Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten BUMN Karya tercatat beragam di kuartal I 2024. Meskipun beberapa emiten berhasil mencatat laba, tetapi ada yang justru mencatatkan peningkatan rugi.
PT PP (Persero) Tbk (PTPP) mengantongi pendapatan usaha Rp 4,61 triliun di kuartal I 2024, naik 5,6% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 4,36 triliun. PTPP catatkan kenaikan laba 176,4% YoY menjadi Rp 94,6 miliar di kuartal I 2024, dari Rp 34,22 miliar.
Sekretaris Perusahaan PTPP Bakhtiyar Efendi mengatakan, pendapatan PTPP naik karena mempunyai cukup banyak proyek carry over dan akan diselesaikan di tahun 2024 ini, seperti pembangunan IKN, Bali International Hospital, dan lainnya.
“Penggerak kinerja PTPP didominasi oleh sektor konstruksi, proyek-proyek infrastruktur, bangunan gedung, dan beberapa EPC,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/5).
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Mencatat Kontrak Baru Rp 5,04 Triliun di Kuartal I 2024
PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengantongi pendapatan usaha sebesar Rp 2,63 triliun di kuartal I 2024, turun 1,21% YoY dari semula Rp 2,66 triliun. ADHI mencatat laba bersih Rp 10,15 miliar di kuartal I 2024, naik 20,14% dari laba di kuartal I 2023 yang sebesar Rp 8,45 miliar.
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Farid Budiyanto memaparkan, hingga Maret 2024, ADHI telah memperoleh kontrak baru sebesar Rp 5,6 triliun.
“Kontribusi perolehan kontrak baru di tahun 2024 akan tercermin pada pendapatan dan laba di pertengahan tahun nanti,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (3/5).
Untuk laba bersih ADHI di triwulan I yang naik 20,14% YoY, dikontribusi dari peningkatan laba ventura bersama dan peningkatan laba di lini usaha manufaktur.
“Sedangkan, untuk arus kas operasi, ADHI mencatatkan kas operasi positif sebesar Rp 1,8 triliun setelah adanya penerimaan dari pekerjaan LRT Jabodebek di Bulan Maret 2024,” tuturnya.
Sementara, PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) mencatatkan penurunan pendapatan usaha dan laba. Pendapatan ADCP sebesar Rp 81,92 miliar di kuartal I 2024, turun 38,52% YoY dari sebelumnya Rp 133,24 miliar. Laba ADCP induk sebesar Rp 7,11 miliar di akhir kuartal I 2024, turun 54,42% YoY dari Rp 15,60 miliar.
Baca Juga: BEI Mencabut Suspensi Saham Wijaya Karya (WIKA)
Di sisi lain, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) justru mencatatkan lonjakan kerugian di tiga bulan pertama tahun 2024.
Pendapatan bersih WIKA menurun 18,75% YoY menjadi Rp 3,53 triliun per Maret 2024. Alhasil, WIKA harus menanggung rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp 1,13 triliun.
Rugi WSKT bengkak 150,59% menjadi Rp 939,55 miliar di kuartal I 2024, dari sebelumnya rugi Rp 396,60 miliar di kuartal I 2023. WSKT pun mengantongi penurunan pendapatan usaha 20,27% YoY sebesar Rp 2,17 triliun di kuartal I 2024, dari Rp 2,73 triliun di kuartal I 2023.
Direktur Keuangan WSKT Wiwi Suprihatno mengatakan, sampai dengan kuartal I 2024, pendapatan usaha Waskita turun akibat progress konstruksi yang masih belum optimal pada proyek-proyek yang berjalan dan pencapaian Nilai Kontrak Baru yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
“Hal tersebut mengakibatkan tingkat kerugian lebih tinggi dari sebelumnya,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/5).
