Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pemeringkat global Moody's menilai ada empat emiten obligasi di Indonesia yang paling rentan terhadap risiko pelemahan rupiah, dibandingkan perusahaan lainnya.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT MNC Investama (BHIT) dan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL).
LPKR dan ASRI, lanjut Moody's, paling rentan terhadap depresiasi rupiah lanjutan karena fasilitas lindung nilai (hedging) mereka tidak menyediakan perlindungan terhadap pelemahan rupiah di atas level Rp 15.000 per dollar AS.
Di sisi lain, keduanya tidak memiliki cukup dollar AS dalam neracanya untuk menutup biaya bunga tahunan. Saat ini, peringkat utang LPKR dan ASRI berada di level B2 (negatif).
Sementara itu, 85% utang Gajah Tunggal berbetuk dolar AS padahal mayoritas arus kasnya berbentuk rupiah. Dari situ, utang senior senilai US$ 250 juta dan utang modal kerja senilai US$ 35 juta tidak dilindungi dengan fasilitas hedging.
"Kami memperkirakan utang Gajah Tunggal naik 13% jika dollar AS menguat ke Rp 16.000. Di tengah kondisi itu, perseroan tidak memiliki kas dan fasilitas modal kerja jangka pendek untuk menyerap risiko volatilitas kurs, profitabilitasnya pun akan terkontraksi," tulis Moody's.
Peringkat utang Gajah Tunggal saat ini berada di level B2 (stabil), sedangkan MNC Investama di B3 (negatif).
Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christopher memfokuskan analisisnya kepada dua emiten kawasan industri seperti ASRI dan LPKR.
"Jika dilihat dari nilai utang obligasi yang tinggi dan kinerja saat ini akan sulit bagi ASRI dan LPKR untuk membayar utangnya ketika jatuh tempo, jadi sangat memungkinkan perusahaan akan melakukan restrukturisasi utang," jelasnya, Jumat (16/9).
Dennies lalu melanjutkan bahwa dua emiten ini juga punya utang obligasi dalam dollar dengan nilai yang cukup tinggi sehingga pelemahan rupiah akan menyebabkan semakin tingginya beban bunga yang harus dibayar tiap periode.
"Selain itu, melihat prospek saat ini untuk sektor properti khususnya ASRI dan LPKR masih mengalami perlambatan sehingga kinerja hingga akhir tahun ini mungkin akan kurang baik jika dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.
Dari sisi saham, Dennies bilang secara valuasi saham-saham sektor properti sudah undervalued. Di mana, ASRI dengan valuasi PER 5,6 kali dan PBV 0,6 kali.
Sedanngkan, LPKR dengan valuasi PER 18,0 kali dan PBV 0,4 kali. "Namun melihat pelambatan kinerja tahun ini saya merekomendasikan wait & see untuk ASRI dan LPKR," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News