Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Gabriel menyebut, ketika Bitcoin ETF sudah disetujui oleh SEC, maka akan menjadi gerbang untuk masuknya uang dari kelompok perbankan dan asuransi ke bitcoin. Hal ini akan menjadi katalis positif untuk harga Bitcoin, serta aset kripto lainnya yang harganya memang mengekor tren Bitcoin.
Walau begitu, ia melihat prospek BNB justru cenderung tertekan pada sisa akhir tahun ini. Hal ini seiring dengan mulai adanya negara seperti Inggris yang melarang Binance Exchange. Jika negara lain ikut melarang Binance Exchange, tentu akan menjadi sentimen negatif bagi BNB.
“Jadi investor BNB sebaiknya memperhatikan hal ini. Aset kripto yang mungkin punya prospek menarik adalah Ethereum (ETH) seiring semakin dekatnya dengan peluncuran ETH 2.0,” imbuh Gabriel.
Obligasi Korporasi Jawara Instrumen Investasi Konvensional
Sementara untuk instrumen investasi konvensional, obligasi korporasi justru berhasil mencatatkan kinerja paling apik. Mengungguli obligasi negara, mata uang, maupun saham. Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengungkapkan, sepanjang semester I-2021, penerbitan obligasi korporasi relatif tidak banyak. Sementara di satu sisi, likuiditas justru terus tumbuh. Dengan minimnya pasokan, harga dan total return obligasi korporasi pun mengalami kenaikan yang oke di tengah pasar yang justru sedang volatile.
“Ditambah lagi, obligasi korporasi juga punya rata-rata kupon yang lebih tinggi dibandingkan obligasi negara. Sementara obligasi negara sepanjang semester I-2021 kinerjanya tertekan oleh kenaikan yield US Treasury pada awal tahun silam,” kata Dimas.
Baca Juga: Menjadi Miliarder Uang Kripto Bermodal Uang Kemenangan dari Facebook
Walau begitu, Dimas melihat obligasi negara berpotensi mencatatkan kinerja yang jauh lebih baik dibanding paruh pertama kemarin. Pasalnya, saat ini yield US Treasury sudah jauh lebih stabil dibanding awal tahun. Walau tidak dipungkiri, dalam jangka pendek akan tertekan seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 dan adanya pembatasan sosial.
Dimas justru menyebut momen koreksi tersebut jadi momen yang tepat untuk masuk ke pasar SBN karena memang tekanannya tidak akan berlarut-larut. Pada akhir semester I-2021, The Fed justru memberi sinyal akan melakukan normalisasi suku bunga jauh lebih cepat dari perkiraan, sehingga pasar mengekspektasikan terjadinya tapering.
Kendati demikian, Dimas menyebut imbas dari tapering pada pasar obligasi Indonesia cenderung minim. Hal ini lantaran pasar sudah mengekspektasikan hal tersebut seiring dengan komunikasi dari The Fed yang jauh lebih baik dibanding 2013 silam dengan memberikan guidance dan jangka waktu agar pasar bisa bersiap-siap.
“Di satu sisi, penerbitan obligasi korporasi juga akan semakin semarak pada semester II-2021 sehingga supply akan meningkat. Oleh karena itu, ada potensi obligasi negara akan mengejar ketertinggalan dari obligasi korporasi,” imbuh Dimas.
Baca Juga: Pengelolaan investasi ala Bank DBS Indonesia di kuartal III tahun ini