kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.139   61,00   0,38%
  • IDX 7.062   78,44   1,12%
  • KOMPAS100 1.056   15,43   1,48%
  • LQ45 829   12,28   1,50%
  • ISSI 215   2,22   1,05%
  • IDX30 422   6,37   1,53%
  • IDXHIDIV20 509   7,10   1,41%
  • IDX80 120   1,81   1,53%
  • IDXV30 125   0,67   0,54%
  • IDXQ30 141   1,83   1,32%

Kinerja Emiten Baja Masih Tertekan, Simak Rekomendasi Sahamnya


Rabu, 14 Agustus 2024 / 20:45 WIB
Kinerja Emiten Baja Masih Tertekan, Simak Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Produsen pipa baja PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) atau Spindo. Sepanjang semester I 2024, emiten baja masih menghadapi tekanan dalam kinerja keuangannya.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang semester I 2024, emiten baja masih menghadapi tekanan dalam kinerja keuangannya.

PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) misalnya, masih mencatatkan penurunan pendapatan. ISSP membukukan pendapatan Rp 2,79 triliun, turun 9,7% jika dibandingkan pendapatan periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 3,09 triliun. 

Meski pendapatan turun, emiten manufaktur khusus produksi pipa dan pelat ini berhasil meningkatkan laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar 3,13% secara tahunan menjadi Rp 209,58 miliar jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang senilai Rp 203,21 miliar.

Corporate Secretary Steel Pipe Industry of Indonesia Johannes W. Edward mengatakan, penurunan pendapatan disebabkan terutama karena adanya penurunan volume di kuartal I yang terkait dengan penurunan harga baja dunia. 

Baca Juga: Hadapi Kebijakan Anti Karbon, Begini Strategi Emiten Baja

Melansir Trading Economics, harga baja saat ini ada di level CNY 2.825 per ton. Ini turun 21,09% secara tahunan dan terkoreksi 14,37% dalam sebulan.

Namun, penurunan harga baja ini memungkinkan ISSP melakukan average down yang lebih baik pada cost of good sold (COGS), sehingga mampu mencatatkan kenaikan laba di saat yang bersamaan.

“Untuk average selling price (ASP) baja ISSP di tahun 2024,  harus disesuaikan dengan pergerakan harga baja dunia,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (14/8).

Di sisi lain, ada wacana perpanjangan bea masuk anti dumping terhadap produk baja yang diterapkan Pemerintah China serta beberapa kebijakan pengetatan impor dari negara lain. 

Johannes mengungkapkan, wacana tersebut belum berdampak signifikan ke kinerja ISSP, karena ekspor perseroan baru mencapai 5%-6% dari total penjualan.

Baca Juga: Steel Pipe (ISSP) Terbitkan Obligasi Senilai Rp 1 Triliun

Sampai akhir 2024, ISSP masih menargetkan kenaikan volume sebesar 10% dari penjualan tahun lalu. Target untuk kenaikan laba di tahun 2024 juga dalam besaran yang sama, yaitu 10%.

“Untuk target ekspor, ISSP masih menetapkan pada kisaran 10% dari total penjualan keseluruhan. Namun, tentunya masih harus melihat kondisi ekonomi dan perdagangan global,” paparnya.

Sementara itu, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mencatatkan penurunan pendapatan dan menderita rugi. KRAS mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 444,67 juta di semester I, turun 54,83% secara tahunan alias year on year (yoy). Rugi KRAS juga naik 73,92% yoy ke US$ 64,15 juta.

Kenaikan rugi KRAS disebabkan oleh masih tingginya beban keuangan yang harus ditanggung, yaitu sebesar US$ 61,93 juta.

Kinerja sampai semester I 2024 masih belum baik seiring dengan belum optimalnya kinerja dari segmen baja akibat dari kondisi pasar baja global yang masih sangat volatil. Hal itu disebabkan oleh pelemahan permintaan baja di China, sehingga China gencar melakukan ekspor baja. 

“Selain itu, belum beroperasinya fasilitas pabrik Hot Strip Mill 1 akibat force majeure sejak Mei 2023 juga menyulitkan peningkatan kinerja perseroan,” ujar Direktur Utama KRAS, Purwono Widodo, dalam keterbukaan informasi.

KRAS juga masih fokus berkontribusi dalam pembangunan IKN dengan menyuplai bahan baku baja, salah satunya untuk pembangunan Istana Negara di IKN. KRAS telah mengirimkan plat baja dengan spesifikasi baja tahan cuaca sebanyak 3.000 ton yang selanjutnya diproses lanjut pada workshop NuArt milik Nyoman Nuarta di Bandung menjadi 4.650 bilah garuda dengan bentangan sayap sepanjang 177 meter dan tinggi 77 meter.

