Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja emiten konstruksi swasta di semester II 2023 masih positif, meskipun kinerja para emiten masih bervariasi di semester I.
Beberapa emiten konstruksi swasta di semester I mencatatkan kinerja yang beragam. Misalnya, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) mencatatkan pendapatan sebesar Rp 831,29 miliar di semester I, naik 38,8% dari semester I 2022 yang sebesar Rp 508,7 miliar. Namun, ACST juga mencatatkan rugi periode berjalan sebesar Rp 56,04 miliar, turun 52,21% dari rugi di semester I 2022 yang sebesar Rp 117,27 miliar.
PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) mencatatkan pendapatan Rp 1,2 triliun di semester I 2023, naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,1 triliun. TOTL juga mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan Rp 67,6 miliar, naik dari semester I 2022 yang sebesar Rp 44,2 miliar.
PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) mencatatkan pendapatan Rp 1,2 triliun, naik dari semester I 2022 Rp 1,1 triliun. NRCA pun mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan sebesar Rp 53,3 miliar, naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 43,8 miliar.
Baca Juga: Garap Proyek IKN, Pengamat Sebut Waskita Karya (WSKT) Butuh Kepastian Sisi Pembiayaan
Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat mengatakan, ketiga perusahaan itu merupakan emiten konstruksi swasta yang memiliki jenis proyek berbeda. NRCA dan TOTL biasa mengerjakan proyek pembangunan gedung kantor, apartemen, sekolah, dan mal. Semetara, ACST biasa bangun proyek infrastruktur, entah itu menjadi kontraktor ataupun subkontraktor dari proyek pemerintah.
“Belum tentu ada hubungan antara huru-hara BUMN Karya dengan kerugian ACST. Namun, ada banyak cerita soal BUMN Karya yang tidak bayar ke subkontraktor,” kata Teguh kepada Kontan.co.id, Selasa (8/8).
Teguh menegaskan, hal tersebut masih harus kembali dicek ulang. Sebab, bisa juga kerugian ACST terjadi karena emiten masih memiliki proyek yang berlangsung.
“Proyek infrastruktur itu pembangunannya lama, bisa bertahun-tahun untuk selesai. Berbeda dengan bangun gedung yang pembangunannya lebih cepat,” tuturnya.
Baca Juga: BUMN Karya Bermasalah, Akankah Emiten Konstruksi Swasta Terimbas?
Menurut Teguh, sektor infrastruktur dan properti sudah mulai jalan tahun ini, tetapi perputaran uang di properti lebih cepat dibandingkan infrastruktur.
Kesempatan emiten konstruksi swasta untuk memegang proyek strategi nasional memang kecil. Sebab, proyek pemerintah biasanya dipegang BUMN dan swasta biasanya baru bisa mendapatkan proyek jika koneksinya kuat ke lingkaran pejabat.
Namun, prospek emiten konstruksi swasta tetap akan baik di tahun ini, selama ekonomi juga bagus. “Meskipun banyak proyek besar yang dikelola BUMN Karya, tapi banyak cerita miring tentang mereka. Mungkin, akan lebih menarik emiten konstruksi swasta di tahun ini,” tutur dia.
Menurut Teguh, tidak semua emiten konstruksi swasta sebenarnya berani untuk mengambil proyek pembangunan strategis nasional. Sebab, risiko yang diambil tinggi dan return ke perusahaan lama. “Biasanya, mereka akan memilih proyek pemerintah karena ada hal lain selain profit bisnis yang diincar,” paparnya.
Teguh merekomendasikan buy untuk TOTL dengan target harga Rp 450 per saham–Rp 500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News