Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah harus berpikir ulang untuk menarik dividen interim dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang. Sebab, akibat ambruknya harga komoditas sejak kuartal ketiga tahun lalu, kinerja emiten tambang kian memburuk.
Contohnya PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Penurunan harga nikel hingga 35% dari US$ 19.803 per ton menjadi US$ 12.839 per ton tahun ini, menyebabkan kinerja ANTM kedodoran. Di semester I-2009, pendapatan ANTM turun 20,83% menjadi Rp 4,4 triliun dari Rp 5,5 triliun di semester pertama 2008.
Ketika pendapatan mengempis, ANTM harus menanggung kenaikan beban pokok penjualan 24,14% menjadi Rp 3,9 triliun. Alhasil, perseroan ini hanya mengantongi laba bersih Rp 447,2 miliar, turun 81,18% dari Rp 1,4 triliun di paruh pertama 2008.
Direktur Utama ANTM Alwin Syah Loebis bilang, jika harga nikel bertahan US$ 18.000 per ton hingga akhir tahun, harga jual rata-rata ANTM tahun ini berkisar U$ 15.000-US$ 16.000 per ton. Ini masih lebih bagus daripada harga di semester pertama.
Persoalannya, Alwin menyatakan, penguatan rupiah ikut menggerus pendapatan perusahaannya. "Kalau rupiah menguat, nilai penjualan juga bisa berkurang," imbuh Alwin kemarin (31/8).
Nasib PT Timah Tbk (TINS) tak jauh berbeda. Gara-gara harga Timah turun, pendapatannya selama paruh pertama 2009 turun 15,71% jadi Rp 3,54 triliun dibanding Juni tahun lalu yang Rp 4,2 triliun.
Sudah begitu, beban pokok penjualannya justru naik 39,21% dari Rp 2,27 triliun menjadi Rp 3,16 triliun. Imbasnya, laba bersih TINS hanya sebesar Rp 42,82 miliar atau merosot 96,1% ketimbang laba bersih di enam bulan pertama tahun lalu yang mencapai Rp 1,1 triliun.
Memburuknya kinerja membuat kas kedua BUMN itu ikut mengempis. Laporan keuangan TINS menyebutkan, kas perseroan ini di semester pertama 2009 terpangkas 71,5% menjadi Rp 433 miliar.
Sementara kas ANTM susut 34,98% menjadi Rp 2,9 triliun ketimbang semester pertama 2008 lalu yang sebesar Rp 4,46 triliun. Sebagian kas ANTM itu dipakai untuk membayar dividen sebesar Rp 57 per saham pada Juni lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News