Baca Juga: Rupiah Melemah, BUMN Diminta Mitigasi Lagi Utangnya
Di samping itu, adanya kenaikan beban keuangan setelah pengakuan beban bunga selama masa standstill turut berkontribusi dalam penurunan kinerja Waskita. Beban keuangan WSKT naik ke Rp 1,09 triliun di kuartal I 2024, dari sebelumnya Rp 703,96 miliar di kuartal I 2023.
Wiwi menuturkan, Perseroan menargetkan master restructuring agreement (MRA) dapat efektif pada semester 1 2024.
“Ini akan memperbaiki posisi modal kerja untuk mendukung progress konstruksi, serta dapat menurunkan tingkat beban bunga yang ditanggung WSKT,” paparnya.
Saat ini, kata Wiwi, usulan skema restrukturisasi tengah dalam proses persetujuan oleh seluruh kreditur perbankan. Usulan restrukturisasi juga disampaikan kepada pemegang obligasi dan telah disetujui oleh pemegang tiga seri obligasi. Sehingga, menyisakan satu seri obligasi yang akan dimintakan persetujuan kembali melalui RUPO pada tanggal 16 Mei 2024.
“Dengan disetujuinya restrukturisasi oleh seluruh kreditur, Waskita optimistis posisi keuangan dapat lebih stabil untuk keberlangsungan bisnis,” paparnya.
Baca Juga: PTPP Kantongi Kontrak Rp 4,9 Triliun di Kuartal I 2024, Simak Rekomendasi Sahamnya
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, emiten BUMN Karya yang mencatatkan kinerja paling baik adalah PTPP dan ADHI.
PTPP berhasil mendapatkan perolehan kontrak baru yang solid dan melakukan efisiensi biaya, sehingga berhasil meningkatkan margin. Sementara, ADHI ditopang proyek infrastruktur strategis dan ekspansi ke bisnis properti.
“Sedangkan, yang berkinerja paling buruk adalah WSKT dengan peningkatan kerugian lebih dari 150% dan WIKA ruginya naik 117%,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (3/5).
Sentimen penggerak kinerja emiten BUMN Karya di kuartal I 2024 terkait dengan pemulihan ekonomi dan peningkatan belanja pemerintah.
“Sentimen pemberatnya terkait proyek mangkrak dan posisi utang tinggi membebani laba bersih,” paparnya.
Melihat kinerja di kuartal I 2024, prospek kinerja emiten BUMN Karya di tahun ini masih memiliki faktor penghambat kinerja, seperti kenaikan suku bunga.
Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) Akan Rilis Obligasi Rp 5 Triliun dalam Tiga Tahap
Selain itu, emiten yang merugi semakin besar membuat cash flow perusahaan semakin kurang baik. Untuk kemampuan membayar utang, besar kemungkinan mereka juga akan kesulitan, terutama emiten BUMN Karya yang merugi dan kondisi utang yang jumbo.
“Kemampuan bayar utang untuk ADHI dan PTPP terbilang sedang, sedangkan WSKT dan WIKA dinilai lemah. Ini juga harus menjadi perhatian jika restrukturisasi utang WSKT dan WIKA tidak berjalan lancar,” tuturnya.
Sentimen penggerak di tahun 2024 dipengaruhi olej kebijakan dan fokus pemerintah baru terhadap infrastruktur dan kondisi ekonomi global dan domestik. Jika restrukturisasi utang WSKT dan WIKA bisa terlaksana secara efektif, dampaknya juga akan positif ke kinerja emiten BUMN Karya secara keseluruhan.
Sukarno menyarankan, investor untuk wait and see dengan melihat respons pasar ke saham-saham emiten BUMN Karya.
“Jika sudah mulai ada indikasi sinyal transisi dan sentimen positif mulai bermunculan, baru bisa akumulasi beli untuk PTPP & ADHI,” ujarnya.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat pergerakan saham PTPP saat ini berada di level support Rp 394 per saham dan resistance Rp 412 per saham. Sementara, pergerakan saham ADHI berada di level support Rp 230 per saham dan resistance Rp 262 per saham. Herditya pun merekomendasikan wait and see untuk PTPP dan ADHI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News