kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.909   21,00   0,13%
  • IDX 7.211   70,15   0,98%
  • KOMPAS100 1.108   13,11   1,20%
  • LQ45 880   13,40   1,55%
  • ISSI 221   1,38   0,63%
  • IDX30 450   7,23   1,63%
  • IDXHIDIV20 541   6,43   1,20%
  • IDX80 127   1,62   1,29%
  • IDXV30 135   0,66   0,50%
  • IDXQ30 149   1,87   1,27%

Kisah Wiko Harry Tanata yang Setia Berinvestasi di Reksadana


Jumat, 08 Desember 2023 / 14:10 WIB
Kisah Wiko Harry Tanata yang Setia Berinvestasi di Reksadana
Wiko Tanata, Chief Marketing Officer (CMO) Sucor Asset Management.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diantara banyaknya instrumen investasi, Wiko Harry Tanata masih setia pada reksadana. Pria yang saat ini menjabat sebagai Chief Marketing Officer (CMO) Sucor Asset Management tersebut menempatkan seluruh investasinya ke instrumen reksadana

Pria kelahiran 1972 ini bercerita, perkenalannya dengan dunia investasi bermula saat Wiko bekerja di Citibank New York tahun 1999. Kala itu, reksadana yang dia beli adalah reksadana saham berbasis teknologi yang berbarengan dengan momentum dot-com bubble (gelembung teknologi).

Kemudian, sekitar tahun 2002, Wiko kembali ke tanah air dan bekerja di beberapa bank dan lembaga keuangan. Kondisi ini membuat Wiko bersentuhan langsung dengan instrumen reksadana.

Salah satu alasan Wiko setia terhadap reksadana adalah faktor kemudahan dibandingkan dengan instrumen lain. “Karena jika instrumen saham langsung alias single stock saya butuh usaha memantau dan menganalisis sendiri, yang mana saya tidak memiliki waktu untuk melakukan itu,” kata Wiko kepada Kontan.co.id, Jumat (8/12).

Baca Juga: Strategi Manajer Investasi Kelola Reksadana Saham Unggulan di November 2023

Di sisi lain, instrumen reksadana menggunakan tenaga professional untuk memantau dan mengatur portofolio investor.

Wiko mengaku pernah mencoba untuk berinvestasi saham secara langsung, namun tidak berlangsung lama. Menurut dia, volatilitas di pasar saham cukup tinggi sehingga keuntungan yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan reksadana saham. “Ditambah investasi saham lebih melelahkan karena harus terus memantau,” ujar Wiko.

Secara umum, Wiko menyebut investasi di reksadana akan menyesuaikan sejumlah profil, seperti faktor usia, profil risiko investor, jenjang karier, dan kebutuhan konsumsi rumah tangga. Faktor ini akan mempengaruhi penempatan keranjang portofolio reksadana.

Misal, ketika awal tahun 2000, Wiko mengaku lebih bersikap agresif dengan menempatkan lebih dari 50% investasinya ke reksadana saham. Seiring waktu berjalan, profil risiko Wiko mulai berubah, seperti faktor jumlah tanggungan hingga aspek pengeluaran rumah tangga yang bertambah.

Ini membuat Wiko menjadi lebih konservatif dengan mengurangi porsi kepemilikan di reksadana saham. Di sisi lain, porsi pendapatan tetap dan reksadana pasar keuangan bertambah.

Sehingga, saat ini Wiko menempatkan sekitar 30% investasinya ke reksadana saham, dan sekitar 70% dibagi merata ke instrumen pasar uang dan pendapatan tetap.

Rebalancing tahun depan

Menjelang tahun 2024, Wiko membuka peluang untuk melakukan rebalancing terhadap portofolionya. Dia melihat, pasar modal Indonesia akan lebih bergairah tahun depan, dengan menimbang dua faktor. 

Pertama, tren suku bunga global yang sudah menurun. Wiko mengambil contoh suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang berada di rentang 5,5%.  Di sisi lain, negeri Paman Sam tersebut memberi sinyal akan memangkas suku bunga. “Kalau suku bunga rendah akan memberikan gairah dan angin positif bagi pasar saham dan obligasi,’ terang pria asal Jakarta ini.

