah,” tambahnya.

Wijen Ponthus, Analis Royal Investium Sekuritas Indonesia menyatakan saham second liner bisa menjadi alternatif pilihan yang menarik. Meskipun saham tersebut terkenal memiliki volatilitas dan berisiko tinggi. Masuk pada saham second liner bisa memberikan yield yang cukup besar. “Apalagi beta terhadap indeks juga seringkali negatif, sehingga mau tidak mau menjadi alternatif,” imbuh Wijen kepada Kontan.co.id, Selasa (17/4).

Dia merekomendasikan sebaiknya menggunakan dana maksimal 40% dari total dana investasi. Dana lainnya bisa diinvestasikan kepada instrumen maupun saham lain. Diantara beberapa saham secondliner, Wijen merekomendasikan saham yang menarik dicermati antara lain MAIN, SMRA, GJTL, dan SSIA. Dia mematok target harga MAIN pada 1.150, SMRA pada 1.250, GJTL pada 1.000, dan SSIA pada 650. “Buy semua,” imbuhnya.

Sedangkan Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menyatakan sebelum masuk ke saham second liner, bisa juga mencermati agenda emiten tersebut. Di antaranya yang akan dipaparkan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Termasuk diantaranya agenda pembagian dividen juga menarik disimak.

“Sinyal rapat tersebut, diharapkan bisa memberikan sentimen positif ke saham,” kata Bertoni kepada Kontan.co.id, Selasa (17/4).

Di antara emiten yang berencana mencatat cum dividen yakni ASGR dan ACST. Pasalnya dia menyatakan, tujuan investasi juga bisa dipertimbangkan yakni dividen dan capital gain. Sedangkan agenda RUPST lainnya yang bisa disimak yakni KRAS, GIAA, dan LEAD. Dia mematok target harga 2018 KRAS pada level 550, GIAA pada 330, LEAD pada 210, ASGR pada 1.870, dan ACST pada 2.970.

Ke depan sentimen The Fed masih menghantui. Saham second liner bisa menjadi pilihan bagi pemodal terbatas untuk mencari capital gain harian. Namun dia menyarankan bagi investor dengan dana raksasa seperti institusi, sebaiknya juga mempertimbangkan saham big caps yang konsiten membagikan dividen. Alokasi untuk saham second liner paling tidak 10% dari total dana investasi. “Ini untuk menghindari risiko capital lose jika trading harian,” lanjut Bertoni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×