Reporter: Agung Hidayat | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pendapatan bersih PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) hingga kuartal ketiga stagnan, namun perusahaan berhasil kerek laba bersih. Hal ini disebabkan oleh harga jual minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) terus menguat sepanjang sembilan bulan pertama tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, hingga kuartal ketiga, pendapatan bersih SGRO tercatat Rp 2,25 triliun, turun tipis dibanding periode yang sama tahun 2019 yang capai Rp 2,26 triliun.
Walau pendapatan turun, SGRO berhasil memangkas beban pokok penjualan hingga 4,7% secara tahunan menjadi Rp 1,79 triliun.
Michael Kesuma, Head of Investor Relations SGRO mengatakan, penurunan biaya atau cost disebabkan pengurangan aktivitas di perkebunan. Hal tersebut menyebabkan volume produksi dan penjualan CPO perusahaan mengalami penurunan hingga 23% secara tahunan di sembilan bulan pertama tahun ini.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) bakal genjot produksi CPO di kuartal empat tahun ini
"Di tengah penurunan volume, harga CPO naik sekitar 24% secara tahunan. Peningkatan harga ini menyebabkan pendapatan tak banyak berubah," jelas dia kepada Kontan.co.id, Minggu (22/11).
Asal tahu saja, penjualan CPO berkontribusi hingga 80% dari total pendapatan perusahaan.
Selain itu di tengah penurunan penjualan CPO, perseroan membukukan kenaikan volume penjualan bibit sawit 83% secara tahunan, walau dari segi harga tidak mengalami kenaikan besar. Namun hal tersebut membuat margin keuntungan perusahaan membaik.
Dengan turunnya beban pokok penjualan, laba kotor SGRO pun naik 21,4% secara tahunan menjadi Rp 460,33 miliar hingga September 2020. Setelah dikurangi berbagai pos beban lainnya, perusahaan mencatatkan laba bersih Rp 17,77 miliar di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini atau naik 8,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 16,40 miliar.
Dari segi harga jual CPO, Michael mengakui memasuki kuartal ketiga tahun ini hingga sekarang trennya terus menguat. Bahkan harta rata-rata bulan ini mencapai Rp 10.000 per kilogram. Tapi karena cuaca yang kurang memungkinkan maka volume produksi belum dapat terkerek dengan baik.
"Memasuki kuartal keempat ini efek negatif dari cuaca mulai berkurang," terang Michael. Perusahaan optimistis, volume produksi dan penjualan kuartal keempat akan lebih tinggi dari kuartal lainnya di tahun ini.
Sayangnya manajemen enggan membeberkan besaran volume di kuartal keempat ini, yang jelas untuk keseluruhan semester kedua tahun ini SGRO memproyeksikan volume produksi CPO naik 30%-50% dibandingkan semester pertama tahun 2020 sekarang.
Tahun lalu, volume produksi CPO SGRO mencapai 385.079 ton. Produksi yang tidak mengalami peningkatan di tahun ini dipengaruhi oleh musim dan cuaca di semester pertama tahun ini yang berdampak bagi panen sawit, serta kondisi pasar komoditas sawit dunia.
Baca Juga: Sampoerna Agro tetap fokus garap pasar CPO dan produk sawit dalam negeri
Sedangkan terkait tren harga, manajemen berharap dapat bertahan di atas Rp 9.000 per kilogram. Jika harga dapat bertahan di level tersebut, Michael meyakini perolehan laba bersih yang lebih tinggi ketimbang kuartal III-2020.
Sementara itu berkaca pada laporan keuangan perseroan tahun lalu, harga jual rata-rata CPO SGRO sepanjang tahun 2019 sekitar Rp 6.800 per kg. Dimana pada akhir tahun harga CPO sempat berada pada level tinggi RM 3.025 per ton atau sekitar Rp 10.000 per kg.
Selanjutnya: Fokus pada perkembangan Covid-19, tren CPO masih positif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News