“Pada tahap awal, pembangunan IKN membutuhkan sekitar 500.000 hingga 700.000 ton baja. Kebutuhan ini akan meningkat, sehingga secara akumulasi pembangunan IKN diperkirakan akan membutuhkan hingga 9,5 juta ton baja,” ungkap Purwono.

PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) juga mengalami penurunan pendapatan dan laba. Penjualan bersih GDST sebesar Rp 1,39 triliun di semester I, turun 88,29% yoy. GDST mencatatkan laba periode berjalan sebesar Rp 85,21 miliar, turun 38,38% yoy.

Baca Juga: Industri Baja Berburu Cuan dari Proyek Pembangunan IKN Nusantara

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai, industri baja di domestik masih mengalami oversupply, sehingga kinerja emiten tertahan dari menurunnya permintaan.

“Kenaikan laba yang dialami ISSP juga karena ada efisiensi bisnis yang diterapkan perseroan di semester I,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (14/8).

Nafan melihat, kinerja emiten baja di semester II 2024 masih akan tertekan dari persaingan industri yang ketat. Salah satu strategi yang bisa dilakukan oleh emiten baja dalam memperbaiki kinerja mereka adalah menerapkan teknologi metalurgi agar bisa menambah nilai ke produk baja yang dihasilkan.

“Jika dibandingkan dengan perusahaan baja asal China misalnya, teknologi mereka lebih maju. Para emiten bisa melakukan kerjasama untuk transfer ilmu dan teknologi agar industri baja domestik bisa makin kuat posisinya,” papanya.

Apalagi, pembangunan infrastruktur di Tanah Air masih gencar dilakukan. Hal ini pun seharusnya bisa mempertahankan jumlah permintaan baja sebagai salah satu bahan konstruksi.

Di sisi lain, peningkatan teknologi metalurgi juga bisa menjadi antisipasi emiten dalam menghadapi wacana perpanjangan bea masuk antidumping terhadap produk baja yang diterapkan Pemerintah China serta beberapa kebijakan pengetatan impor dari negara lain.

“Penguasaan teknologi ini penting agar para emiten bisa meningkatkan daya tahan produk baja, baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri,” tuturnya.

Baca Juga: Pembangunan IKN Berlanjut, Simak Prospek Kinerja Emiten Bahan Baku Infrastruktur

Nafan pun merekomendasikan hold untuk ISSP, GDST, dan KRAS dengan target harga masing-masing Rp 292 per saham, Rp 108 per saham, dan Rp 122 per saham.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, kinerja emiten baja di semester I 2024 masih beragam. Emiten yang kinerja keuangan masih cukup bagus adalah ISSP.

“Meskipun pendapatan turun, tetapi ISSP berhasil meningkatkan daya efisiensi operasional dan akhirnya berdampak pada kenaikan laba bersih dengan level margin yang juga mengalami perbaikan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (14/8).

Di semester II, kinerja emiten baja masih cukup positif. Permintaan produk besi dan baja berpeluang naik, seperti yang diproyeksikan oleh Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA).

“IISIA memperkirakan pertumbuhan permintaan di tahun 2024 hingga 6% menjadi 17,3 juta ton,” tuturnya.

Bergulirnya proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) diproyeksikan membutuhkan baja sebesar 9,3 juta metrik ton pada tahap I dan II. 

Di sisi lain, pembangunan infrastruktur lainnya dari pemerintah maupun swasta, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, hingga sektor energi, diperkirakan juga bisa menjadi salah satu pendorong sektor ini di 2024.

Baca Juga: Dianggap Punya Prospek Kuat Tahun Ini, Simak Rekomendasi Saham Emiten Besi dan Baja

Terkait dengan rencana perpanjangan kebijakan pemerintah mengenai Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap baja impor, dampaknya justru bisa meningkatnya permintaan baja domestik.

“Kebijakan P3DN mendorong penggunaan produk baja dalam negeri, sehingga meningkatkan permintaan terhadap produk-produk emiten besi lokal. Ini dapat meningkatkan volume penjualan dan pendapatan emiten emiten baja domestik ke depannya,” katanya.

Miftahul pun merekomendasikan trading buy untuk ISSP dengan target harga Rp 288 per saham.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham ISSP berada di level support Rp 264 per saham dan resistance Rp 292 per saham. ISSP direkomendasikan speculative buy dengan target harga di  Rp 292 per saham.

Sementara, pergerakan saham KRAS dilihat William berada di level support Rp 98 per saham dan resistance Rp 117 per saham. William merekomendasikan buy untuk KRAS dengan target harga Rp 117 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×