Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menekan kinerja emiten sektor ini.
Kinerja hampir seluruh emiten CPO mencatatkan penurunan penjualan di tahun 2023.
Melansir keterbukaan informasi BEI, emiten CPO yang mengalami penurunan penjualan tahun lalu di antaranya PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO).
AALI mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp 20,74 triliun di tahun 2023. Angka tersebut turun 4,96% secara tahunan dari Rp 21,82 triliun di akhir 2022. Laba AALI juga menyusut 38,8% menjadi Rp 1,05 triliun di tahun 2023.
Communications and Investor Relations Manager AALI Fenny Sofyan mengatakan, penurunan harga rata-rata minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) selama tahun 2023 dibanding 2022 di pasar Ciff Rotterdam sebesar 28,7%.
“Gap harga ini yang menyebabkan turunnya kinerja finansial Astra Agro turun. Sedangkan, biaya-biaya operasional, baik capex dan opex, juga terus mengalami peningkatan,” kata Fenny kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Begini Tanggapan Astra Agro Lestari (AALI) Soal Efek El Nino Bagi Industri Sawit
Sementara, TAPG mencatatkan laba bersih Rp 1,60 triliun pada 2023. Laba tersebut anjlok 46,05% secara tahunan, dari yang Rp 2,98 triliun di tahun 2022. Pendapatan TAPG juga merosot 10,91% menjadi Rp 8,32 triliun pada 2023.
Corporate Secretary Triputra Agro, Joni Tjeng mengatakan, penurunan kinerja TAPG pada tahun 2023 dipengaruhi oleh tiga hal utama.
Pertama, harga komoditas yang mencapai titik tertinggi di tahun 2022, kini tengah mengalami koreksi seiring pergerakan harga komoditas global. Akibatnya, harga jual produk Perseroan pun tertekan.
Kedua, adanya peningkatan harga energi akibat kondisi geopolitik global. Akibatnya, perseroan mengalami peningkatan biaya produksi, khususnya yang disebabkan oleh peningkatan harga pupuk.
Ketiga, setelah mencapai tingkat produksi tertinggi pada tahun 2022, terjadi koreksi natural pada produksi Perseroan.
“Apalagi, iklim yang lebih kering dan tanaman yang mengalami recovery mengakibatkan koreksi pada produksi,” ujarnya kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Senasib, LSIP mencatatkan penjualan sebesar Rp 4,19 triliun di tahun 2023, turun 9% dari penjualan di tahun 2022. Laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk LSIP turun menjadi Rp 762 miliar di 2023, turun 26% dari tahun 2022 yang sebesar Rp 1,03 triliun.
“Penurunan penjualan itu terjadi seiring dengan turunnya harga jual rata-rata produk sawit, baik CPO maupun palm kernel (PK) di tahun 2023,” ujar Presiden Direktur LSIP Benny Tjoeng dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Sedangkan, SGRO mengantongi penjualan sebesar Rp 5,62 triliun di tahun 2023, turun 0,90% dari raihan tahun sebelumnya sebesar Rp 5,67 triliun. Laba SGRO sebesar Rp 483,71 miliar di tahun 2023, turun 53,92% dari tahun 2022 yang sebesar Rp 1,04 triliun.
Head of Investor Relation SGRO Stefanus Darmagiri mengatakan, penurunan kinerja SGRO di tahun 2023 disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata CPO sebesar 8% yoy menjadi Rp11,405/kg dan harga jual rata-rata PK sebesar 31% yoy.
“Selain itu, ada kenaikan beban pokok penjualan sebesar 16% yoy yang disebabkan oleh kenaikan kegiatan pemupukan sebagai bagian dari program ‘Strengthening Agronomy Best Practices’,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (28/3).
Baca Juga: Kinerja Emiten Sawit Tahun Ini Terkena Efek El Nino
Analis Phillip Sekuritas Marvin Lievincent melihat, penurunan penjualan emiten CPO diakibatkan oleh turunnya produksi yang disebabkan badai El Nino.
Badai El Nino menyebabkan kemarau berkepanjangan, sehingga penggunaan pupuknya pun lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Emitne juga harus meningkatkan penggunaan air untuk kandungan air dalam tanah dan menjaga kelambaban perkebunan sawit.
“Akibat peningkatan biaya ini yang diiringi dengan hasil panen yang tidak sebanyak tahun lalu, laba tahun 2023 juga cenderung menurun,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (28/3).
Menurut Marvin, kinerja CPO di tahun 2024 bisa membaik. Salah satu sentimennya adalah kebijakan baru dari presiden terpilih Pilpres 2024.
“Program makan siang gratis juga bisa membantu menggenjot kinerja emiten CPO,” ungkapnya.
Marvin pun merekomendasikan beli saham LSIP dengan target harga Rp 1.155 per saham.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Yasmin Soulisa melihat, produksi CPO di tahun 2024 diprediksi lebih rendah. Hal ini pun akan mempengaruhi kinerja para emiten CPO, khususnya bagi emiten yang memiliki umur tanaman yang sudah cukup tua, seperti AALI.
AALI mencatat lemahnya produksi tahun lalu karena pertumbuhan hasil TBS yang terbatas disebabkan oleh penuaan tanaman. Produksi TBS pada tahun 2023 hanya meningkat 1,9% YoY menjadi 4,35 juta ton sementara produksi CPO turun -2.2% YoY menjadi 1.28 juta ton.
Tanaman AALI saat ini sudah mulai dewasa, dengan profil usia mencapai 16,2 tahun. Dalam hal hasil produksi, perusahaan tersebut sudah berada di bawah hasil tanda buah segar (TBS) inti yang diproyeksikan 16,3 ton per hektare pada tahun 2023.
Sebab, hanya 59,22% pohon kelapa sawit milik perusahaan yang berada pada puncak produktivitasnya, berumur antara 7 sampai 20 tahun dengan hasil TBS maksimal 22 ton per hektar.
Sementara itu, sekitar 4,49% perkebunan kelapa sawit terdiri dari pohon-pohon muda berumur 5 sampai 6 tahun belum mencapai hasil output tertingginya pada tahun ini.
“Selain itu, sekitar 36,29% dari pohon yang berumur lebih dari 21 tahun perlu dilakukan penanaman kembali agar produktivitasnya lebih tinggi masa depan,” tuturnya.
Baca Juga: Menakar Dampak La Nina Terhadap Kinerja Emiten CPO
Yasmin pun merekomendasikan beli saham AALI dengan target harga Rp 10.200 per saham.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham SGRO berada pada level support Rp 1.980 per saham dan resistance Rp 2.010 per saham.
Herditya merekomendasikan trading buy saham SGRO dengan target harga Rp 2.020 - Rp 2.040 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News