Kedua, yakni sentimen pemilu. Wiko mengamati, sentimen pemilu jarang memberi dampak negatif terhadap pasar modal, khususnya pasar ekuitas. Setelah pemilu selesai, pasar akan cenderung wait and see dan menunggu kebijakan ekonomi di bawah komando presiden baru.

Dia tidak menampik volatilitas di tahun politik cukup tinggi. Namun, roda ekonomi akan berputar kencang selama masa kampanye yang pada akhirnya menaikkan geliat di sektor bisnis yang berkaitan dengan pemilu, seperti sektor makanan dan minuman, media, dan rokok.

Sehingga, Wiko melihat peluang pertumbuhan pada reksadana pendapatan tetap dan pasar saham. Dia berencana untuk mengatur ulang portofolio investasinya tahun depan, walaupun tidak akan begitu signifikan. “Kalau memang ada dana lebih akan menambah di pasar saham dan pendapatan tetap, karena ada sentimen perubahan suku bunga,” jelas dia.

Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Memberikan Return Tertinggi

Sabar dan disiplin menjadi dua prinsip Wiko dalam berinvestasi. Seorang investor harus sabar dalam mengikuti pergerakan pasar. Selain itu, berinvestasi utamanya harus berlandaskan horizon jangka panjang

Sementara itu, investor juga dituntut untuk disiplin dalam menyisihkan Sebagian pendapatannya untuk investasi. Wiko rutin menyisihkan setidaknya minimal 40% dari pendapatannya setiap bulan untuk berinvestasi.

Reksadana juga cocok bagi investor pemula. Instrumen pasar uang dan pendapatan tetap cocok bagi investor yang baru pertama masuk pasar modal. “Apabila sudah nyaman dan bisa mulai mengikuti irama pergerakan pasar, pelan-pelan bisa masuk ke reksadana saham,” kata pria yang hobi membaca ini.

Sebelum terjun ke pasar modal, Wiko mengimbau investor untuk menentukan profil risiko investasi. Bagi investor pemula namun dengan profil investasi agresif bisa mencoba untuk memasukkan 70% portofolio ke reksadana saham dan 30% ke pendapatan tetap.

Namun, bagi investor pemula dengan profil risk averse bisa meracik portofolio 50% di reksadana pasar uang, 30% di reksadana pendapatan tetap, dan sisanya reksadana saham.

Wiko meyakini, prospek dan potensi reksadana masih terbuka lebar, mengingat demografi penduduk Indonesia yang cukup besar. Dari segi imbal hasil, return yang diberikan reksadana juga lebih besar daripada bunga deposito saat ini. Hanya saja, Wiko mengaku saat ini mindset berinvestasi Masyarakat Indonesia masih minim, sehingga investing minded belum sepenuhnya terpatri di seluruh lapisan.

Malang melintang di dunia keuangan

Wiko telah berkecimpung di dunia finansial sejak tahun 1994 setelah menamatkan pendidikan Sarjana Ekonomi dari Universitas Tarumanagara, Jakarta. Wiko telah melalang buana di sejumlah perusahaan keuangan seperti Citibank, Commonwealth Bank, ABN AMRO Bank, BNP Paribas Asset Management, dan Danareksa Investment Management.

Pengalamannya berkarier di perbankan internasional termasuk di Citibank New York, Citibank Singapura, dan Standard Chartered Bank Singapore. Wiko adalah penerima beasiswa Citibank Fellowship pada tahun 1998. Ia meraih gelar Master of Science in Financial Engineering (MS) dari Illinois Institute of Technology dan Master of Business Administration (MBA) dari Thunderbird-School of Global Management, Amerika Serikat.

Pengalamannya yang lama berkarier di luar negeri sekaligus membuka cakrawala Wiko akan keindahan dunia. Dia bercita-cita untuk mengunjungi negara-negara di Kawasan Eropa Timur seperti Rusia dan Polandia. “Selandia Baru juga menjadi wishlist saya, karena di sana lokasi syuting film Lord of the Rings,” ungkap Wiko.

Bapak dua orang anak ini juga menulis buku "Membangun Personal Wealth" yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2015. Buku ini berisikan rangkuman artikel Wiko mengenai personal wealth yang terbit di salah satu majalah.

Baca Juga: Sejumlah Saham Ini Menarik Dilirik Tahun Depan, Cek Rekomendasi Analis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×