Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja reksadana sepanjang tahun 2025 menunjukkan hasil yang beragam di tengah dinamika pasar keuangan domestik.
Hingga pertengahan Desember, reksadana saham tampil paling menonjol, sekaligus menjadi instrumen yang menarik perhatian investor. Meski begitu, prospek reksadana pada 2026 diperkirakan masih cukup menjanjikan, meski berpotensi diwarnai volatilitas pasar.
Berdasarkan data Infovesta per 15 Desember 2025, reksadana saham (RDS) mencatatkan return paling tinggi, yakni 20,62% secara year to date (ytd). Meski pertumbuhan ini positif, return RDS masih sedikit di bawah kenaikan IHSG yang menguat 22,17% ytd.
Di posisi berikutnya, reksadana campuran (RDC) membukukan return 14,60% ytd, sementara reksadana pendapatan tetap (RDPT) menghasilkan return 6,87% ytd. Reksadana pasar uang (RDPU) mencatatkan return paling rendah di antara jenis reksadana lainnya, yakni 4,43% ytd.
Baca Juga: Integrasi Sistem OJK dan KSEI Akan Mempermudah Administrasi Produk Reksadana
Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi Riawan, menuturkan bahwa kinerja reksadana sepanjang 2025 mencerminkan hasil yang beragam seiring dengan dinamika suku bunga, pergerakan pasar obligasi, dan fluktuasi pasar saham domestik.
Reza menekankan, “Reksadana saham di tahun 2025 ini masih menjadi instrumen dengan potensi return tertinggi sekaligus risiko terbesar.” Menurutnya, ke depannya reksadana saham tetap lebih cocok bagi investor agresif dengan horizon investasi jangka panjang.
Sementara itu, dari sisi defensif, RDPU tetap menjadi pilihan utama sepanjang 2025. Mayoritas RDPU ditempatkan pada deposito dan surat utang jangka pendek, sehingga mampu menjaga stabilitas nilai portofolio. Secara historis, RDPU terbaik membukukan imbal hasil sekitar 6,5% per tahun dalam tiga tahun terakhir.
Adapun RDPT menunjukkan kinerja relatif lebih menarik dibanding RDPU. Hal ini karena sepanjang periode historis, RDPT terbaik mampu mencatatkan return sekitar 7%-7,9% per tahun, ditopang oleh pergerakan obligasi jangka menengah hingga panjang. Sedangkan reksadana campuran (RDC) cenderung fluktuatif sepanjang 2025.
“Meski risikonya memang lebih tinggi dibanding RDPU, RDPT tetap cocok untuk investor dengan tujuan investasi jangka menengah,” ujar Reza kepada Kontan awal pekan lalu.
Baca Juga: Indo Premier Luncurkan Reksadana ETF Pasar Uang Pertama di Indonesia
Lebih lanjut, Reza menilai prospek reksadana secara keseluruhan pada 2026 masih cukup menjanjikan, dengan catatan risiko tetap terjaga.
Ia memproyeksikan return RDS pada tahun depan berpeluang mencetak 7%-12% per tahun, meski dengan volatilitas tinggi, terutama jika pertumbuhan ekonomi nasional tetap solid dan kinerja emiten membaik.
Sementara itu, dengan suku bunga acuan Bank Indonesia yang cenderung stabil serta volatilitas pasar yang lebih rendah, potensi return RDPU pada 2026 diproyeksikan berada di kisaran 4%-6% per tahun, dan RDPT diperkirakan berada di rentang 5%-8% per tahun.
Untuk RDC, dengan asumsi kondisi ekonomi domestik membaik dan valuasi saham lebih atraktif, Reza memprediksi RDC di 2026 berpotensi mencetak return 6%-9% per tahun. Pada semester pertama 2025, RDC tercatat membukukan return sekitar 3,19%, sejalan dengan volatilitas pasar saham dan obligasi.
“Investor disarankan tetap mencermati faktor makroekonomi, arah suku bunga, serta dinamika pasar agar strategi investasi tetap optimal ke depan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Banggar DPR Dorong Kemenkeu dan BNPB Percepat Anggaran Penanganan Bencana
Menarik Dibaca: Makin Ngacir, Canton Memimpin Kripto Top Gainers 24 Jam Terakhir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













