Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah era suku bunga tinggi dan penarikan dana dari Muhammadiyah, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) diyakini mampu mencetak pertumbuhan kinerja positif.
Ini tercermin dari laba bersih di kuartal I 2024 yang tumbuh 17,07% YoY. Periode itu, BRIS mencatatkan laba bersih Rp 1,7 triliun.
Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer mengatakan, kinerja positif tersebut didorong oleh pertumbuhan dana murah dan konsistensi BRIS dalam menjalankan fungsi intermediasi. "Selain itu, pertumbuhan ini juga didukung oleh DPK yang tumbuh 10,43% YoY," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (19/6).
Mengenai penarikan dana Muhammadiyah, Khaer melihat sentimen itu akan berdampak pada penurunan dana pihak ketiga, yang kemudian berpotensi untuk menghambat laju pembiayaan usaha.
Baca Juga: Siasat Bank Syariah Mencuil Peluang KPR Syariah di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi
Pada kuartal I 2024, financing to deposit ratio (FDR) sebesar 83,05%. Perhitungannya, pemindahan dana tersebut akan berkisar antara Rp 13 triliun hingga Rp 15 triliun, atau dengan kata lain, potensi depresiasi dana pihak ketiga BRIS yakni berkisar 4,4%-5,1%. Adapun DPK BRIS di kuartal I 2024 sebesar Rp 297 triliun.
"Aksi ini tentu saja akan berpengaruh terutama pada sisi neraca keuangan BRIS, meski begitu aksi ini kami kira hanya bersifat minor karena likuiditas yang dipindahkan hanya sebagian kecil dari total dana pihak ketiga yang dimiliki oleh BSI sampai di awal tahun ini," papar dia.
Khaer menilai prospek BRIS masih menarik. Secara performa, harga sahamnya setelah sentimen itu mencuat ke publik memang sempat terkontraksi. Namun begitu, jika melihat dari segi perspektif yang lebih jauh, saham BRIS masih berada di dalam tren bullish.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus melanjutkan, salah satu pendukungnya adalah besarnya pasar syariah di Indonesia yang belum ter-cover. Terlebih, pasar tersebut terus berkembang setelah BSI melakukan konsolidasi.
Ia meyakini hal itu akan memberikan sumber daya manusia dan teknologi yang jauh lebih besar untuk menjangkau pasar syariah di Indonesia. "Apalagi secara kompetisi, BSI tidak memiliki lawan yang benar-benar tangguh untuk menggarap pasar syariah," sebutnya.
Baca Juga: Dorong Layanan Wealth Management, BSI Tambah 2 Gerai Prioritas
Head of Research Maybank Sekuritas Jeffrosenberg Chen Lim memproyeksikan return on average equity (ROAE) akan meningkat secara bertahap. Di 2024 diperkirakan naik menjadi 16,5% dari 15,8% pada 2023, lalu di 2025 menjadi 18,1%.
Rasio pembiayaan terhadap simpanan BRIS yang rendah sebesar 83,1% dan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebesar 20,2% dinilai cukup untuk mempertahankan momentum pertumbuhan. Selain itu, dengan biaya kredit yang tetap rendah dan NIM yang stabil, pertumbuhan laba akan membaik.
"Kami meningkatkan perkiraan laba bersih 2024 BRIS sebesar 2,6%," sebutnya.
Maybank Sekuritas memproyeksikan laba bersih BRIS mencapai Rp 6,87 triliun atau tumbuh 20,52% dari tahun 2023 sebesar Rp 5,7 triliun.
Jeffrosenberg dan Nico mempertahankan rating buy BRIS dengan target harga Rp 2.800 per saham dan Rp 2.900 per saham. Sementara Khaer merekomendasikan buy on break dengan target harga Rp 2.460 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News