kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   29.000   1,24%
  • USD/IDR 16.616   9,00   0,05%
  • IDX 8.067   -160,68   -1,95%
  • KOMPAS100 1.104   -18,58   -1,66%
  • LQ45 772   -16,13   -2,05%
  • ISSI 289   -5,28   -1,79%
  • IDX30 403   -8,81   -2,14%
  • IDXHIDIV20 455   -7,63   -1,65%
  • IDX80 122   -2,25   -1,82%
  • IDXV30 131   -1,45   -1,10%
  • IDXQ30 127   -1,92   -1,49%

Kinerja Indeks Hijau Meredup, Analis Sebut Saham Sektor Ini yang Jadi Penopangnya


Selasa, 14 Oktober 2025 / 16:38 WIB
Kinerja Indeks Hijau Meredup, Analis Sebut Saham Sektor Ini yang Jadi Penopangnya
ILUSTRASI. Indeks saham bergelar prinsip environmental, social, and governance (ESG) tengah kehilangan tajinya. Menurut amatan sejumlah analis, penopang indeks ini telah bergeser dari awalnya dipimpin saham perbankan beralih ke sektor ke komoditas logam, energi dan CPO.


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham bergelar prinsip environmental, social, and governance (ESG) tengah kehilangan tajinya. Menurut amatan sejumlah analis, penopang indeks ini telah bergeser dari awalnya dipimpin saham perbankan beralih ke sektor ke komoditas logam, energi dan CPO.

Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan Selasa (14/10/2025), kelima indeks ESG di Tanah Air kompak memerah.

IDX LQ45 Low Carbon Leaders nampak paling terpuruk, dengan angka koreksi sebesar 12,83 YtD. 

Di belakangnya, ada ESG Quality 45 IDX KEHATI yang melemah 8,42%, disusul Sri-Kehati 8,09%, Index ESG Sector Leaders IDX Kehati 7,63%, dan Index ESG Leaders 7,46%.

Baca Juga: Kinerja Saham-Saham Berbasis ESG Lesu, Ini Penyebabnya

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand melihat, lesunya laju indeks ini disebabkan oleh tekanan jual asing pada saham-saham perbankan besar yang punya bobot dominan terhadap indeks.

Seiring ekspektasi berlarutnya tren suku bunga acuan global yang tinggi juga penurunan margin bunga bersih perbankan, investor asing memilih hengkang dari sektor finansial tradisional.

Abida mencermati, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) paling banyak dilepas asing. Sejak awal tahun hingga Senin (13/10/2025), asing sudah membuang saham ketiganya masing-masing Rp 31,74 triliun, Rp 17,29 triliun, dan Rp 2,52 triliun.

Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo juga melihat, saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) turut diobral asing. Tercatat, dana asing yang keluar dari kedua saham ini masing-masing Rp 1,45 triliun dan Rp 295,45 miliar sejak awal tahun.

“Ini karena faktor risiko pasar dari aspek makroekonomi dan sektoral seperti daya beli yang belum cukup pulih lalu ekspektasi pemulihan perekonomian yang belum besar,” jelas Praska kepada Kontan, Selasa (14/10/2025).

Saat ini, indeks ESG cenderung lebih banyak ditopang oleh saham-saham berbasis komoditas dan energi baru terbarukan (EBT). 

Abida melihat, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) cukup menyumbang amunisi bagi laju indeks ESG. Pasalnya, net buy asing di saham ini ada sebesar Rp 5,67 triliun sejak awal tahun, dengan return lebih dari 127% YtD.

“Meskipun mulai memasuki area jenuh beli, prospeknya masih positif dengan katalis utama harga emas yang mencetak all-time high di US$ 4.100 per troy ounce, memperkuat potensi kinerja laba divisi logam mulia,” ujar Abida.

Tak cuma ANTM, net buy Rp 3,07 triliun terhadap PT Astra International Tbk (ASII), dengan return lebih dari 21% YtD, membuat emiten otomotif ini turut menjadi penggerak indeks hijau.

Begitupun PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi penahan kemerosotan lebih jauh indeks ESG.

Baca Juga: Saham ESG Masih Lesu, Investor Bisa Cermati Emiten Energi Hijau

Tak ketinggalan, emiten CPO dan agribisnis seperti PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) juga masuk di barisan tersebut.

“Saham-saham ini juga masih berfundamental baik dari sisi pertumbuhan profitabilitas, walaupun untuk sektor energi terbarukan masih harus memantau secara realisasi proyek ke depannya dan strategi-strategi ekspansi,” imbuh Praska.

Ke depan, investor menurut Praska masih cukup bersikap wait and see terhadap kinerja keuangan saham energi hijau. Namun, peluang indeks naik tetap ada, mengingat prospek sektor EBT masih menarik secara fundamental. 

Abida sepakat, minat terhadap energi hijau juga menurutnya belum pupus, hanya saja tengah mengalami rotasi sentimen jangka pendek. 

Di tengah ketidakpastian global saat ini, investor global memang akan cenderung beralih ke energi konvensional dan komoditas, mengingat arus kasnya yang tangguh. Ditambah, investor juga mengamati, pendanaan proyek transisi energi cukup tinggi.

Dus, prospek indeks ESG ke depan akan banyak dipengaruhi arah kebijakan suku bunga global dan dinamika harga komoditas. Jika The Fed mulai menurunkan suku bunga di semester I 2026, sektor perbankan menurut Abida berpotensi rebound karena perbaikan NIM dan pertumbuhan kredit. 

Namun dalam jangka pendek, komoditas logam, energi, dan CPO kemungkinan tetap menjadi penopang utama indeks hijau seiring tren harga yang masih kuat. 

“ESG index diperkirakan akan bergeser menjadi lebih pro-komoditas, dengan saham-saham berbasis sumber daya alam dan energi berkelanjutan menjadi tulang punggung baru,” taksirnya.

Baca Juga: Ini Saham Indeks Sri-Kehati Berubah, Saham Apa yang Direkomendasikan?

Rekomendasi saham

Dengan berbagai sentimen itu, Abida menyaranakan, saham-saham perbankan yang bisa diincar investor dalam indeks ini ialah BBCA dan BMRI. Dengan price to book (PBV) value masing-masing 3,5 kali dan 1,8 kali, saham laggards ini masih menarik untuk diakumulasi bertahap menjelang potensi pelonggaran suku bunga.

Di sektor pendorong, ANTM menurutnya juga masih prospektif didukung oleh reli harga emas global. Untuk saham CPO seperti AALI dan LSIP, potensi kenaikan juga dilihatnya masih terbuka seiring tren harga CPO yang kuat. 

“Sedangkan untuk eksposur EBT, PGEO layak diperhatikan jangka panjang dengan potensi re-rating valuasi di EV/EBITDA 7–8 kali seiring ekspansi proyek panas bumi dan penurunan biaya modal global,” katanya.

Sementara itu untuk jangka panjang, Praska menyebut saham BBRI, BMRI, dan BBCA layak dicermati pada target harga Rp 5.025, Rp 5.200, dan Rp 9.025.

PGEO dan ASII juga bisa dipertimbangkan, dengan target masing-masing Rp 1.700 dan Rp 6.200 per saham.

Selanjutnya: BPN Batal Dibentuk, Menkeu Purbaya: Pajak dan Bea Cukai Tetap di Kemenkeu

Menarik Dibaca: Ajak Anak Rayakan Haloween dengan Nonton Film Horor Anak-Anak Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×